Sabtu, 17 Maret 2012

Kontra Skema Kapitalisme: Menuju Kemandirian Ekonomi Indonesia




“ .. dokumen MP3EI lebih mirip kumpulan analisis tentang penawaran terhadap barang mentah dan kekayaan alam indonesia kepada investor asing. Maka tak heran apabila Hatta Rajasa, Menko Perekonomian RI, sang “Arsitek Masterplan” memperoleh penghargaan di Amerika karena menelurkan gagasan yang dianggap brilian”

Prakata
Membaca geliat dan dinamika ekonomi baik pada tataran lokal, regional dan terutama di tingkatan global, mutlak bagi Indonesia untuk selalu siap, siap dan siap dalam menghadapi segala bentuk perubahan. Oleh karena perubahan adalah keniscayaan dan tak bisa dielakkan. Ia harus dihadapi bukan untuk dihindari. Bangsa yang tangguh adalah bangsa yang mampu “mengelola” perubahan kemudian diselaraskan dengan arah tujuan dan cita-cita bersama.
Secara geopolitik dan strategik, keberadaan Indonesia berada pada titik gravitasi bagi kebangkitan ekonomi dunia yakni Asia Timur, Asia Tenggara dan sekitarnya. Tak bisa dielak, konsekuensi yang timbul bagi bangsa ini ialah mempersiapkan diri seoptimal mungkin guna mempercepat terwujudnya suatu iklim yang memiliki ketahanan baik pangan, energi, ekonomi, politik dan lainnya serta mampu meningkatkan atmosphere kerja dan dinamika kondusif di berbagai kalangan terutama unsur pemerintahan agar hasil pembangunan dapat digunakan secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat.
Tampaknya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (baca: MP3EI) yang baru-baru ini diluncurkan oleh pemerintah adalah arah pembangunan ekonomi Indonesia hingga dekade 2025. Akan tetapi belum lama program ini bergulir, nada sumbang pun mulai terdengar kian-kemari. 
Adalah M Fadhil Hasan, salah seorang pengamat pertanahan mengatakan, bahwa secara historis atau konseptual MP3EI merupakan bentuk ketidakpuasan terhadap RPJPM yang dinilai cenderung normatif. Menurutnya MP3EI hanya memberikan ruang bagi pelaku ekonomi asing melalui instrumen liberalisasi perdagangan.
Kemudian Arwin Lubis, Dewan Pengarah Sabang Merauke Circle (SMC) menilai rencana MP3EI merupakan kapitalisme semu. Ia merupakan perpaduan antara penguasa dan pengusaha. ”Selama MP3EI berjalan, kesenjangan juga makin melebar. Karena pendekatan MP3EI jelas dikatakan melalui Keppres dengan pendekatan lama yang memerlukan kolaborasi semua pihak, yakni pemerintah dan swasta untuk mencapai pertumbuhan,” (Kompas, 2012/02/16).
Bahkan lebih ekstrem lagi muncul anggapan, bahwa dokumen MP3EI lebih mirip kumpulan analisis tentang penawaran terhadap barang mentah dan kekayaan alam indonesia kepada investor asing. Maka tak heran apabila Hatta Rajasa, Menko Perekonomian RI, sang “Arsitek Masterplan” memperoleh penghargaan di Amerika karena menelurkan gagasan yang dianggap brilian. Pertanyaannya adalah, apa sesungguhnya pokok permasalahan bangsa in? Mana yang diprioritaskan: membangun infrastruktur, atau menggenjot satu sektor tertentu, atau memperbaiki BUMN sebagai lokomotif ekonomi?
Tulisan sederhana ini, setidak-tidaknya mencoba mengurai benang merah melalui comparative study sebagai pisau bedahnya dengan sistem ekonomi Islam parsial sebagai salah satu solusi konsep kemandirian ekonomi negara.
Dalam Islam Modal Produksi Dimiliki Bersama
"kaum muslimin berserikat dan (kepemilikan bersama) adalah dalam tiga hal yaitu air, rerumputan (padang rumput yang tak bertuan) dan api (energi) “ HR. Ahmad dan Abu Daud”.
Agaknya para pendiri republik tercinta ini menyadari betapa pentingnya tiga elemen di atas dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga ketika mereka merumuskan UUD 1945 tempo doeloe terdapat point yang selaras dengan hadits tersebut. Inilah pasalnya:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 ayat 3, UUD 1945).
Hampir mirip dengan ekonomi sosialis, sistem ekonomi Islam pun menganut totalitas pengaturan sumber daya alam (SDA). Islam mewajibkan NEGARA sebagai penguasa SDA dan sekaligus pengelolanya dalam rangka menjamin kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Itulah yang seharusnya dikerjakan oleh negara cq pemerintah.
Dalam praktek timbul kerancuan-kerancuan baik tataran pemahaman terutama tahap implementasi atas penafsiran pasal 33 ayat 3 tersebut. Yang muncul kini seolah-olah negara telah menguasai SDA, tetapi porsinya sangat kecil. Negara dalam hal ini ialah BUMN hampir-hampir tidak mampu bersaing manakala berhadapan dengan Multi-National Corporations (MNCs) yakni para korporasi global milik asing yang mendapat porsi lebih besar dalam pengelolaan SDA di tanah air.
Yang terjadi kini, neoliberalisme memberi monopoli atas tanah, pertambangan dan energi. Ini berimbas langsung pada kurangnya pendapatan negara, bahkan untuk konsumsi rakyat pun tidak mampu dipenuhi. Betapa ironisnya, negara dengan garis pantai terpanjang di dunia tetapi mengimpor garam, atau negara dengan curah hujan tinggi namun mengimpor beras, kedelai dan lainnya. Negeri lingkaran sabuk api yang dipastikan kaya tambang dan mineral tapi karena ketidakmampuan pemerintah mengelolanya maka rakyat dikorbankan. Ya. Rakyat dipaksa membeli dengan harga tinggi untuk produk yang justru berasal dari tanah airnya sendiri. Pertanyaannya ialah, bagaimana pemerintah bisa memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi rakyat sedang dalam pengelolaannya ia (salah urus) seperti ini?
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa seyogyanya arah pembangunan negeri ini lebih menitikberatkan pada pembentukan BUMN-BUMN baru di beberapa sektor, bukannya malah diprivatisasi seperti yang sudah-sudah ---- terutama sektor-sektor stategis sesuai amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945. What lies beneath the surface. Apa yang terkandung di bawah permukaan!
BUMN VS MNCs
“Ketika Exxonmobil tahun  2011 berpendapatan $ 354,674  milyar US atau sekitar Rp 3263,00 trilyun, sementara rakyat Indonesia masih banyak di bawah garis kemiskinan
Prestasi pemerintah atas penerimaan negara tembus 1000 trilyun rupiah agar dikelola secara optimal demi kemanfaatan yang lebih besar bagi Indonesia di masa depan. Artinya rencana program harus lebih realistis dengan melihat kenyataan selama ini terutama penguasaan SDA oleh para MNCs milik asing. Itulah tantangan di depan mata.
Seyogyanya 10% atau lebih penerimaan negara tadi digunakan untuk hal-hal lebih produktif, misalnya pembentukan BUMN baru di beberapa sektor stategis terutama pangan, maritim, energi dan lainnya. Minimal kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi secara mandiri sebelum melakukan ekspor keluar.  Sebagai contoh sektor minyak dan gas (migas) perlu bahkan mutlak dibuat beberapa BUMN lagi guna mengambil alih penguasaan MNCs ketika saatnya selesai kontrak atau tatkala renegosiasi kontrak karya.
Atau jika ada program percepatan (MP3EI) maka ada realisasi menambah BUMN baru lagi dengan partner swasta dalam negeri. Jika alasan utama karena ketidakcukupan modal, percepatan di sektor migas. Perlu dibentuk join holding company, misalnya melalui kerjasama dengan pihak Pertamina, Humpuss, Bakrie, Medco dan lainnya.
Adanya beberapa BUMN baru niscaya bakal menambah kekuatan fundamental ekonomi riil. Dan seyogyanya terus dikembangkan senada dengan sektor-sektor strategis lain, seperti pertambangan, kelautan, pangan dan lainnya. Hal ini dirasakan sangat mendesak, mengingat 90% pengelolaan minyak dan gas (migas) di Indonesia dikuasai oleh MNCs atau perusahaan-perusahaan asing.
Betapa riskannya, ketika Exxonmobil ---salah satu MNCs--- yang masuk daftar 15 perusahaan dengan pendapatan terbesar versi CNN Money, pada tahun  2011 berpendapatan $ 354,674  milyar US atau sekitar Rp 3263,00 trilyun, sementara banyak rakyat Indonesia masih dalam kemiskinan. Paling tidak para MNCs menikmati 40% hasil dari migas Indonesia,  jika angka produksi yang mereka laporkan adalah benar.
Kemudian untuk pertambangan emas, perak, tembaga dan sebagainya terlihat lebih parah lagi. Para MNCs dan perusahaan asing mendapat bagian 85% sedang pemilik kedaulatan negeri ini yakni rakyat Indonesia sejumlah 230 juta orang harus puas dengan 15%. Ironis!
Menurut PENA, setiap tahun perusahaan-perusahaan asing mendapat kekayaan alam dari Indonesia sebesar Rp 2.000 trilyun/tahun. Seandainya MNCs atau perusahaan-perusahaan asing tersebut memberi sekitar Rp 10-20 trilyun kepada para komprador (kaki tangannya) di Indonesia mereka tetap jauh lebih untung, untung dan untung. Bagaimana rakyat ini bisa makmur?
Betapa bila nanti semua kekayaan alam di Indonesia telah dikelola sendiri oleh negara cq pemerintah, maka hutang yang menumpuk Rp 1.900 trilyun bisa dibayar hanya  dalam waktu setahun. Dan secara logika, APBN berikutnya dipastikan meningkat tiga kali lipat yang berasal dari hasil SDA asli Indonesia. Ya. Tanpa beban hutang sedikitpun!
Ayo, Nasionalisasi!
“Tatkala kekayaan alam suatu bangsa dikelola oleh pihak asing, maka alamat negara itu tidak bakalan maju dan tak akan mampu mensejahterakan rakyatnya, sebagai pemilik kedaulatan”
Cara lain yang bisa ditempuh adalah nasionalisasi setiap perusahaan asing di Indonesia. Misalnya Cuba sudah melakukan pada tahun 1960-an dulu, atau Venezuela, bahkan Arab Saudi sudah lebih dulu menasionalisasi perusahaan minyak Aramco era 1974-an dan  akhirnya meningkatkan pendapatan pemerintah secara besar-besaran sehingga bisa mendanai pembangunan ekonomi secara masif (Ensiklopedi MS Encarta).]
Memang Arab Saudi kaya akan minyak, akan tapi bukakah Indonesia bukan cuma punya migas saja? Ya,  Indonesia memiliki emas, tembaga, perak, mineral langka, hutan, kebun, sawah, dan laut yang luasnya 5 juta km, atau lebih dari dua kali lipat luas Arab Saudi.
Tatkala kekayaan alam suatu bangsa dikelola oleh pihak asing, maka negara itu tidak bakalan maju dan tak akan mampu mensejahterakan rakyatnya. Lihatlah negara-negara yang maju seperti AS, Inggris, Perancis, Jerman, Cina, Rusia, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Venezuela, Brazil dan sebagainya, mereka tidak mau menyerahkan kekayaan alamnya kepada pihak asing. Harusnya Pemimpin bangsa dan ekonom Indonesia berjuang agar Indonesia bisa mandiri dan mampu berdikari. Dibutuhkan good will dan political action untuk melakukan semua itu dari berbagai kalangan secara gegap gempita.
Revisi Pola dan Modus MP3EI
“Ubah pola yang salah ,  termasuk ketergantungan terhadap utang dan modal asing”
Segala nada miring dan suara sumbang atas MP3EI hendaknya dijadikan cambuk sekaligus revisi guna perbaikan pola tranformasi ekonomi Indonesia. Jangan timbul anggapan, bahwa susah-susah negara membangun kereta api batu bara di Kalimantan, ternyata pengelola tambangnya justru perusahaan asing semua. Pemerintah membangun kereta api cepat Jakarta - Banyuwangi hanya untuk mempermudah investor tambang emas dan explorasi Blok Cepu. Atau kita berencana membangun tol lintas Sumatra, jangan-jangan hanya untuk menguntungkan MNCs yang rencana mengeksplorasi migas di Aceh, emas di Medan dan lainnya.
Maka pemerintah harus lebih jeli atas pola yang hanya menitik beratkan pembangunan infrastruktur, tanpa menambah jumlah BUMN yang berproduksi pada tiap-tiap sektor strategis. Ubah pola yang salah , termasuk ketergantungan terhadap utang dan modal  asing sebagai penyertaan MP3EI dalam patnership nanti.
Demikian adanya, demikan sebaiknya.
Ahmad Farhan, Konsultan teknik dan pertambangan 
Sumber:                                            
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=mp3ei&source=web&cd=1&ved=0CDIQFjAA&url=
http%3A%2F%2Fjdih.ristek.go.id%2F%3Fq%3Dsystem%2Ffiles%2Frencana-kebijakan%2F3427897032.pdf&ei=TH5fT8SlOdHIrQfl-nzBQ&usg=AFQjCNHzOfHHSTroqT4AyYJdA2UJeJs12w&cad=rja
http://money.cnn.com/magazines/fortune/global500/2011/full_list/index.html
http://mep.ugm.ac.id/index.php/8-news/69-kuliah-umum-sosialisasi-mp3ei

PLIS DEH PAK BEYE, JANGAN BUNUH KAMI PELAN-PELAN!




Istri saya langganan kerupuk dengan harga yang tetap sama, tetapi ukurannya makin lama makin mungil. Setelah diingat-ingat ukurannya sudah setengah dari tahun lalu. Harga beras di pasaran sekarang sekitar Rp 9.000-10.000 per kilo padahal tahun lalu masih bisa Rp 6.000-7.000. Kata teman saya jangan bicara Raskin, itu mah tidak layak dimakan manusia! Ini belum termasuk BBM yang mau naik dan sekian banyak kebutuhan pokok (sekali lagi, KEBUTUHAN POKOK) yang terus ‘pindah harga‘.
Dalam sebuah wawacara sebuah televisi,  Ichsanuddin Noorsy mengatakan boleh saja harga BBM naik mengikuti harga dunia, tetapi pendapatan rakyat (terutama yang kelas bawah) harus sudah ‘kelas dunia’ juga. Itu baru adil! Dia juga mengatakan, jangan lihat sepotong-sepotong masalah BBM dan energi. Cek dulu penyebab utama kisruh ini, janganlah beratnya subsidi dari APBN menjadi alasan. Sangat benyak PR Pemerintah yang belum dikerjakan dengan baik mulai hulu sampai hilir, dari kebijakan, regulasi sampai kegiatan operasional. Apakah adil Pemerintah yang bermasalah, rakyat yang harus nanggung akibatnya?
Rakyat kebanyakan lebih ngerti masalah harga yang terus naik. Pendapatan relatif tetap bahkan mungkin turun, sehingga daya beli merosot. Singkatnya hidup semakin susah. Mendapat penghasilan yang haram saja sulit, apalagi yang halal.
Apakah masih punya arti indikator makro seperti GDP Indonesia terus naik, inflasi terkendali, peringkat investasi naik, kinerja ekspor baik, cadangan devisa mencapai rekor tertinggi, perdagangan saham prospektif? Di sisi lain, sebagian besar rakyat merasa makin susah hidupnya, kesenjangan makin lebar. Pendapatan mungkin ada kenaikan, tetapi tidak mampu mengejar harga-harga KEBUTUHAN POKOK yang makin melambung!
Ini belum termasuk biaya pendidikan yang ‘aneh’. Sekolah SD sampai SMA di negeri memang gratis, tetapi orang tua tetap hanya harus banyak keluar duit banyak untuk LKS, biaya inu biaya ino dan sejumlah pos pengeluaran ‘jadi-jadian’ lain. Keajaiban terus berlanjut ke jenjang pendidikan tinggi, mosok masuk PTN lebih mahal biayanya daripada masuk PTS? Apakah, PTN pengen nongol di Guinesss Book of Record sebagaiFrankenstein?
Apalah artinya Indonesia menjadi teladan pembayar hutang terbaik, anggota WTO yang patuh, motor penggerak Masyarakat Ekonomi Asean 2025 tetapi rakyatnya akan mati pelan-pelan? Apa maknanya Reformasi politik, bila jaman Orde Baru harga bahan pokok lebih terjaga? Apa untungnya pesta demokrasi menyedot APBN dan APBD dalam jumlah besar jika untuk jadi penjabat negara harus tetap keluar banyak uang dan kemudian memutar otak supaya segera balik modal yang berujung dituduh korupsi?
Potret buram transportasi juga makin memilukan. Kalau tidak salah yang meninggal dalam kecelakaan transapoartasi per tahun mencapai puluhan ribu orang. Itu berarti lebih dahyat dari terorisme! Kalau sudah begini siapa yang harus lebih disalahkan? Supir yang lalai dan ungal-ugalan karena harus mengejar setoran? Pengusaha bis yang menyunat biaya pemeliharaan karena harus bayar biaya regulasi dan ‘siluman’ yang luar biasa besar? Ataukan Aparat yang korupsi dan melakukan pungli?

Jika mau ditelaah sebab-akibatnya musibah transportasi, siapakah yang harus dituntut dengan hukuman terberat di depan pengadilan dunia dan akhirat. Apakah supir yang stres karena pendapatannya tidak sesuai dengan kebutuhan layak minimum. Apakah pengusaha bis yang harus balik modal dan untung dengan menekan biaya operasi dan pemeliharaan. Aparat yang sudah punya gaji tapi masih melakukan korupsi dan pungli? Ataukan para pejabat Negara di level tertinggi yang punya kewenangan mengelola transportasi di Indonesia? Siapa yang paling banyak tidak mengerjakan PR-nya?
Kami rakyat miskin dan hampir miskin, menurut BPS jumlahnya mencapai puluhan juta orang. Tidak peduli bahwa harga mobil Hummer Melinda Dee dan apartemen mewah di Senayan mencapai miliar, tas Hermes yang jutaan, sekali makan di Hardrock Cafe bisa ratusan ribu. Kami juga sebodo amat kasus Century dan Wisma Atlit dituntaskan ato tidak, pernikahan Ibas-Aliya di Istana Cipanas dengan biaya berapa pun. Masalah korupsi terus menjadi headline di media. Kami ga peduli.
Kami juga ga ngaruh dengan MP3EI yang menargetkan Indonesia tahun 2025 mo jadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia dengan pendapatan per kapita USD 14.000. Dan pada tahun 2045 (seratus tahun kemerdekaan) menjadi 8 besar dunia dengan pendapatan per kapita USD 44.000. Kagak urusan banget deh!
Tapi mayoritas kami akan kena sakit jantung ato stres, ato kena banyak macam penyakit jika harga kebutuhan pokok ga karuan. Habis gitu, kalau sakit juga mahal sekale biayanya. Sembuhnya belum tentu, biayanya tidak bisa dibayar dari 1 tahun gaji. Ada banyak cerita keluarga pasien yang meninggal, sudah nelongso kehilangan nyawa tabatan hati, masih harus pusing 7 keliling bayar biaya ‘kematian’!
Oleh karena itu Pak Beye dan anggota DPR yang terhormat, JANGAN naikan harga BBM dengan kondisi kami seperti ini. Kendalikan, bahkan kalo perlu TURUNKAN, harga kebutuhan pokok. Karena semua itu sama artinya dengan membunuh kami pelan-pelan. Kalaupun Bapak dan Ibu yang termuliakan tetap ngotot menaikkan harga BBM dan tidak bersedia mengendalikan harga kebutuhan pokok. Kami akan dengan legowo menerimanya, asalkan PENDAPATAN pak Beye, para Menteri, pada anggota DPR SAMA DENGAN upah minimum yang telah diputuskan oleh Pemerintah atau setidaknya sama dengan Gaji PNS yang terendah. Itu baru adil!

Jangan bikin kami makin merana lagi. Sebagian dari kami yang frustrasi bisa saja melakukan segala cara untuk tetap hidup. Semut-semut dan nekad bisa mati di telinga Gajah budeg yang juga menjadi mayat!

Jumat, 16 Maret 2012

Menurut Bung Karno, Papua Sudah menjadi NKRI walaupun Tanpa PEPERA.



Salah satu pemicu konflik di Tanah Papua adalah pemahaman tentang SEJARAH integrasi Papua. Selama ini, masalah inilah (sejarah integrasi Papua) yang menjadi pemicu munculnya sikap saling curiga antara aktivis Papua dengan Pemerintah Indonesia.
Padahal sejarah integrasi dimaksud sudah SANGAT JELAS, tertulis dan terdokumentasikan secara resmi hingga ke badan dunia PBB.
Karenanya, sangat mudah untuk menarik sebuah kesimpulan bahwa suasana saling curiga itu memang sengaja dimuculkan sebagai bagian dari upaya sistematis untuk melepaskan Papua dari NKRI. Oleh siapa? Oleh Belanda. Aktivis Papua hanya operatornya, tetapi aktornya tetap Belanda dengan pola lama: devide et impera. Mengapa Belanda? Inilah alasannya :

 Setelah berbagai upaya yang dilakukan pihak Belanda pada masa lalu, baik melalui operasi intelijen maupun invasi militer (ingat, Belanda pernah mengerahkan kapal induknya Karel Dorman ke wilayah perairan Papua awal 1960-an), juga melalui upaya diplomasi dan negosiasi, hasilnya selalu KALAH. Maka digelarlah REFERENDUM (Pepera 1969) yang hasil akhirnya justeru semakin memastikan Belanda harus angkat kaki dari Tanah Papua.
Maka kini, pihak Belanda hanya bisa mencari-cari dalih untuk mengobati luka sejarahnya yang dipecundangi Indonesia, dengan cara MENGGOYANG SEJARAH integrasi Papua. Para aktivis Papua tanpa sadar telah digiring oleh propaganda Belanda dan sekutunya untuk mengembalikan status politik wilayah Papua ke titik nol. Sasaran yang paling empuk adalah mensuport tokoh gereja seperti Pdt.Socratez Sofyan Yoman, mantan napi Benny Wenda serta Mako dan Buchtar Tabuni, tokoh adat Forkorus Yaboisembut dll, untuk terus-menerus mempersoalkan mekanisme PEPERA yang tidak sesuai mekanisme baku internasional one man one vote.
Pada bagian diatas sudah diuraikan bahwa salah satu pemicu munculnya sikap saling curiga antara Papua dan Jakarta yakni adanya pemahaman yang berbeda tentang SEJARAH INTEGRASI PAPUA ke dalam NKRI. Padahal sejarah integrasi dimaksud sudah SANGAT JELAS, tertulis, dan terdokumentasikan secara resmi hingga ke badan dunia (PBB).
Dan bahwa sikap saling curiga itu memang sengaja diciptakan dan dipelihara oleh kelompok-kelompok kepentingan tertentu baik dari luar maupun dari dalam negeri untuk melepaskan Papua dari NKRI.
Pada bagian kedua ini akan diuraikan beberapa prinsip dasar yang melatari argumen penulis bahwa jauh sebelum Pepera 1969, Papua sudah menjadi bagian yang sah dari NKRI.
1. Azas Uti Possedetis Juris :
Azas ini diakui dalam hukum internasional dan sudah dipraktikan secara luas di berbagai negara. Azas ini pada intinya mengatur bahwa batas wilayah negara bekas jajahan yang kemudian merdeka, mengikuti batas wilayah sebelum negara tersebut merdeka.
Konsekuensi logisnya, Papua Barat (West Papua) otomatis beralih statusnya menjadi bagian wilayah Republik Indonesia sejak saat proklamasi 17 Agustus 1945. Peta di bawah ini memperkuat argumen di atas :
Peta pembagian wilayah jajahan atas Pulau Papua
Sejak tahun 1866 Pulau Papua berada dalam penjajahan 3 (tiga) negera Eropa, yakni : Belanda, Inggris dan Jerman.
Bagian sebelah timur Pulau Papua -yang oleh bangsa Eropa lebih dikenal dengan nama Papua New Guinea dikuasai oleh Jerman dan Inggris. Setelah melalui Trustee PBB /Trust Territory of new Guinea, kedua wilayah tersebut lalu dipercayakan kepada Australia dan Administrasinya dijadikan satu dalam Territory of Papua New Guine.
Sedangkan bagian barat Pulau Papua -yang oleh bangsa Eropa lebih dikenal dengan nama West Papua- dikuasai oleh Belanda dan diberi nama Netherland New Guinea.
Penentuan tapal batas ketiga wilayah kekuasaan itu (antara wilayah Jerman dan Belanda dan antara Jerman dan Inggris di Pulau Papua) dikuatkan melalui Deklarasi Raja Prusia tanggal, 22 Mei 1885. Dengan deklarasi ini dan juga karena tidak ada klaim dari pihak lain maka status Papua bagian barat sah sebagai milik Belanda dan tidak perlu menunggu pengakuan dari siapapun.
Tanggal 17 Maret 1910 Belanda menetapkan Hollandia (sekarang Jayapura) sebagai ibukota Nederland Nieuw Guinea. Nama ibukota itu (Hollandia) diberikan oleh Kapten Sachse. Kota pantai dengan geografinya yang berteluk itu sangat mirip dengan garis pantai utara negeri Belanda. (Hollandia dari kata Hol = lengkung atau teluk, dan Land = tanah). http://www.indotoplist.com/
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hindia Belanda memproklamasikan kemerdekaannya menjadi Negara Indonesia. Indonesia pun menuntut semua wilayah bekas Hindia Belanda sebagai wilayah KEDAULATAN-nya. Artinya, secara de jure, (dengan mengacu pada azas Uti Possedetis Juris tesebut) sejak 17 Agustus 1945 wilayah bagian barat Pulau Papua (West Papua atau Nederland Nieuw Guinea) resmi menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan wilayah Negara Indonesia.
Namun dalam pelaksanaannya (sebagaimana isi pidato Bung Karno di atas), Belanda belum rela melepas Irian Barat. Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat sebagai negara terpisah dengan alasan adanya perbedaan etnis. Keengganan Belanda melepaskan Papua juga karena ada pusat pemerintahannya di Hollandia (Jayapura) yang topografinya sangat mirip dengan pantai utara Belanda itu. Ketidak-ikhlasan Belanda melepaskan wilayah Papua inilah yang kemudian membawa status politik wilayah Papua harus melalui perjalanan panjang di berbagai fora, sepert Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Perjanjian New York (1962), Pepera (1969), dan finalisasinya dalam Sidang Majelis Umum PBB tanggal 19 November 1969.
2. Daftar Dekolonisasi :
Di kalangan aktivis Papua saat ini berkembang sebuah argumen bahwa kekuasaan Hindia Belanda atas Indonesia secara total berakhir dengan adanya invasi Perang Dunia ke-2 oleh Jepang. Artinya Indonesia merupakan wilayah pendudukan Jepang yang tidak ada hubungan apapun lagi dengan Kerajaan Nederland. Wilayah Papua yang diduduki Jepang, dibebaskan pada tahun 1944 (setahun sebelum Indonesia merdeka), kemudian dikembalikan pengurusannya kepada Belanda (NICA) oleh tentara sekutu, sehingga tidak ada alasan untuk mengklaim wilayah West Papua sebagai bagian wilayah Indonesia.
Argumen itu seakan mendapat dukungan dengan keberadaan Program Dekolonisasi PBB tahun 1946 yang disahkan dengan Resolusi Majelis Umum PBB No. 66, tanggal 14 Desember 1946. Resolusi itu memuat Daftar Dekolonisasi (Daftar Wilayah Jajahan Yang Harus Dimerdekakan). Terdapat 72 (tujuh puluh dua) wilayah koloni yang oleh Majelis Umum PBB dinyatakan sebagai ‘Non Self-Governing Territories’ atau wilayah tak berpemerintahan sendiri yang harus dimerdekakan, termasuk Papua, Malaysia dan Timor Timur.
Argumen di atas tentu saja sangat mudah dipatahkan dengan mengacu pada bukti-bukti sejarah, antara lain :
a. Jika benar kekuasaan Belanda atas Indonesia berakhir dengan adanya invasi Perang Dunia ke-2 oleh Jepang tahun 1942, lantas mengapa harus ada perundingan Linggarjati di Kuningan, Jawa Barat tanggal 11-12 November 1946 serta Perjanjian Renville tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta? Kedua perjanjian itu pada prinsipnya sama, yakni penyerahan kekuasaan dari Belanda ke Republik Indonesia secara bertahap (wilayah Sumatera dan sebagian Jawa). Jika kekuasaan Belanda sudah berakhir tahun 1942, lantas dalam kapasitas apa Belanda hadir sebagai para pihak dalam kedua-perundingan itu?
b. Ketika Konferensi Meja Bundar tengah berproses, Kerajaan Belanda melakukan tindakan hukum yang sangat monumental. Yakni pada tanggal 19 Pebruari 1952, Belanda memasukan Irian Barat sebagai wilayah Kerajaannya dalam Undang-Undang Dasar mereka. Bagaimana dengan program Dekolonisasi PBB yang memasukan West Papua sebagai ‘Non Self-Governing Territories’ atau wilayah tak berpemerintahan sendiri yang harus dimerdekakan?
Inkonsistensi sikap
Sikap-sikap inkonsisten Belanda inilah yang membuat Bung Karno geram. Maka tak heran jika Bung Karno kemudian menggalang kekuatan dari negara-negara Asia-Afrika, dan mengutus Jenderal AH. Nasution ke Moskwa pada Desember 1960 untuk mengadakan perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai 2,5 miliar dollar dengan persyaratan pembayaran jangka panjang. Setahun kemudian, di alun-alun Utara Yogyakarta Bung Karno mengumandangkan Operasi Trikora (19 Desember 1961).
Perjuangan Bung Karno ini membuahkan hasil. 15 Agustus 1962 Indonesia-Belanda menandatangani New York Agreement yang difasilitasi PBB. Sesuai persetujuan New York itu, Belanda menyerahkan kekuasaan atas Irian Barat kepada PBB. Untuk maksud itu, dibentuklah Badan Pemerintahan Sementara PBB (UNTEA).
Pengambil-alihan pemerintahan di Irian barat oleh UNTEA ini tercatat dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 1752 tanggal 21 September 1962. Maka tanggal 1 Oktober 1962 secara resmi berlangsung penyerahan kekuasaan dari Pemerintahan Belanda kepada UNTEA dibawah pimpinan Administrator Jose Rolz Bennet yang tidak lama kemudian diganti oleh Dr. Djalal Abdoh. Tanggal 31 Desember 1962 bendera Belanda diturunkan dari wilayah Papua Barat dan sebagai gantinya dikibarkanlah bendera Indonesia berdampingan dengan bendera PBB (UNTEA).
31 Desember 1962 bendera Belanda diturunkan, digantikan oleh Bendera Merah Putih mendampingi bendera PBB (UNTEA)
Februari 1963 Sekretaris Jenderal PBB ke Jakarta dan Jayapura untuk memperjelas bahwa PBB akan menjamin kelancaran proses alih kekuasaan dari UNTEA kepada Pemerintah Indonesia. Sekjen PBB kemudian mengirimkan utusan untuk menerima pemerintahan di Irian Barat. Secara berangsur-angsur pegawai bangsa Belanda meniggalkan Irian Barat, dimana hingga Maret 1963 praktis hampir semua jabatan dalam pemerintahan UNTEA telah berada ditangan bangsa Indonesia, kecuali jabatan-jabatan tertentu dan vital yang terus dipegang oleh petugas PBB bangsa lain hingga pada akhir masa tugas UNTEA di Irian Barat, 1 Mei 1963.
Tiga hari kemudian, tepatnya 4 Mei 1963, Bung Karno tiba di Papua. Dan di Kota Baru yang sebelumnya bernama Hollandia, ibukota Nederland Nieuw Guinea (sekarang Jayapura) suara Bung Karno membahana ke seluruh Tanah Papua :
“…Dan apa yang dinamakan tanah air Indonesia? Yang dinamakna tanah air Indonesia ialah segenap wilayah yang dulu dijajah oleh pihak Belanda, yang dulu dinamakan Hindia Belanda, yang dulu dinamakan Nederlands Indië. Itulah wilayah Republik Indonesia. Dengarkan benar kataku, itulah wilayah Republik Indonesia. Itu berarti bahwa sejak 17 Agustus 1945 Irian Barat telah masuk di dalam wilayah Republik Indonesia. Apa yang belum terjadi? Karena penjajah Belanda di Irian Barat sesudah proklamasi itu masih berjalan terus, maka Irian Barat belum kembali termasuk di dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Sehingga kita punya perjuangan yang lalu ialah Saudara-Saudara perhatikan benar-benar, bukan memasukan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Kesalahan ini masih kadang-kadang dibuat. Orang masih berkata, berjuang memasukan Irian Barat kembali ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Tidak!
Irian Barat sejak 17 Agustus 1945 sudah masuk dalam wilayah Republik Indonesia. Orang kadang-kadang berkata, memasukan Irian Barat ke dalam wilayah Ibu Pertiwi. Salah! Tidak! Irian Barat sejak daripada dulu sudah masuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia…”
(Dikutip dari Pidato Bung Karno di Kota Baru, Jayapura, tanggal 4 Mei 1963)

Saat Warga Ghana Rindu Sukarno


WARGA dan keturunan Ghana di Ohio University, Athens, Amerika Serikat (AS), merayakan ulang tahun kemerdekaan ke-55. Acaranya sederhana. Tak ada kembang api yang memekakkan telinga. Tak ada aneka lomba dan pertandingan. Mereka hanya menyewa ruangan kecil, kemudian bersama memotong kue, lalu makan bersama. Ada pula hiburan ala kadarnya. Di tengah acara tersebut, tiba-tiba saja terselip kekaguman seorang warga Ghana pada sosok Sukarno. Saya merasa sangat bangga.Tadinya, saya hanya sekadar berkunjung. Bersama beberapa mahasiswa internasional, saya datang menghadiri undangan. Mahasiswa asal Ghana itu menyapa dengan hangat, lalu mengajak bercerita, sebagaimana layaknya sahabat akrab. Mereka sangat ramah kepada siapa saja. Beberapa di antara mereka adalah sahabat akrab di kampus. 
Di tengah-tengah perayaan kemerdekaan Ghana yang ke-55, saya tiba-tiba saja berbincang dengan intelektual Ghana di Ohio, Dr Albert Akyeampong, ia tiba-tiba menyebut nama Sukarno dengan penuh kekaguman. Ia mengatakan Sukarno adalah api terang yang pernah membakar bara perlawanan bangsa-bangsa Afrika pada kolonialis.
Di negeri yang amat jauh dari tanah air ini, saya tiba-tiba saja merindukan Sukarno. Dr Akyeampong mengingatkan persahabatan abadi antara pendiri dan presiden pertama Ghana yakni Dr Kwame Nkrumah. Masih kata intelektual Ghana ini, Sukarno bersama Nkrumah pernah mencatat sejarah paling brilliant sebagai pemimpin negara dunia ketiga.
Saat perayaan kemerdekaan Ghana di Athens 
Bersama tokoh lainnya yakni Nehru (India), Gamal Abdul Nassser (Mesir), dan Tito (Yugoslavia), mereka mengadakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung dan menjadi momen bersejarah yang kemudian menggelorakan semangat bangsa Asia Afrika untuk bangkit melawan penjajahan.
“Harap dicatat. Saat itu Ghana belum berdiri. Tapi Sukarno memberikan kepercayaan kepada Nkrumah untuk sama-sama berdiri sebagai pemimpin negara yang berdaulat. Mereka lalu menantang negara-negara maju yang saat itu sibuk berkonflik. Mereka mendeklarasikan kesepahaman bahwa bangsa-bangsa Asia Afrika mesti bangkit dari penjajahan dan tekanan bangsa asing. Bukankah itu luar biasa?” kata Dr Akyeampong.
Sebagai pendiri Ghana, nama Nkrumah memang sangat membekas di hati semua orang Ghana. Sebab pria itu bukan saja mendirikan Ghana, namun juga dicatat sebagai salah satu intelektual Ghana yang cemerlang di zamannya. Sebagai seorang penganut paham sosialisme, ia menulis banyak buku yang kemudian jadi rujukan. Di salah satu kelas yang saya ambil, buku Nkrumah berjudul Coensciencism: Philosophy and Ideology for De-Colonisation menjadi buku wajib untuk dibaca. Lewat buku ini, tergambar jelas betapa jernihnya pemikiran Nkrumah untuk bangsa Afrika. Jika Nkrumah menempati posisi istimewa, bagaimanakah halnya dengan Sukarno yang di masa silam sangat menjaga persahabatan dengan Nkrumah?
Salah seorang warga Ghana lainnya, Dr Goodwill, mengatakan, bahwa Sukarno pernah mengunjungi Nkrumah di Ghana. Saat itu, Sukarno disambut sebagai seorang pemimpin dunia. Semua orang mengelu-elukan kedatangan Sukarno sebagai pemimpin bangsa dunia ketiga.
Setelah mengecek pada beberapa kliping lama, kunjungan tersebut terjadi pada tanggal 16 Mei 1961. Saat Sukarno datang, ia disambut dengan 21 dentuman meriam sebagai tanda penghormatan. Menariknya, koran-koran Ghana menulis nama Sukarno dengan sebutan Presiden Ahmad Sukarno.
Memang, ia dan Nkrumah memiliki cara berpikir yang sama yang selalu merindukan pembebasan dari bangsa-bangsa yang disebutnya neo-kolonialisme dan neo-imperialisme. Sebagai pemimin dunia, Sukarno diajak melihat beberapa proyek strategis di Ghana selama beberapa hari kedatangannya. Ia memang dielu-elukan seluruh warga Ghana hingga namanya membekas hingga kini.
Peran Sukarno
Mengapa nama Sukarno begitu membekas di hati bangsa Afrika khususnya Ghana? Salah satu pengajar Ohio University, Prof Cambridge, punya jawabannya. Menurutnya, Sukarno telah menunjukkan satu peran yang sangat besar dalam hal memosisikan negara dunia ketiga, yang berada di belahan bumi selatan, demi menghadapi dominasi negara dunia pertama.
Ketika negara adi daya sibuk memperdebatkan siapa pemilik supremasi tertinggi, Sukarno telah memberikan peta jalan serta menyuntikkan semangat nasionalisme yang menyala-nyala. Indonesia bersama negara Asia-Afrika akan jadi satu kekuatan yang laksana air bah akan menjebol imperialism dan kolonialisme.
“Strateginya sangat hebat. Ketika utara dan utara saling bertarung, Sukarno menggalang kekuatan bersama Nehru dari India, dan Tito dari Yugoslavia untuk sama-sama mengkonsolidasikan negara Asia-Afrika demi menantang kaum kolonial. Dia sosok hebat, bukan hanya bagi Indonesia, melainkan bagi dunia,” kata Cambridge.
Puluhan tahun setelah sosok Sukarno meninggal, namanya masih saja dielu-elukan dan dibahas dengan penuh kekaguman. Dan setiap kali ada pembicaraan tentang Sukarno, saya akhirnya menyadari betapa pentingnya peran Sukarno dalam menorehkan nama bangsa di panggung internasional.
Indonesia memang butuh satu simbol yang kemudian menguatkan solidaritas bersama sekaligus memberikan rasa bangga pada bangsa Indonesia yang hendak berkiprah di level internasional.
Tapi, di saat bersamaan, saya juga miris karena negeri ini kehilangan satu sosok seperti beliau. Tak satupun anak bangsa yang punya kharisma, kiprah, serta mewarisi kecerdasan beliau dalam hal membawa bangsa ini terbang tinggi menjangkau mega-mega. Kita hanya dihadapkan pada sejumlah petualang politik yang hendak memperkaya diri di jalur politik.
Di saat bangsa kita kehilangan kebanggaan pada anak bangsa sendiri, kerinduan akan Sukarno akan terus berdenyut sepanjang sungai kesejarahan kita. Selagi kita dihadapkan pada sejumlah politisi tanpa visi, maka nama bangsa ini kian terpuruk di kancah dunia. Sungguh ironis sebab dahulu Sukarno sanggup mengisi ruang-ruang kosong kebanggaan tersebut, namun kita justru melupakannya. Sungguh bahagia kala mengingat nama Sukarno tetap berkibar hingga kini, namun langsung sedih saat menyadari bahwa tak satupun presiden yang bisa meniti di atas jejak yang diwariskannya.
Tapi, setidaknya hari ini saya diliputi kebanggan. Saya bangga karena nama Sukarno sangat membekas di hati bangsa Afrika. Meskipun di negeri sendiri, namanya sering hendak dilupakan.

Kamis, 15 Maret 2012

Pertemuan SBY-SETGAB Bukan Bahas Kenaikan Harga BBM



Artikel berikut mengulas wawancara Hendrajit (Direktur Eksekutif) dengan Radio El Shinta, Rabu 14 Maret malam, perihal seputar pertemuan SBY-Budiono dengan Setgab (koalisi 6 partai) di Cikeas soal kenaikan BBM. Berikut pointers yang tersimpulkan :

1. Pertemuan SBY dengan Setgab, apapun materi pembahasannya, apalagi soal BBM, jelas sepenuhnya otoritas keputusan Kabinet. Jadi, pertemuan melibatkan Setgab jelas menggambarkan adanya pemerintahan di dalam pemerintahan. 
2. Materi bahasan sesungguhnya, bukan kenaikan BBM, melainkan adanya soal Revisi APBN April 2012. Yang sesungguhnya mendorong rapat SBY-Setgab, karena ada dua keresahan di internal koalisi atas dua hal penting yang selama ini tidak disampaikan oleh pers.
A. Bahwa secara diam diam ada dibentuka staf khusus bidang keuangan, yang selama ini tidak ada. Dan merekrut ketuanya, dari salah satu birokrat kementerian keuangan. 
B. Ada pengetatan anggaran di semua kementerian, dengan membawa implikasi bahwa yang paling dirugikan dengan pengetatan anggaran tersebut adalah kementerian kementerian yang sifatnya tidak strategis dan diperuntukkan bagi para politisi partai yang perlu dikasih bonus politik atas dukungannya pada SBY. Seperti PPP, PKS dan PKB. Maka ga heran kalau saya bilang yang kemarin masih menentang kenaikan BBM adalah PPP dan PKS. 
Jadi, yang jadi dasar penolakan PPP dan PKS kemarin itu bukan menentang aspek ideologis di balik kebijakan kenaikan BBM. 
Simpulan: Pertemuan SBY-SETGAB kemarin bukan bahas soal kenaikan BBM, melainkan soal revisi APBN April 2012 yang substansinya mengganggu kepentingan dan proses bagi bagi uang di kalangan koalisi pemenang pemilu dan mungkin juga antara koalisi pemenang dengan oposisi.

Cina Tidak Punya Citra Ideologis



Ya, stereotip China sebagai negara yang mengabaikan ideologi apapun selain ideologi bisnis, sepertinya membuat China ‘sendirian’ secara politik. Namun, kekuatan ekonomi China jelas membuatnya memiliki banyak pendukung, minimalnya dari negara-negara yang anti-AS. China telah mendukung Iran dan Syria, tanpa ada kaitan ideologi, hanya sekedar hitunga-hitungan bisnis dan perimbangan kekuatan. Sikap pengabaian ideologi politik ini pula yang membuat China mampu masuk ke berbagai negara demi bisnis, termasuk Iran. Kekosongan investor Barat di bidang nuklir, eksplorasi minyak, transportasi, dan lain lain, di Iran, telah diisi oleh China. Kekuatan ekonomi China sedemikian pesat, seiring dengan semakin melemahnya kekuatan ekonomi Barat. Hal ini jelas mengganggu ‘harga diri AS’ yang selalu ingin superior. Karena itu, AS berkali-kali melancarkan tekanan dari banyak sisi, mulai dari ancaman agar mendukung sanksi yang lebih keras terhadap Iran, tekanan politik terkait isu Dalai Lama, sensor internet, atau HAM. Bahkan, tidak mempan dengan semua itu, akhir-akhir ini ancaman perang pun ditebarkan oleh AS.
Namun demikian, mengingat kedua negara memiliki senjata nuklir dengan jumlah yang sangat signifikan, saya lebih memilih percaya pada teori deterrence: mereka hanya saling gertak dan saling ancam saja. Selain itu, mengingat kekuatan militer dan ekonomi China yang sangat besar, AS tentunya berpikir panjang sebelum benar-benar menyerang. China bukanlah Irak, Afghanistan, atau Libya yang mudah ditaklukkan. Yang paling mungkin dilakukan AS mungkin adalah memicu proxy war, yaitu merancang perang antara China dengan negara-negara tetangganya, dengan AS sebagai dalangnya.

NUKLIR FUKUSHIMA: Demi AS, Jepang Khianati Rakyatnya




Masyarakat Jepang seperti dikutip dari laman ABC hari ini (19/01)marah bukan kepalang karena pemerintah Matahari Terbit membagi informasi soal radiasi Fukushima sepekan lebih cepat kepada militer Paman Sam.

Wali Kota komunitas Jepang yang tidak diungsikan meski berdekatannya dengan pabrik nuklir di Fukushima menyatakan tindakan pemerintah yang justru membagi info ke militer AS mirip dengan pembunuhan.

Beberapa jam setelah PLTN Fukushima bocor, radiasi dengan cepat mulai merambah wilayah Jepang.  Hanya beberapa kilometer dari lokasi kebocoran, rakyat desa Namie tergesa-gesa penuh Tanya berkumpul untuk mengungsi.

Karena ketiadaan informasi yang datang dari Tokyo, walikota Tamotsu Baba memutuskan untuk memimpin rakyatnya menjauh ke utara, sayangnya utara adalah arah datangnya debu-debu radiasi.

“Karena kami tidak mempunyai informasi, kami ternyata justru mengevakuasi rakyat ke daerah dimana tingkat radiasi tinggi. Saya sangat khawatir dengan kesehatan masyarakat. Saya merasa sakit di hati saya, tetapi juga marah atas tindakan buruk pemerintah," katanya.

Konyolnya, ketika orang-orang dari Namie dan masyarakat Jepang tidak mendapat informasi dari pemerintah Jepang tentang kemungkinan penyebaran radiasi hanya tiga hari setelah tsunami mengguncang PLTN Fukushima, Pemerintah Jepang justru menyerahkan prediksi penyebaran radiasi untuk militer AS.

Itaru Watanabe dari kementerian ilmu pengetahuan menyatakan tindakan pemerintah tersebut dimaksudkan untuk mengamankan dukungan AS dalam menangani krisis nuklir. Meski dia mengakui bahwa mungkin data yang sama seharusnya sudah dibagi ke masyarakat.

"Menurut panel pemerintah yang menyelidiki bencana, informasi tentang potensi penyebaran radiasi bisa diberikan kepada publik," katanya.

Kementerian ilmu pengetahuan, lanjutnya, harus mengatakan kepada masyarakat tentang kekuatan bencana nuklir. Tapi kita tidak memikirkan itu. Kami mengakui hal itu sekarang.

Sebagai salah satu pengungsi bencana PLTN Fukushima yang sampai kini terlunta-lunta, Tamotsu Baba menuduh pihak berwenang Jepang meninggalkan desanya dengan menahan informasi dan meninggalkan komunitasnya terpapar radiasi.

"Ini bukan bahasa yang bagus, tapi saya masih berpikir itu adalah tindakan pembunuhan," katanya.

Sedikitnya ada 20.000 penduduk dari Namie yang mungkin telah kehilangan rumah mereka dan anak-anak mereka yang mungkin terpapar radiasi akibat sebuah sistem yang dirancang untuk melindungi dan memperingatkan mereka ternyata telah gagal.

Sumber :www.bisnis.com

Rabu, 14 Maret 2012

Perang AS Melawan Terorisme = Perang AS Demi Minyak Dan Hegemoni






Ingat !! penyebab dan alasan untuk perang sering dikenang jauh berbeda daripada yang disebutkan atau dipahami secara luas pada awal konflik.
Amerika Serikat mewarisi ambisi imperialis Inggris. Mulai dari sekelompok koloni di "New England", mereka memperluas kekuasaan dengan mencuri tanah penduduk asli Amerika yang tinggal selama puluhan ribu tahun (membunuh jutaan dari mereka dalam proses perluasan kekuasaan tersebut). Mereka juga mencuri setengah dari Meksiko. Pada tahun 1898 Amerika Serikat mengembangkan program imperialisnya di luar negeri ketika mampu mencaplok Filipina guna memanfaatkan perusahaan-perusahaan Amerika yang ingin mengeksploitasi tanah dan rakyat. Sejak itu, Amerika telah mempertahankan sikap predator yang sama ke seluruh dunia. Ini tidak akan berhenti sampai mereka benar-benar menguasai seluruh dunia atau telah dihancurkan (atau menghancurkan dirinya sendiri).
Melompati sejarah panjang agresi imperialis AS terhadap negara-negara lain, kita dapat mencatat bahwa AS tidak pergi ke medan perang di Teluk Persia pada tahun 1991 untuk membebaskan Kuwait dari agresi Irak (yang duta besarnya untuk Irak, April Glaspie, telah memberikan lampu hijau) melainkan untuk memindahkan pasukan militer ke daerah tersebut dan untuk membangun pangkalan militer sehingga mampu melakukan kontrol lebih besar atas minyak di wilayah itu. Dalih menggulingkan "diktator jahat Saddam Hussein" adalah kebingungan sederhana.
Bush, Cheney dan Rumsfeld berbohong kepada rakyat Amerika ketika mereka berpura-pura marah atas tindakan diktator Irak tersebut (yang didukung AS sampai tahun 1991, termasuk penggunaan senjata kimia oleh Saddam terhadap suku Kurdi). Bahkan itu adalah kontrol dari minyak Timur Tengah yang merupakan motivasi utama dari rencana militer AS untuk wilayah tersebut.
"Musuh kita menyadari sepenuhnya bahwa mereka dapat menggunakan minyak sebagai senjata melawan Amerika. Dan jika kita tidak mencermati ancaman ini seserius bom-bom yang mereka kembangkan atau senjata yang mereka beli, kita akan berjuang Perang Melawan Teror dengan satu tangan diikat di punggung kita. "- Barack Obama, pidato, 28 Februari 2006
Dengan kedok deklarasi hipokrit "perang Pembebasan" untuk membebaskan Irak dari apa yang disebut Diktator Saddam Hussein Barat yang ternyata membunuh jutaan orang Irak tanpa pandang bulu, "perang untuk memburu Osama bin Laden, Al Qaeda dan Taliban "di Afghanistan yang ternyata membunuh ratusan ribu orang Afghanistan tanpa pandang bulu dan" perang kemanusiaan untuk "menyelamatkan" orang-orang Libya dari Barat yang disebut Dictator Gaddafi yang ternyata melakukan pembunuhan terhadap ratusan rakyat Libya tanpa pandang bulu dan sekarang Zionis dan operasi terselubung para imperialis pimpinan AS di Suriah, rezim-rezim peradaban barat pimpinan AS itu sebenarnya bertujuan untuk menduduki Irak, Afghanistan dan Libya dan melakukan kontrol terhadap cadangan minyak dunia dan perdagangan minyak internasional serta menguasai seluruh Timur Tengah dan Afrika dengan kekuatan militer mereka (dan akhirnya seluruh dunia).
Iran bisa menjadi target berikutnya ...!
Perang NATO Obama untuk Minyak di Libya
Bagaimana Anda menyebutnya ketika kekuatan penuh dari serangan udara AS / NATO digabungkan dengan dukungan politik bagi suatu kelompok pemberontak sampah masyarakat yang, ketika menang, berjanji untuk menyerahkan sumber daya minyak untuk para pendukung Baratnya? Sebuah perang untuk minyak.
Jangan lekas percaya bahwa dukungan AS untuk oposisi Libya adalah tentang kebebasan.
Menurut Robert Dreyfuss dalam artikelnya "Perang NATO Obama untuk Minyak di Libya" yang mencemoohkan hukum internasional dan akan jauh melampaui resolusi PBB yang mengizinkan upaya militer terbatas untuk melindungi warga sipil di Benghazi, sebuah keputusan yang dipromosikan oleh para pendukung hak asasi manusia di Gedung Putih dan oleh kaum liberal sesat seperti Juan Cole, pemerintahan Obama berada dalam tahap akhir untuk memaksakan perubahan rezim secara paksa terhadap pemimpin Libya, Muammar Qaddafi. Itu adalah operasi yang dengan sangat gembira didukung oleh para kleptocrat Teluk Persia, termasuk Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab, tidak ada satupun dari mereka yang sangat meinginkan kebebasan, tapi siapa yang merekayasa pengesahan Liga Arab atas serangan terhadap Libya.
Apakah kampanye AS / NATO dikoordinasikan dengan setiap pencapaian oleh para pemberontak? Dalam sebuah artikel di Washington Post belum lama ini, berjudul, “Allies guided rebels’ ‘pincer’ assault on capital,” kita belajar bahwa setiap inci dari pencapaian pemberontak itu difasilitasi oleh serangan militer oleh NATO. Ini mengutip juru bicara Pentagon: "Kami memiliki gambaran operasional yang baik di mana pasukan  tersusun di medan perang." Revolusi Beberapa!
Dan dengarkan ini. Dalam New York Times, dalam sebuah tulisan berjudul, “The Scramble for Access to Libya’s Oil Wealth Begins,” pemimpin pemberontak yang memimpin perusahaan oposisi minyak Libya, yang dibentuk dengan dukungan dari para kleptocrat Teluk Arab, mengatakan bahwa para pemimpin baru Libya, sebuah kombinasi dari pembelot kaya, Kepala Suku, dan Islamis, berencana untuk mendukung para pendukung NATO mereka ketika membagikan akses ke minyak Libya.
"Kami tidak memiliki masalah dengan negara-negara Barat seperti Italia, Perancis dan perusahaan Inggris. Tapi kami mungkin memiliki beberapa masalah politik dengan Rusia, Cina dan Brasil, "kata Abdeljalil Mayouf, juru bicara perusahaan minyak pemberontak Libya Agoco.
Times menunjukkan: "Rusia, Cina dan Brasil tidak mendukung sanksi yang kuat terhadap rezim Qaddafi, dan mereka umumnya mendukung akhir negosiasi untuk pemberontakan tersebut. Ketiga negara itu memiliki perusahaan minyak besar yang mencari penawaran (kerjasama) di Afrika. "
Oops....
Dan ini: "Kolonel Qaddafi terbukti menjadi mitra bermasalah untuk perusahaan minyak internasional, sering meningkatkan biaya dan pajak dan membuat tuntutan-tuntutan lainnya. Sebuah pemerintah baru yang memiliki hubungan dekat degan NATO dapat menjadi mitra lebih mudah bagi negara-negara Barat untuk bisa diajak bekerjasanma."
Syarif Hidayat, Mantan Wartawan Antara di Jakarta 

Selasa, 13 Maret 2012

Ringkasan Surat Wasiat Charlie Chaplin kepada putrinya Geraldine Chaplin






Geraldine putriku, aku jauh darimu, namun sekejap pun wajahmu tidak pernah jauh dari benakku. Tapi kau dimana? Di Paris di atas panggung teater megah… aku tahu ini bahwa dalam keheningan malam, aku mendengar langkahmu. Aku mendengar peranmu di teater itu, kau tampil sebagai putri penguasa yang ditawan oleh bangsa Tartar.

Geraldine, jadilah kau pemeran bintang namun jika kau mendengar pujian para pemirsa dan kau mencium harum memabukkan bunga-bunga yang dikirim untukmu, waspadailah.

Duduklah dan bacalah surat ini… aku adalah Ayahmu. Kini adalah giliranmu untuk tampil dan menggapai puncak kebanggan. Kini adalah giliranmu untuk melayang ke angkasa bersama riuh suara tepuk tangan para pemirsa.

Terbanglah ke angkasa namun sekali-kali pijakkan kakimu di bumi dan saksikanlah kehidupan masyarakat. Kehidupan yang mereka tampilkan dengan perut kosong kelaparan di saat kedua kaki mereka bergemetar karena kemiskinan. Dulu aku juga salah satu dari mereka.

Geraldine putriku, kau tidak mengenalku dengan baik. Pada malam-malam saat jauh darimu aku menceritakan banyak kisah kepadamu namun aku tidak pernah mengungkapkan penderitaan dan kesedihanku.

Ini juga kisah yang menarik. Cerita tentang seorang badut lapar yang menyanyi dan menerima sedekah di tempat terburuk di London.

Ini adalah ceritaku. Aku telah merasakan kelaparan. Aku merasakan pedihnya kemiskinan. Yang lebih parah lagi, aku telah merasakan penderitaan dan kehinaan badut gelandangan itu yang menyimpan gelombang lautan kebanggaan dalam hatinya.

Aku juga merasakan bahwa urang recehan sedekah pejalan kaki itu sama sekali tidak meruntuhkan harga dirinya. Meski demikian aku tetap hidup.

Geraldine putriku, dunia yang kau hidup di dalamnya adalah dunia seni dan musik. Tengah malam saat kau keluar dari gedung teater itu, lupakanlah para pemuja kaya itu.

Tapi kepada sopir taksi yang mengantarmu pulang ke rumah, tanyakanlah keadaan istrinya. Jika dia tidak punya uang untuk membeli pakaian untuk anaknya, sisipkanlah uang di sakunya secara sembunyi-sembunyi.

Geraldine putriku, sesekali naiklah bus dan kereta bawah tanah. Perhatikanlah masyarakat. Kenalilah para janda dan anak-anak yatim dan paling tidak untuk satu hari saja katakan: “Aku juga bagian dari mereka”.

Pada hakikatnya kau benar-benar seperti mereka. Seni sebelum memberikan dua sayap kepada manusia untuk bisa terbang, ia akan mematahkan kedua kakinya terlebih dahulu.

Ketika kau merasa sudah berada di atas angin, saat itu juga tinggalkanlah teater dan pergilah ke pinggiran Paris dengan taksimu.

Aku mengenal dengan baik wilayah itu. Di situ kau akan menyaksikan para seniman sepertimu. Mereka berakting lebih indah dan lebih menghayati daripada kamu.

Bedanya di situ tidak akan kau temukan gemerlap lampu seperti di teatermu. Ketahuliah bahwa selalu ada orang yang berakting lebih baik darimu.

Geraldine putriku, aku mengirimkan cek ini untukmu, belanjakanlah sesuka hatimu. Namun ketika kau ingin membelanjakan dua franc, berpikirlah bahwa franc ketiga bukan milikmu.

Itu adalah milik seorang miskin yang memerlukannya. Jika kau menghendakinya, kau dapat menemukan orang miskin itu dengan sangat mudah. Jika aku banyak berbicara kepadamu tentang uang, itu karena aku mengetahui kekuatan ‘anak setan’ ini dalam menipu…..

Geraldine putriku, masih ada banyak hal yang akan aku ceritakan kepadamu, namun aku akan menceritakannya di kesempatan lain.

Dan aku akhiri suratku ini dengan,

“Jadilah manusia, suci dan satu hati, karena lapar, menerima sedekah, dan mati dalam kemiskinan, seribu kali lebih mudah dari pada kehinaan dan tidak memiliki perasaan”.

Israel Rangking Pertama Melanggar HAM



Flag of Israel.svg         


Rezim Zionis Israel menduduki rangking pertama di dunia soal pelanggaran terhadap resolusi HAM terkait tahanan.

Kantor berita Wafa melaporkan, lembaga internasional "Sahabat Kemanusiaan" (Friends of Humanity International) dalam sebuah pernyataan, mengumumkan bahwa Israel menduduki peringkat pertama dalam hal pelanggaran resolusi-resolusi HAM dan konvensi internasional.

Lembaga tersebut dalam laporannya menambahkan bahwa sejak 30 bulan lalu, kondisi warga Palestina yang mendekam di penjara-penjara Israel di berbagai tingkat semakin memburuk.

Lembaga ini menilai kebijakan rezim Zionis Israel seperti menambah sel isolasi, tidak mengijinkan para tahanan untuk belajar, melarang masuknya kitab khususnya Al-Quran ke dalam penjara dan tidak membolehkan untuk mengakses televisi, merupakan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak para tahanan.

Lembaga Internasional itu meminta kepada masyarakat dunia, khususnya PBB untuk berusaha merealisasikan hak-hak bangsa Palestina. 

Mungkinkah Ada Keterlibatan CIA Dalam Sindikat Mafia Pajak di Indonesia


JIka benar.. pemalsu paspor Gayus, John Jerome Grice adalah CIA. Mungkinkah ada keterlibatan lain CIA dalam sindikat-sindikat mafia pajak di level pegawai muda perpajakan seperti DW??
Grice yang diburu polisi sebagai otak pemalsuan Paspor pun kini tidak ada kabar tertangkap/tidaknya...
Jadi teringat kawan diskusi saya, yang mengomentari kasus Gayus/mafia pajak sbb :
"This is the key subject in my view; once the Indonesians finally wake up to the real reality and starting to understand who and what is really controlling and running there entire Country "the hidden hand and shadow Government" then there is hope for Indonesiaall!ns after all !!


Senin, 12 Maret 2012

Waspadai Provinsial Reconstruction Team (PRT), Modus Operandi Kapitalisme Global Cengkram Pengaruh Terhadap Para Komprador Kapitalis Lokal



Diskusi Michel El Qudsi Leadership Centre (MLC) yang dikemas dalam program ReHAT, Rabu (7 Maret 2012) mengangkat topik tentang “infiltrasi asing, melalui kapitalis lokal” dengan pembicara Hendrajit (Direktur Eksekutif The Global Future Institute). Diskusi yang dipandu Idil Akbar, dihadiri lebih kurang 25 orang dalam berbagai kalangan.

Dalam pemaparannya, Hendrajit, menyoroti berbagai usaha kapitalisme dalam mencaplok dunia. Kapitalisme menurut Hendrajit, menggunakan berbagai macam cara, dari yang keras berupa unjuk kekuatan militer sampai yang paling halus memberikan upeti kepada sekutu-sekutunya di pemerintahan.

Meskipun penggunaan kekuatan militer masih dilakukan, tapi cara ini mulai dikurangi. Selain efeknya yang tidak terlalu signifikan, ancaman bagi kepentingan Amerika di berbagai belahan penjuru dunia justru meningkat. Kekuatan militer telah melahirkan perlawanan. Untuk menggantinya, Amerika pada era 70-an memperkenalkan Provincial Recontruction Team (PRT). Metode ini bukan penemuan baru, tapi menghidupkan kembali pola lama dengan cara-cara yang lebih modern. PRT bergerak lewat provinsi-provinsi dalam berbagai bidang. Tujuan utamanya adalah menjerat masyarakat agar tergantung kepada suatu kaum, golongan atau sekelompok orang. Masyarakat dibentuk menjadi "parasit". Hidup menumpang tidak punya pijakan. Tidak ada jiwa juang apalagi daya lawan. Menjadi mainan segelintir orang, terang Hendrajit.

Lebih lanjut Hendrajit menjelaskan bahwa operasional PRT mensyaratkan kepemilikan modal. Atau sekurang-kurangnya sosok berpengaruh di daerah. Entah itu berdarah biru, saudagar besar, jawara, agamawan, intelektual, paranormal, organisasi massa atau terutama lembaga swadaya (LSM) dst. Yang pokok suara sosok tersebut mampu "merekat"-kan masyarakat sekitarnya.

Kapitalis lokal menurut Hendrajit tidak hanya memainkan satu peran, tapi bergerak dalam beragam lakon, dengan tujuan utama, yaitu menguasai aset-aset strategis yang bisa manfaatkan. Munculnya kasus-kasus kekerasan lokal tidak dapat dibaca sebatas konflik horizontal semata, tapi harus dilihat sebagai upaya terselubung untuk menguasai daerah tersebut. Karena itu, patut dicurigai setiap pihak yang bersebrangan dalam konflik lokal, sebab jangan-jangan mereka digerakkan oleh satu dalang.

Diakhir diskusi, menjawab pertanyaan peserta diskusi, Hendrajit berpesan, agar anak-anak muda tidak terlibat dalam mainan orang lain, sebab settingnya bukan untuk menjaga idealisme, tapi justru melestrarikan pragmatisme yang tidak pernah disadari oleh anak-anak muda sendiri. Mengapa? Karena kekuatan kekuatan kapitalisme Global yang dimainkan melalui para kompradornya di Indonesia, selalu mengelola dan memainkan tema-tema yang berobah-robah, meski tetap dalam skema dan hajatan yang sama. Mencari lahan sumberdaya alam yang sebanyak mungkin dengan mengeluarkan biaya seminimal mungkin. (TGR/MLC)


Isu Mazhab di Syria: Bonus Buat Israel



 

Menganalisis Syria, buat sebagian orang, termasuk saya, terasa agak sensitif. Aroma mazhab menguar dengan kental, sehingga seolah-olah publik dipecah dua. Pendukung Syria diidentikkan dengan orang-orang Syiah, seolah-olah Bashar Assad adalah penganut Syiah yang taat dan harus dibela habis-habisan. Padahal, faktanya Assad adalah pemimpin yang sekuler. Dia penganut Syiah Alawi, mazhab yang berbeda jauh dengan Syiah ala Iran yang sangat patuh pada garis komando ulama.  Jadi, Assad bukanlah pendukung Wilayatul Faqih (pemerintahan ulama di Iran). Fakta bahwa Syria berhubungan baik dengan Iran lebih ke faktor geopolitik, bukan mazhab. Sebaliknya, orang-orang Sunni lebih cenderung percaya pada pemberitaan betapa kejamnya Bashar Assad yang tega membunuhi rakyat sendiri, terutama membunuhi para aktivis Islam non-Syiah. Bahkan ada yang menilai Assad itu lebih kejam dari Israel.

Pertanyaan saya, mengapa kaum muslimin tidak keluar dari pengotak-kotakan seperti ini? Konflik di Syria sangat jelas, bukan konflik antarmazhab. Lalu mengapa publik harus berpihak pada salah satu pihak dengan landasan mazhab? Situasi perpecahan seperti inilah yang justru menjadi bonus buat Barat. Mereka ingin menggulingkan Assad demi kepentingan mereka. Namun, kekuatan propaganda mereka telah memberi keuntungan lain: semakin terpecahnya umat Islam. Alih-alih berdiri di barisan yang sama untuk menentang satu musuh bersama: aliansi AS-Israel-NATO, umat Islam malah saling tuduh.

Saya ingin mengutip satu dari sekian banyak analisis yang ditulis pengamat Barat anti-perang. Mereka ini dengan jernih berusaha mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di Syria, lepas dari urusan agama. Prof. Michel Chossudovsky adalah salah seorang pengamat politik Timur Tengah yang aktif menulis tentang Syria. Motivasinya sederhana saja: mencegah perang, karena perang hanya akan merugikan warga dunia pada umumnya. Perang hanya menguntungkan segelintir elit politik dan para industrialis perang (penyedia senjata, juragan minyak, dll).

Dalam tulisannya ‘Syria: NATO's Next Humanitarian War', Chossudovsky mengkompilasi data-data yang dia dapatkan dari sumber-sumber Barat sendiri, yang membuktikan bahwa kerusuhan di Syria (yang disebut media Barat sebagai ‘gerakan protes damai') adalah sebuah rekyasa yang dilaksanakan sejak lama oleh aliansi AS-NATO- Israel (apa tujuannya, bisa dibaca di tulisan saya sebelumnya "Syria: Prahara di Negeri Pengungsi"). Menurut Chossudovsky,  aksi ‘protes' di Syria tidak lahir dari perpecahan politik internal sebagaimana dideskripsikan oleh media mainstream media. Memang benar, Syria bukan negara surga di mana semua rakyatnya berada di satu kubu. Namun, kekuatan oposisi tidaklah mengakar luas di tengah rakyat sampai-sampai mampu memicu kerusuhan besar-besaran. Sejak awalnya, ini adalah hasil dari sebuah operasi rahasia intelijen AS dan NATO yang bertujuan untuk memicu kekacauan sosial dan mendestabilisasi Syria.

Chossudovsy menulis, sejak pertengahan Maret 2011, kelompok-kelompok Islamis bersenjata yang secara rahasia didukung oleh intel Barat dan Israel, mulai melakukan serangan-serangan terorisme, menembaki gedung-gedung pemerintahan, polisi, dan masyarakat sipil. Hal inilah yang kemudian juga diakui oleh Clinton dalam wawancaranya dengan BBC: Al Qaeda berada di balik serangan-serangan itu; dan ini menunjukkan absurditas kondisi di Syria, bahkan AS bersedia bekerjasama dengan Al Qaeda demi melengserkan Assad. Chossudovsky menyandarkan bukti dari pernyataannya ini pada laporan dari the Arab League Observer Mission. Selain itu, pemberitaan-pemberitaan dari media massa Barat sendiri menyinggung tentang kehadiran M16 (Dinas Rahasia Inggris) dan CIA di Syria. Misalnya Daily Star melaporkan bahwa AS, Inggris, dan Turki mensuplai para pemberontak dengan senjata, dan menyatakan bahwa ‘Syria mendukung Hizbullah dan hal ini mengancam Timur Tengah." Harian ini juga melaporkan bahwa Menteri Pertahanan Inggris mengkonfirmasi bahwa Inggris tengah menyusun rencana rahasia untuk memberlakukan no-fly-zone di Syria, namun perlu dukungan dari PBB. Tapi bila dukungan PBB tidak juga didapat, akan ada kondisi yang memaksa NATO bertindak. Daily Star juga mengutip narasumbernya yang memprediksi bahwa bahwa pertempuran di Syria akan lebih besar dan lebih berdarah daripada Libya.

Kini mari kita lihat sekilas apa yang ditulis jurnalis independen, Thierry Meyssan, yang sebelumnya aktif meliput langsung ke berbagai kawasan konflik dan memberikan laporan yang berbeda dengan media mainstream (misalnya, kisruh pemilu Iran tahun 2009, Meyssan melaporkan langsung situasinya dari Tehran dan menunjukkan berbagai kebohongan media mainstream, begitu pula konflik di Libya). Dalam laporan panjang di websitenya (www.voltairenet.com) , Meyssan menganalisis berbagai kebohongan yang dilakukan media mainstream.

Meyssan antara lain melaporkan bahwa dengan dukungan Rusia, tentara nasional Syria akhirnya menyerbu Homs pada 9 Februari, setelah semua upaya mediasi dengan pasukan pemberontak (yang menamakan diri Free Syrian Army/FSA)  gagal dilakukan. FSA akhirnya kalah dan mundur ke wilayah Emirat seluas 40 hektar yang langsung dikepung oleh tentara nasional, sampai akhirnya wilayah itu pun berhasil direbut tentara nasional pada tanggal 1 Maret. Namun ada yang tidak diberitakan media mainstream tentang kejadian di Emirat: pasukan FSA membantai orang-orang Kristen di dua desa, saat para mereka berupaya melarikan diri ke Lebanon. Alih-alih memberitakan realitas keji di Emirat, media mainstream malah terus menyebarluaskan kisah-kisah tentang kekejaman pasukan Assad kepada rakyatnya. Dan sebagaimana yang dulu terjadi dalam kasus Iran dan Libya, media-media yang bekerjasama bahu-membahu dalam propaganda ini adalah Aljazeera (Qatar), Al-Arabiya (Saudi Arabia), France24 (France), BBC (UK) and CNN (USA). Meyssan menyebut kesemuanya berada di bawah koordinasi dengan jurnalis Israeli.

Lalu, ada laporan lagi yang cukup membuat heboh dunia maya akhir-akhir ini, yaitu terbongkarnya video palsu soal kerusuhan di Syria, dilakukan oleh Danny Abdul Dayem (22 tahun, warga Suriah-Inggris). Dia bekerja sama Anderson Cooper dari CNN Amerika. Parahnya, video palsu yang menggunakan efek suara-suara bom dan letusan senjata, seolah-olah para aktivis sedang dibantai tentara nasional Syria itu, disebarluaskan juga oleh media mainstream.

Ada satu fakta menarik yang dilaporkan Meyssan dalam salah satu tulisannya, yaitu ternyata pemimpin FSA (=Pasukan Pembebasan Syria) adalah Aldel Hakim Belhaj. Siapa Belhaj? Dia adalah pemimpin Al Qaeda legendaris di Libya, menjabat sebagai Gubernur Militer di Tripoli.  Temuan Meyssan ini sejalan dengan penemuan Chossudovsky (dan kemudian juga diakui terang-terangan oleh Menlu AS, Clinton, bahwa Al Qaeda berada di tengah-tengah para pemberontak Syria).

Ada banyak lagi kejanggalan yang bisa ditemukan dalam konflik Syria, yang tidak perlu berkaitan dengan agama dan mazhab. Intinya, konflik Syria adalah sebuah rekayasa dari AS, NATO, dan Israel. Terlalu naif bila ada yang mengatakan bahwa mereka sedang berusaha menggulingkan Assad untuk membantu rakyat Syria yang tertindas. Ini adalah cerita lama yang berulang. Assad tidak pro Israel, mendukung Hizbullah dan Hamas, dan berbaik-baik dengan Iran. Semua faktor ini menjadi penghalang bagi ambisi Israel untuk menguasai Timur Tengah. Saat ini umat Islam menghadapi musuh yang sama dengan Assad, yaitu Israel. Sayang sekali, umat Islam justru sibuk saling tuduh dan tidak mau satu suara; hanya karena termakan propaganda media Barat. Bukan hanya rakyat awam. Sebagian pemimpin negara-negara Islam pun ramai-ramai mendukung Barat untuk menggulingkan Assad. Dan Israel pun tertawa, karena upayanya menggulingkan Assad berbuah bonus: perpecahan di kalangan muslim.

Terakhir, apa untungnya buat kita orang Indonesia mengamati kasus Syria? Silahkan membaca berbagai analisis yang menyebutkan bahwa skenario disintegrasi di Syria (dan Libya) sesungguhnya sedikit demi sedikit sedang diimplementasikan di Indonesia. Kecerdasan untuk melihat siapa musuh, siapa kawan, akan sangat bermanfaat bila kita tidak ingin negeri kita sendiri kelak hancur lebur seperti Syria atau Libya. 


Dina Y. Sulaeman - Pemerhati Masalah Internasional