Sabtu, 25 Februari 2012

Bung Karno muncul pada cover Time 23 Desember 1946

RUSHDY HOESEIN, 1 JANUARI 2007 







23 Desember 1946, 60 tahun yang lalu, Presiden Soekarno muncul sebagai Cover majalah Time. Cover Storynya oleh TIME Correspondent Robert Sherrod diceritakan : Soekarno seorang Indonesia dengan tinggi badan 5 ft 8 in, dengan wajah pribumi terhitung ganteng. Bahasa Indonesianya begitu baik sehingga mendapat julukan si Kamus Indonesia.

Dia adalah seorang Orator dimana Sherrod telah mengirim gambar untuk kulit muka. Pada gambar ini, tampak Soekarno sedang berpidato dihadapan 5.000 orang wanita. Pada umumnya dia berpidato sekitar 65 menit. Kadang dipakainya sebuah kaca mata baca untuk membaca sebuah tulisan. 
Saya belum pernah melihat seorang orator yang dengan mudahnya dan meyakin mempengaruhi para pendengarnya. Soekarno berpidato pada awal secara lambat dilanjutkan bagai sebuah senapan mesin. Terkadang dia menjulurkan jarinya kearah para pendengar, kemudian bertolak pinggang lalu mengurangi nada suaranya. 
Para pendengar yang penuh ketertarikan, tertawa bersamanya, serius mendengarkan, bersimpati padanya saat dikatakannya dirinya baru saja sembuh dari sakit sehingga perlu menggunakan mantel (mantel dilepas sesudah setengah jam kemudian). 
Salah satu pidatonya :”Idealnya kita memiliki mobil untuk setiap orang. Saya baru saja menerima surat dari seorang gadis yang bercita-cita menjadi pilot pesawat udara. Itu bagus, cantumkan cita-citamu setinggi bintang dilangit. Kita bisa tertawa, kita bisa makan, pada suatu hari nanti kita juga punya pakaian. Tapi cita2 kita sukar tercapai secara mudah. Kita harus berjuang untuk itu ! “. 
Pabila selesai berpidato, para pendengarnya menyanyikan sebuah lagu kebangsaan “Indonesia Raya” Nadanya mengambil dari lagu Boola, Boola. Refrainnya adalah : “Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku, Disanalah aku berdiri, menjadi pandu ibuku”….
Pada setiap akhir pidatonya, tangannya lalu dikepalkan dan dengan suara geledek diucapkannya : “Merdeka, Merdeka, Merdeka !”. Para pengikutnya segera mengikuti berteriak kata yang sama. 
Kata ini terpampang pada papan propaganda, seperti halnya “Heil Hitler” dalam propaganda Nazi. Soekarno saat itu diberi gelar “Bapak Kemerdekaan” 
Tulisan ini secara singkat juga menjelaskan riwayat hidup Soekarno, mulai dari masa kecil, mahasiswa ITB dan kemudian terjun kedunia politik, dan akhirnya jadi Presiden RI yang pertama.

Bung Karno, Charles Bywater Dan The Great Pacific War

Hendrajit, Executive Director of Global Future Institute  




(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((())))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((())))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))


Kadang dalam bacaan seorang yang jiwanya sudah ON, walau hanya sebuah novel, seseorang bisa terinspirasi dan muncul sebuah kesadaran baru untuk membuat sejarah. Inilah yang terjadi pada diri seorang pemuda usia 20-an, Bung Karno, yang kelak menjadi Proklamator dan Presiden Pertama RI.

Ini Dia, Charles Hector Bywater, penulis novel The Great Pacific War, yang memicu kesadaran baru Bung Karno, bakal meletuskan perang Pacific dan momentum bagi Indonesia untuk merdeka.
Bywater lahir pada 1884 dan meninggal pada 1940. Wartawan Perang yang menggeluti bidang angkatan laut ini, pada usia 19 memulai debutnya di harian The New York Herald. Dan pernah meliput perang Jepang-Rusia yang meletus pada 1904 dan dimenangkan Jepang pada 1905.

Sebelum menerbitkan novelnya yang inspiratif The Great Pacific War, Bywater bekerja di London sebagai analis data dan dokumen yang ada di angkatan laut kerajaan Inggris.

The Great Pacific War itu sendiri, meski hanya sebuah novel, ternyata isinya berupa prediksi mengenai kemungkinan pecah perang antara Amerika dan Jepang. Dan seperti sejarah membuktikan, ramalan Bywater benar adanya. Dan sejak 1925, diyakini Bung Karno kebenarannya, sehingga dalam berbagai kesempatan, Bung Karno mengatakan dengan penuh keyakinan bahwa ketika pihak Imperialisme Barat berperang dengan Jepang di kawasan Pasifik, nah saat itulah Indoensia akan menyatakan diri sebagai negara merdeka.

Dan menariknya lagi, selepas perang Dunia II, baik Jepang maupun Amerika Serikat sama sama menganggap penting dan bermanfaat sekali buku The Great Pacific War sebagai sumber utama dan sebagai bahan bagi penyusunan rencana strategi militer.
Bukan main. Justru sebuah novel, dan bukan sebuah Buku Teks Ilmiah, yang memicu kesadaran baru bagi seorang tokoh sekaliber Bung Karno.

Perlu Diselidiki Kebenarannya : Bantuan Asing Untuk Amandemen UUD 1945 dan Beberapa Paket Undang-Undang.

Tim Global Future Institute



(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((())))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((())))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

Sudah jadi perbincangan yang cukup santer di kalangan masyarakat ihwal adanya keterlibatan Amerika Serikat dalam mengatur dan mempengaruhi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI dalam penyusunan beberapa undang-undang terkait beberapa sektor strategis dan yang mempengaruhi hajat hidup masyarakat Indonesia. Termasuk penyusunan Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada 2002 lalu. Baik Amandemen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat.


Amandemen UUD 1945 Dibiayai Oleh National Democratic Institute (NDI) danUnited Nations Development Program (UNDP)?

Menurut beberapa informasi, untuk penyusunan Amandemen Undang-Undang Dasar, menurut rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Amandemen Pertama  = US$ 95 Juta.
2. Amandemen Kedua     =  US$ 45 Juta.
3. Amandemen Ketiga     =  US$ 35 Juta.
4. Amandemen Keempat = US$ 25 Juta.

Bantuan Asing Untuk Penyusunan Beberapa Paket Undang-Undang:

Untuk penyusunan Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, mendapat bantuan dari United States Agency for International Development (USAID) dan Bank Dunia, dengan bantuan anggaran sebesar US$ 40 Juta.

Untuk penyusunan Undang-Undang No.21 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan, mendapat bantuan dari Asian Development Bank (ADB) dengan Anggaran Sebesar US$ 450 Juta.

Untuk penyusunan Undang-Undang N0.7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air, mendapat bantuan anggaran dari Bank Dunia sebesar US$ 50 Juta.

Jaringan Laba-Laba George Herbert Walker Bush - James Baker Jalin Hubungan Gelap Dengan Saddam Hussein


Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute 

(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((())))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((()))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

Membaca Buku lama berjudul Spider WebThe Secret History of How the White House Illegally Armed Iraq, karya Alan Friedman sungguh asyik untuk dibaca. Tak ubahnya seperti thriller sebuah novel. Inti cerita, antara 1981-1991, George Herbert Walker Bush, secara diam-diam membantu rejim Saddam Hussein, untuk membendung ancaman Iran yang sejak 1979 dikuasai oleh Ayatullah Khomeini dengan kemenangan Revolusi Islam.

Menariknya, Yordania dan Itali, dalam skema Bush dan James Baker III, memainkan peran antara untuk memperlancar pengiriman senjata ke Irak, dan Itali menjadi basis perbankan melalui Bank bernama BNL, sebagai mesin uang tidak resmi dari pemerintah Amerika Serikat, untuk mendanai bantuan senjata rejim Saddam Hussein.

Tapi dasar Amerika, pada 1991, ketika Saddam diprovokasi untuk menginvasi Kuwait, Bush dan para kroninya yang semula menganak-emaskan Saddam, sontak malah berbalik arah memusuhi bekas bonekanya tersebut.

Dalam skema politik luar negeri siluman ala Amerika tersebut, modus operasi tersebut melibatkan beberapa perusahaan dan broker perdagangan senjata yang mana personilnya direkrut dari kalangan berlatarbelakang CIA dan badan intelijen Pentagon DIA.

Dalam menjalankan hubungan gelap dengan Irak di era rejim Saddam, Presiden Ronald Reagan secara teknis tersandera oleh klik Bush yang menguasai secara penuh birokrasi dan struktur kepemimpinan di Gedung Putih. Sehingga praktis Reagan adalah boneka dari George Herbert Walker Bush dan Kepala Staf Gedung Putih James Baker III.

Temuan Baru di Balik Novel Karya Frederick Forsyth, The Odessa File

Kok bisa ya sedemikian kuatnya Herbert Walker Bush dan James Baker III dalam menciptakan jaring laba-laba alias negara dalam negara di Gedung Putih, sehingga Presiden Ronald Reagan sampai tidak tahu apa-apa.

Di SMP aku pernah baca novel bagus karya Fredirich Forsight, the Odessa File, Dokumen Odesa. Ini sebuah kelompok bawah tanah yang melindungi para eks perwira militer fasis NAZI dari pangkat tinggi sampai pangkat rendah. Dan didukung oleh birokrasi dan struktur di kepolisian pemerintahan di beberapa negara Eropa, Amerika Latin, dan tentu saja di Jerman sendiri.

Sebagai komunitas rahasia, ODESA mempunyai beberapa divisi dan beberapa tujuan khusus yang intinya untuk melindungi sekaligus mengembangkan pengaruh politik para eks NAZI tersebut melalui penetrasi ke beberapa lembaga strategis di Jerman baik di kepartaian, birokrasi, kemiliteran, perbankan, bisnis, dan bahkan media massa.

Setelah membaca ulang novel ini sekarang dengan perspektif baru dan wawasan baru, saya sontak terpikir jangan-jangan komunitas ODESSA inilah yang sebenarnya merajai dan mempengaruhi kebijakan strategis politik luar negeri Amerika, Inggris, dan Eropa Barat. Bukan Lobby Yahudi seperti digembar-gemborkan selama ini.

Jangan-jangan inilah sejatinya Freemason dan Iluminati. Karena itu tidak heran, jika Amerika tiba tiba memberi angin kepada Palestina, dan mengorbankan Israel, dalam skema tata ulang kekuatan ini di kawasan Timur Tengah.

Dalam buku Alan Friedman, The Spider Web, dengan jelas terungkap betapa George Herbert Walker Bush dan James Baker III, demi menjalin persekutuannya dengan Arab Saudi, Jordania dan hubungan gelap dengan Presiden Irak Saddam Hussein, dengan santainya mengesampingkan begitu saja kepentingan-kepentingan Israel. Termasuk mengabaikan kegusaran Israel terhadap ancaman senjata nuklir Irak.

George Bush Tua dan anaknya George Walker Bush, yang menjadi presiden AS pada 2000 hingga 2008, adalah alumni Universitas Yale. Dan tergabung dalam Skull and Bone, sebuah komunitas rahasia dan ekslusif, yang diduga keras mempunyai tradisi hubungan dengan jaringan Freemason dan Iluminati.

Tidak mengherankan ketika fakta membuktikan bahwa Pada Perang Dunia II, Prescot Bush, ayah dari George Herbert Bush dan kakek dari George W Bush, tercatat pernah bekerja sama dengan beberapa pengusaha Jerman berhaluan Fasis seperti IG Farben, yang ketika itu bergerak di industri berat. Termasuk dalam industri persenjataan.

Dari sinilah seharusnya kita menelusur muasal dari Skull and Bones, para mahasiswa Universitas Yale yang direkrut untuk bergabung menjadi anggota komunitas rahasia.

Nah untuk menjelaskan kaitan jaringan Skull and Bones dengan para pemain kunci di balik politik luar negeri Amerika Serikat, kita bisa menelusur dengan memperhatikan sumbu dari mata-rantai ini, yakni Prescott Bush, yang juga merupakan alumni yang tergabung dalam Skull and Bones.

Ketika di Yale, Prescott Bush menjalin persahabatan akrab dengan beberapa tokoh kunci seperti Samuel Pryor, pemilik Remington Arms Company serta Avril Harriman, putra dari EH Harriman, pemilik dan bos kereta api. Melalui ayahnya, Avril kemudian memperoleh firma investasi bernama Harriman and Company.

EH Harriman inilah yang kemudian mengangkat George Herbert Walker, yang belakangan menjadi ayah tiri Prescot,  setelah ayahnya, George Bush Sr, meninggal untuk menjalankan firmanya.

Inilah mata rantai yang tidak pernah putus hingga dekade-1990-an. Setidaknya, Avril Harriman selalu menjadi tokoh sentral dalam setiap proses pembuatan kebijakan luar negeri AS. Pada 1922, Harriman and Co kemudian meluaskan sayap bisnisnya di Berlin, Jerman. Saat itulah Herbert Walker menjalin kongsi bisnis dengan Fritz Thyssen, putra August Thyssen, pemilik Thyssen and Co, pemasok senjata utama kepada pemerintahan fasisme Jerman, yang waktu itu dipimpin Adolf Hitler.

Pada tataran ini. Sata fakta penting mencuat dan tak terbantahkan. Bahwa dinasti Bush terbukti telah merintis kerjasama strategis dengan jaringan fasisme internasional yang berbasis di Jerman sejak 1922, jauh-jauh hari sebelum meletusnya Perang Dunia II.

Karena Thyssen terbukti merupakan pemain kunci dari jaringan kelompok fasisme Jerman dan bekerjasama dengan Hitler. Maka itu tak heran ketika Perang Dunia II usai dan rejim fasisme Jerman berhasil dikalahkan, Prescott Bush dan Dinasti Bush memberi perlindungan terhadap nasib keluarga Thyssen dan beberapa industrialis lainnya yang berkolaborasi dengan Hitler, dari jeratan hukum sebagai penjahat perang.

Membaca ulang Novel Frederick Forsyth yang menyorot Odesa sebagai komunitas rahasia yang bertujuan melindungi para eks perwira militer NAZI maupun tokoh-tokoh sipilnya dari berbagai tingkatan, muncul satu kesadaran baru di benak saya.

Jangan-jangan bukan Lobby Yahudi yang harus jadi jadi pusat perhatian kita, melainkan jaringan laba-laba yang bertumpu pada Dinasti Bush dan Harriman, yang pada perkembangannya merupakan kelompok inti yang secara terus menerus menghidupkan komunitas rahasia berskala global, yang selama ini santer terdenger dengan sebutan Freemason dan Ilumninati.
                                               -----------
Catatan Akhir Penulis:
Dalam seri tulisan selanjutnya, akan dibedah anatomi beberapa perusahaan persenjataan yang terlibat dalam pengiriman senjata secara ilegal kepada Saddam Hussein atas arahan dari Jaringan Laba Laba George Herbert Walker Bush dan James Baker III.


Memoar Condoleezza Rice: SBY Contoh Didikan AS yang Berhasil

Tim Global Future Institute

(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((())))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((()))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

Rupanya sinyalemen selama ini benar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, merupakan jaringan Amerika yang berbasis di Partai Republik dan dekat dengan klik politiknya George W. Bush. Bukannya Jaringan Presiden Barrack Obama dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton.


Mau bukti? Anehnya, justru jaringan mantan Presiden George W Bush lah yang membuka kedok SBY.  Betapa ketaatan SBY pada Amerika bukan sekadar pertimbangan strategi dan taktik, melainkan karena dari sananya SBY memang sudah pengagum dan penyuka Amerika.

Presiden SBY mendapat pujian dari tokoh Amerika Serikat. Kali ini pujian itu datang dari mantan menteri luar negeri AS semasa presiden George W Bush, Condoleeza Rice.

Pujian itu Rice dituangkan dalam buku otobiografi terbarunya yang berjudul No Higher Honor: A Memoir of My Years in Washington. Buku ini baru terbit 1 November lalu. Rice adalah menlu perempuan kulit hitam pertama AS.

Apa yang dipuji Rice atas SBY? 

Banyak hal rupanya. Pertama, Rice mengatakan Pilpres 2004 yang dimenangkan Susilo Bambang Yudhoyono (Rice tak satu katapun menyebut mantan wapres Jusuf Kalla), membawa era baru bagi Indonesia.

"Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden Indonesia membawa era baru stabilitas demokrasi di negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia itu," kata Rice dalam bukunya.

Kedua, Rice memuji wawasan SBY. 

Menurut dia SBY adalah tokoh yang irit bicara namun dapat membawa stabilitas dan kompetensi ke lembaga presiden Indonesia. "SBY adalah tokoh yang tangguh. Kebijakannya pada antiterorisme sangat baik. Dia adalah mitra yang sangat baik dalam program kontra-terorisme," kata Rice.

Ketiga, Rice menilai SBY mampu membawa Indonesia pulih dari jurang kehancuran pascakrisis ekonomi dan krisis politik. Rice lantas mencermati karier militer SBY yang memang pernah disekolahkan ke Amerika.

"SBY adalah perwira militer yang pernah berlatih di AS. SBY adalah personifikasi dari keberhasilan AS mendidik perwira-perwira lewat program International Military Education and Training Program," kata dia.

Seperti diketahui dalam kariernya Presiden SBY pernah dua kali disekolahkan ke AS.

Yang pertama pada 1975 mengikuti kursus Airborne and Ranger Courses di Fort Benning. Kedua pada awal 1980an hingga 1983. SBY disekolahkan ke sekolah Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning dan berlatih bersama denganDivisi 82nd Airborne.  Lainnya, SBY juga sempat sekolah gerilya hutan di Panama.

Jaringan Obama-Clinton Bermaksud Lengserkan SBY Pada 2012?

Dari fakta yang dibeberkan mantan Menteri Luar Negeri Condoleeza Rice, sekarang bisa dimegerti jika incumbent Presiden Barrack Obama selalu menghindar jika SBY bermaksud menjalin kedekatan yang lebih intim secara pribadi. Obama selalu mencoba sekadar menjalin kedekatan di tingkat hubungan kenegaraan atau karena adanya momentum pertemuan regional semacam KTT ASEAN Plus atau KTT APEC.

Sementara Menlu Hillary Clinton dan jaringan Partai Demokrat yang sejak 1998 sudah menjalin kedekatan pribadi dengna Mantan Presiden Megawati Sukarnoputri, sewaktu kunjungan ke Indonesia baru baru ini, menurut kabar Menlu Clinton malah sempat adakan kunjungan non-formal dengan beberapa DUKUN POLITIK di Jawa Tengah.

Apakah Amerika melalui Jaringan Obama-Clinton sedang bersiap-siap membantu berbagai elemen strategis untuk menggusur SBY dan para kroninya pada 2012 mendatang?

Karena menurut selentingan kabar yang berhasil diserap dan dihimpun oleh Tim Riset Global Future Institute, berbagai elemen yang hendaki SBY lengser, punya perhitungan  bahwa gerakan berskala nasional harus tercipta di 2012 atau tidak sama sekali.

Karena lewat 2012, gerakan semacam ini akan tidak popular di mata rakyat karena momentum persiapan pemilu 2014. Sehingga gerakan demonstrasi berskala massif maupun nasional dengan tema Lengserkan SBY, akan dipandang sebagai bagian dari gerakan untuk menggagalkan pemilu, dan karenanya dianggap bermaksud merusak demokrasi.  


Jumat, 24 Februari 2012

LSM Lokal Jadi Pion Penghancuran Sebuah Negara

(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((()))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))



                



"Anatomi National Endowment for Democracy (NED), Virus Politik Berkedok Demokrasi". Maka apabila diibaratkan dinamika "gelombang di samudera", ada tiga unsur pokok yang penting yakni BUIH atau BUSA, kemudian OMBAK yang penuh tenaga dan ANGIN yang menggerakkan semuanya.

Demikian juga kiprah NED di berbagai belahan dunia. Andaikata "revolusi warna" di Eropa Timur, atau "musim semi Arab" di Jalur Sutra diibaratkan sebuah PANGGUNG PAGELARAN, ketika dibreakdown (diurai) detail maka si pemilik hajatan itu laksana angin tak terlihat namun bisa menggerakkan semua.

Ya, mereka adalah elit-elit kapitalis global yang meremot pagelaran dari kejauhan dan memiliki otoritas tinggi karena mampu mendorong Kongres AS menggelontorkan dana $ 100 juta US per tahun; dengan dalangnya adalah NED itu sendiri.

Sedangkan wayangnya ialah para anak organisasi NED, LSM Pentagon, misalnya OTPOR ketika menghancurkan Eropa Timur dahulu, dan kini CANVAS yang tengah "bermain" di Jalur Sutra.
Lalu, bagaimana dengan para aktivis dan LSM "kompradror" lokal?

Ah, mereka itu korban skenario, kaum komprador yang termakan dogma palsu ditebar oleh asing berlabel DHL (Demokrasi, HAM dan Lingkungan) yang digunakan untuk menghancurkan bangsa dan negaranya sendiri.

Para aktivis dan LSM lokal bukanlah wayang, apalagi dalang. Mereka hanyalah korban, korban dan korban. Pion bagi penghancuran sebuah bangsa dan negara. Kendati secara materi mungkin lebih, karena mendapat "gaji" dari luar, namun ibarat samudera mereka hanyalah sekelompok BUIH di lautan, tampak di depan ketika ombak datang tapi niscaya ditinggal ketika sang ombak kembali ke tengah samudera.

Itulah yang sedang terjadi. semoga anak bangsa ini mengenali kharakter PAGELARAN yang kini tengah bermain di republik tercinta ini, lalu menyadari. Kemana ia seharusnya melangkah benar!