Kamis, 01 Maret 2012

Antara Hutang Indonesia, Mafia Berkeley, Soekarno, Amerika, dan CIA



Rangkuman dari buku kara David Ransom, seorang warga Negara Amerika lulusan Havard yang menjadi anggota dari Pasific Studies Center.

Sekedar informasi bahwa Pasific Studies Center adalah merupakan lembaga pusat studi masalah-masalah yang terkait dengan wilayah pasifik, sedangkan posisi dari David Ransom di lembaga itu sendiri dikhususkan untuk mempelajari Indonesia.
Judul dari buku itu adalah “Berkeley Mafia and Indonesian Massacre”. Buku ini dahulu sempat diterjemahkan dan dimuat sebagai tulisan bersambung di Majalah Dwiwarna Jakarta tahun 1970.

Terjemahan judul buku tersebut cukup menohok, yakni “Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia. Dalam tulisan tersebut ada beberapa hal yang diungkapkan oleh David Ransom, yang antara lain :

Kronologis penggulingan Soekarno, yang tidak lain adalah campur tangan Amerika melalui jaringan-jaringan terselubungnya. Ini berawal saat munculnya pengakuan kemerdekaan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1950, pengakuan tersebut ternyata mensyaratkan Indonesia untuk menanggung beban utang luar negeri yang dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda. Alhasil, sejak tahun 1950 bangsa Indonesia mewarisi utang Hindia Belanda sebesar US$ 4 Miliar.

Dan dengan adanya hutang tersebut, pemerintahan Soekarno tidak bisa lepas dari tekanan pihak pemberi hutang (baca: Amerika). Tekanan tersebut antara lain adalah adanya intervensi saat periode 1950-1956. Yakni saat adanya tekanan dari Amerika Serikat bahwa Indonesia harus mengakui keberadaan pemerintahan Bao Dai di Vietnam.

Klimaksnya adalah saat terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia tahun 1964. Dimana ketika itu Malaysia didukung oleh Inggris. Pemerintahan Soekarno yang saat itu geram, lantas menasionalisasi seluruh perusahaan Inggris di Indonesia. Hal tersebut adalah kali kedua pemerintahan Soekarno melakukan nasionalisasi setelah menasionalkan perusahaan milik Belanda tahun 1956.

Adapun rupanya, Amerika Serikat turut campur dengan masalah tersebut. Pemerintahan Amerika menuntut bahwa konfrontasi Indonesia dengan Malaysia harus segera diakhiri. Hal tersebut yang lantas menyulut kemarahan Soekarno hingga mengatakan “go to hell with your aid”. Penolakan keras tersebutlah yang membuatnya harus menyerahkan tangkup kepemimpinan Negara pada Soeharto, tepat pada tanggal 11 Maret 1966.

Kebijakan politik Amerika Serikat dengan dalih antikomunisnya telah menjerat bangsa-bangsa dan negeri-negeri lain untuk masuk ke dalam strategi globalnya. (Baca: Liberal dan kapitalisasi) Langkah-langkah yang dilakukan oleh badan intelijen Amerika Serikat (Baca: CIA) telah menyusupi hampir semua badan, lembaga, kekuatan sosial-politik, dan oknum-oknum penting untuk kemudian diperalat. Yayasan-Yayasan yang menyediakan dana-dana bantuan pendidikan semacam Ford Fondation dan Rockefeller Foundation, yang disamping sering memberi bantuan-bantuan perlengkapan, tenaga-tenaga ahli, juga membiayai pengiriman mahasiswa-mahasiswa diluar negeri adalah merupakan alat, pangkalan (sarang) dan kedok CIA untuk melancarkan operasi-operasinya ke berbagai penjuru dunia.

Perguruan-perguruan tinggi semacam: Berkeley, Cornell, MIT (baca : Massachusetts Institute of Technology), Havard dan lain-lain telah dijadikan sarang dan dapur CIA untuk mencekokkan ilmu-ilmu liberal dan meng-amerika-kan para mahasiswa yang datang dari berbagai negeri, serta menggemblengnya menjadi agen dan kaki tangan Amerika (baca:CIA) yang setia.

Bahwa banyak badan-badan pendidikan dan perikemanusiaan sekedar dijadika kedok semata-mata untuk kepentingan CIA. Mengapa Soekarno mesti digulingkan dan nasionalisme yang dibawanya mesti dihancurkan. Bagaimana kaum Sosialis Kanan/PSI telah berpuluh tahun mengadakan persekongkolan dengan CIA untuk merebut kekuasaan di Indonesia ini dari tangan Soekarno. Bagaimana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia di Jakarta telah dijadikan dapur dan sarang komplotan PSI-CIA dan untuk dari situ melancarkan gerilya politik dan subversinya kemana-mana.

Bagaimana bantuan-bantuan ahli dari A.S seperti Guy Parker, George Kahin, John Howard, Harris, Glass-burner, dan kaum Sosialis Kanan/PSI semacam : Soemitro Djojohadikusumo, Widjojo Nitisastro, Sadli, Emil Salim, Subroto, Barli Halim, dan Sudjatmoko yang popular sebagai kaum teknokrat-ekonom caliber internasional dan dahulu berhasil menduduki posisi-posisi penting dalam lembaga-lembaga pemerintahan puncak, telah lama “mengadakan permainan bersama yang lihai”.

Apa peranan dan usaha kaum Sosialis Kanan/PSI yang berkerumun di sekitar Jendral Soeharto saat itu. Dan lain-lainnya. Terlepas dari pernyataan beberapa pihak bahwa tulisan tersebut adalah salah, palsu dan hanya fitnah belaka, menurut saya yang terpenting adalah para generasi muda ‘melek’ akan sejarah bangsanya sendiri.

‘Melek’ disini konotasinya mengarah kepada keingintahuan yang besar akan sejarah di masa lalu, yakni dengan tidak acuh terhadap segala informasi dan senantiasa melakukan Cross Check pada info apa pun yang beredar.

Mengingat masa kini adalah buah dari masa lalu, maka perlu adanya suatu Aware yang tinggi terhadap sejarah, sehingga langkah kita ke depan bisa lebih tepat atau minimnya tidak mengulangi kesalahan yang dahulu dibuat oleh para pendahulu kita.

Karena tentunya kita semua tidak menginginkan terjatuh pada kesalahan yang sama, seperti halnya keledai yang jatuh di lobang yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar