Jumat, 11 Januari 2013

RAKYAT BULGARIA DUKUNG SIKAP RUSIA ATAS SYRIA



Jika orang-orang Arab atau orang-orang Islam melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menentang konspirasi jahat negara-negara barat dan sebagian negara Arab atas Syria, adalah hal yang tidak mengherankan. Namun jika rakyat Bulgarian yang melakukannya, tentu sangat mengejutkan. Meski bagi mereka yang mengerti sejarah hal itu bukan sesuatu yang mengherankan.

Sebagaimana dilaporkan oleh media Iran "Press TV" tgl 27 Juli lalu (namun tentu saja diabaikan media-media barat), ribuan warga Bulgaria memadati jalan-jalan kota Sofia melakukan aksi dukungan terhadap sikap Rusia atas Syria. Padahal Bulgaria bukan negara Islam atau Arab. Sebaliknya mayoritas warga Bulgaria adalah penganut Katholik dan secara politik Bulgaria adalah negara sekutu barat dengan menjadi anggota NATO.

Memulai aksi demonya dari depan Gereja Rusia di Sofia, para demonstran bergerak ke jalan-jalan ibukota dengan membawa spanduk-spanduk bertuliskan seperti "Rusia, pelindung perdamaian", "Veto untuk Agresi",
"Tidak untuk terorisme", atau "Biarkan Syria".  Selain menyatakan dukungannya pada Rusia dan Syria, para demonstran mendesak pemerintah Bulgaria, anggota NATO dan Uni Eropa, untuk mendorong kedua lembaga itu untuk mendukung rencana damai Kofi Annan (utusan khusus PBB dan Liga Arab untuk penangangan krisis Syria).

"Rusia bersama Cina adalah satu-satunya kekuatan yang sanggup mencegah Perang Dunia III," kata seorang pendemo sembari mengibar-ngibarkan bendera Rusia. "Dan pemicu perang tersebut adalah intervensi atas
Syria," tambah rekannya yang mengenakan kaos bergambar Presiden Syria Bashar al Assad.

Amir, warga Syria yang terlibat dalam aksi demo meyakinkan bahwa rakyat Syria tidak mengenal "oposisi" sembari menyebut beberapa tokoh gerakan "oposisi" sebagai orang-orang dengan reputasi buruk di mata rakyat Syria.

"Ini tidak bisa dibiarkan, pemimpin yang tidak mau menjadi budak kepentingan barat harus dilengserkan dari kekuasaannya," katanya merujuk para Bashar al Assad.

Sesampai di gedung Pusat Kebudayaan Rusia di Sofia, para pendemo membacakan deklarasi mereka. Dan selanjutnya menyerahkan deklarasi tertulis mereka kepada pejabat Rusia yang hadir untuk disampaikan kepada Presiden Rusia.

Para pendemo juga menuntut pemerintah untuk tidak membiarkan negara Bulgaria terlibat dalam konflik internasional. Pada saat bersamaan para pemimpin Bulgaria mulai dari perdana menteri, para menteri utama dan para pejabat militer dan inteligen berkumpul di gedung Dewan Keamanan Nasional bersama Presiden. Para pejabat menolak memberitahukan pertemuan tersebut.

Para pendemo juga melakukan aksi di depan kantor Televisi Nasional Bulgaria dengan meneriakkan kata-kata kecaman pada media massa Bulgarian yang dianggap bias dalam pemberitaan soal Syria. "Berhenti
membohongi kami," teriak mereka.

Sebagaimana rakyat Eropa Timur dan Rusia yang mayoritas beragama Katholik, rakyat Bulgaria telah memahani sepak terjang orang-orang yahudi di dunia. Mereka telah mengalami sendiri kekejian orang-orang
yahudi terhadap mereka, terutama pada masa kekuasaan komunisme. Kini mereka menyaksikan rakyat Syria pun tengah mengalami apa yang mereka alami di masa lalu.

Cahyono adi

DOMINASI YAHUDI DALAM PANDANGAN BIOLOGIS



Umat yahudi terdiri dari beberapa kelompok etnik yang disatukan oleh satu "platform budaya" yang membuat mereka merasa berbeda dengan umat manusia lainnya. Mereka mendapatkan indoktrinasi sejak kecil dari orang tua dan generasi sebelumnya bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan dan umat manusia lainnya tercipta untuk menjadi pelayan mereka. Dengan demikian mereka bebas memperalat, melecehkan, dan jika perlu membunuh umat manusia lain tanpa merada berdosa ataupun bersalah.

Struktur sosial mereka berdasar pada kepatuhan total pada pemimpin-pemimpin agama, yang mendiktekan mereka pandangan tribalisme kuno saat umat-umat manusia lain pun memiliki pandangan yang sama dengan mereka. Kekuasaan para pemimpin agama itu begitu kuat sehingga bahkan para raja dan pemimpin politik pun merasa takut dengan mereka.

Sementara pandangan tribalisme kuno itu menjaga identitas mereka, tanpa terhindarkan tumbuh kharakter-kharakter antagonis yang menimbulkan konflik dengan umat-umat manusia lainnya. Ini menjelaskan mengapa di masa lalu terjadi penindasan-penindasan dan pengekangan-pengekangan yang dilakukan umat-umat lain kepada umat yahudi.


PARASITISME

Keahlian para pemimpin umat yahudi adalah menyembunyikan teknik-teknik menguasai "kuda troya", yang terdokumentasikan dalam satu "kitab" rahasia yang disebut "Protocols of the Learned Elders of Zion". Teknik-teknik tersebut memungkinkan umat yahudi menguasai umat-umat manusia lainnya dan menjadi parasit atas mereka tanpa terlihat.

Dalam hubungan simbiolis, dua pihak yang menjalin hubungan mendapatkan keuntungan masing-masing. Sedangkan dalam hubungan parasitisme satu pihak mengeruk keuntungan dari kerugian yang ditanggung pihak lain. Akibatnya dalam jangka panjang, pihak lain harus hidup menderita bahkan mati, sementara pihak yang satunya hidup makmur.

Untuk menghindarkan perlawanan pihak yang dihisap, sebagaimana sistem kekebalan tubuh yang dimiliki semua mahluk hidup, parasit memproduksi racun yang mampu menghancurkan sistem kekebalan tubuh. Dengan cara yang sama umat manusia (non yahudi) kini teracuni oleh berbagai "alat intelektual" dan konsep-konsep.

"Alat-alat intelektual" itu di antaranya adalah penolakan terhadap Tuhan, penolakan terhadap tanggungjawab pribadi, penghancuran nilai-nilai sosial dengan faham-faham seperti atheisme, humanisme, sosialisme, komunisme, zionisme, feminisme, kemaksiatan, penghancuran nilai-nilai kekeluargaan dan kebangsaan.

Selain itu juga digunaan berbagai alat pengalih perhatian, seperti permainan digital, yang membuat manusia mengalihkan perhatian dari ilmu pengetahuan kepada permainan yang tidak saja menghancurkan masa depan anak-anak muda, juga merusak akhlak dan moral manusia. Orang-orang dewasa terpaku pada acara-acara televisi, permainan-permainan dan hiburan dan mengabaikan keluarga dan lingkungan sosialnya.

Tujuan dari para pemuka yahudi adalah menguasai penuh seluruh umat manusia dan kemudian menyingkirkan sebagian besar dari umat manusia dengan hanya menyisakan sebagian kecil budak-budak intelektual yang bekerja melayani kepentingan mereka.

Untuk meraih ambisinya itu, mereka tidak saja menggunakan platform budaya untuk mencuci otak, melainkan juga menebarkan racun pada makanan, obat-obatan, vaksin, aborsi (KB), peperangan-perangan dan pemerintahan korup. Dalam tahap terakhir, kemungkinan budak intelektual yang tersisa itu juga bakal dibuang ke laut atau mesin pembakaran saat robot-robot dan drone yang disebut "synthetic artificial intelligence" sudah bisa menggantikan mereka.



BAGAIMANA MENGHINDARINYA?

Di dalam dunia yang sudah begitu massif kekuasaan yahudi itu, satu-satunya jalan penyelamatan adalah dengan memberikan kesadaran pada generasi sekarang agar pada generasi mendatang kekuasaan itu tidak berhasil menjadikan anak cucu kita sebagai budak-budak yang tidak saja tidak mampu berfikir, apalagi melawan.

Jalan pertama yang bisa ditempuh untuk selamat dari perbudakan itu adalah menjadi manusia religius yang menghindari kemaksiatan, dan menolak racun budaya apa yang disebut "politically correct". (Yaitu semacam indoktrinasi kebenaran oleh yahudi dimana mereka yang melanggarnya akan mendapat sanksi keras. Hal-hal yang dianggap melanggar konsep ini di antaranya adalah sentimen anti-yahudi atau anti-semit. Di Indonesia istilah ini memang belum terdengar, namun di Amerika dan Eropa sudah menjadi hal yang biasa).

Carilah panduan dan pertolongan Tuhan dan kembali kepada tradisi lama yang menghormati nilai-nilai keluarga dan sosial. Cari jalan untuk membebaskan diri dari jebakan "matrix" yang dibuat mereka untuk menghancurkan kita. (Salah satunya tinggalkan sistem perbankan berdasar riba). Tarik deposito dari perbankan dan investasikan ke hal-hal riel seperti emas, perak dan properti. Bangun kemandirian dalam hal makanan, pakaian, energi dll dengan membentuk komunitas bersama yang saling membantu.

Lakukan hal-hal yang diridhoi Tuhan dan tinggalkan hal-hal yang tidak diridhoinya. Kembali ke agama. Jadilah manusia spiritual yang kuat, tabah dan bijaksana.


SUMBER:
"Illuminati Jewry: A Biologist's View"; Cassibon; henrymakow.com; 5 Januari 2013

PERSPEKTIF LAIN KRISIS SYRIA



Lupakan tentang politik, sosial, budaya atau agama, demokrasi, HAM dll. yang menjadi penyebab terjadinya krisis berkepanjangan di Syria yang menurut PBB telah menelan sekitar 60.000 nyawa warga Syria dan membuat 1 juta penduduk lainnya harus meninggalkan kampung halamannya menjadi pengungsi di negara-negara tetangga. Ini sepenuhnya adalah sebuah "teori konspirasi". Teori konspirasi di sini adalah merujuk pada para dalang di balik fenomena ini, yang tidak pernah bergeser dari nama-nama para kapitalis berdarah yahudi, yang telah menjadi perhatian sejak puluhan hingga ratusan tahun lalu.

Hal inilah yang menjadi perhatian seorang blogger wanita Syria bernama Mimi Al Laham, yang mengungkapkan bahwa para bankir internasional-lah yang berada di balik krisis ini. Mimi, dengan berani mengungkapkan konspirasi jahat yang selama ini terabaikan dari pembahasan tentang krisis Syria.

Banyak orang dengan tegas menunjuk persekutuan Al Qaida dan para ekstremis wahabi-salafi dengan zionis barat serta Arab Teluk, namun hampir tak pernah tampak gambaran tentang Rothchild, Rofkefeller, dan para bankir internasional. Padahal jejak-jejaknya sangat jelas kelihatan selama berlangsungnya gerakan "Arab Springs" hingga krisis Syria yang merupakan bagian darinya.

Ketika perang Libya masih berlangsung sengit dan Khadafi masih kuat berdiri, salah satu hal pertama yang dilakukan pemerintahan transisi Libya dukungan NATO adalah mendirikan bank sentral di Benghazi yang didanai oleh para bankir internasional. Hal yang sama terjadi di Mesir. Salah satu kebijakan strategis yang pertama dilakukan oleh Presiden Mohammad Mursi adalah meminta pinjaman kepada IMF sebesar $4,8 miliar, dengan bunga tentunya. Sejak kapan organisasi Ikhwanul Muslimin (Mursi adalah tokoh organisasi ini) menghalalkan riba?

Hal ini tentu sangat kontras dengan kondisi sebelum revolusi dan Mesir masih dipimpin oleh Husni Mubarak. Meski bertindak otoriter, Mubarak tidak membebani rakyatnya dengan riba dari pinjaman asing. Sebaliknya, Mesir setiap tahun bahkan menerima dana "cuma-cuma" sebesar $3 miliar dari Amerika sebagai konsekwensi perjanjian damai Mesir dengan Israel.

Perbankan berbasis riba merupakan jantung dari kekuasaan para kapitalis yahudi yang secara efektif berhasil menjerat sebagian besar manusia ke dalam jebakan hutang yang tak terbayar. Sementara para kapitalis itu terus menumpuk kekayaan dari bunga yang dibebankan. Sebelum "Arab Springs" Tunisia, Libya, Mesir dan Syria adalah negara-negara yang bebas dari jeratan hutang perbankan asing. Kecuali Mesir, negara-negara itu juga telah menjadikan rakyatnya hidup makmur. Libya dan Syria misalnya, memberikan jaminan pendidikan dan kesehatan penuh kepada semua warganya. Di Libya perbankan dikuasai oleh pemerintah dan memberikan pinjaman tanpa bunga kepada rakyat yang membutuhkan tanpa perlu takut jika tidak bisa mengembalikan. Tidak hanya itu pemerintah Libya juga memberikan berbagai bentuk tunjangan kepada rakyatnya: tunjangan perkawinan, tunjangan kelahiran, tunjangan rumah, tunjangan kendaraan, tunjangan hidup bagi pengangguran, bantuan modal usaha dll. Semuanya itu otomatis hilang setelah berkuasanya bankir-bankir internasional. Hal yang saja kini mengancam rakyat Syria.

Satu hal lagi. Mereka yang menerima "bantuan" para bankir kapitalis asing itu harus mengembalikan hutangnya dalam bentuk dolar sebagaimana mereka menerima "bantuan". Untuk mendapatkan keuntungan ekstra besar selain bunga, sesekali para bankir itu menghancurkan pasar uang dan membuat nilai tukar dolar melonjak tinggi sehingga membuat hutang yang ditanggung negara penerima "bantuan" menjadi berlipat-lipat. Sama persis ketika terjadi krisis moneter tahun 1997 yang melanda Indonesia. Hasilnya adalah aset-aset nasional menjadi murah dan harus diobral kepada para kreditur asing itu.

Sebagai negara yang bebas dari jeratan hutang asing, Syria kini menjadi target serangan para bankir internasional dengan menggunakan tangan-tangan militer Amerika, NATO, Turki, dan negara-negara Arab pengkhianat sesama saudara.

Jika sebuah negara terbebas dari kendali keuangan asing, maka negara tersebut memiliki kemerdekaan untuk menentukan kebijakannya. Selama ini Syria menjadi negara yang kebijakan luar negerinya adalah anti-zionis dan anti-globali. Syria adalah satu dari sedikit negara yang tidak mengakui keberadaan negara Israel. Syria bisa melakukan ini karena Syria memiliki bank sentral yang bebas dari pengarung asing.

Syria juga terbebas dari pengaruh perusahaan-perusahaan raksasa agrikultur seperti Monsanto dan melarang keberadaan Genetically Modified Organisms (GMO, atau bibit-bibit tanaman yang termodifikasi untuk tidak bisa menghasilkan bibit setelah penanaman pertama). Setelah Irak diduduki pasukan asing pada tahun 2003, pemerintahan transisi mengeluarkan aturan "Bremer Orders" yang salah satu isinya adalah melarang para petani Irak menyimpan bibit semaian sendiri yang telah dikembangkan petani selama ratusan tahun. Untuk memenuhi kebutuhan bibit itu petani harus membeli bibit-bibit GMO buatan Monsanto (adalah yahudi warga negara Amerika). Akibatnya para petani mengalami ketergantungan para Monsanto. Dan setelah terjadi ketergantungan, Monsanto akan menghisap darah para petani bagikan vampir.

Di India terdapat angka bunuh diri yang tinggi akibat ketergantungan mereka pada Monsanto. Setiap 1/2 jam terjadi kematian akibat bunuh diri petani, biasanya dengan cara meminum racun herbisida. Mereka tidak tahan menanggung beban bunga yang harus ditanggung setelah membeli bibit-bibit buatan Monsanto dengan bunga pinjaman hingga 50% atau bahkan 100%. Dan penderitaan petani tidak berhenti sampai di situ. Karena faktanya adalah bibit-bibit GMO itu juga menghancurkan kesuburan tanah mereka.

Kontrol atas suplai makanan kini juga menjadi alat kekuasaan para kapitalis global.

Blogger Syrian Girl alias Mimi Al Laham mengungkapkan bahwa sumber gas alam besar telah ditemukan di lepas pantai Syria dan telah ada rencana pembangunan pipas gas dari Iran melalui Irak dan Syria menuju Eropa. Para kapitalis yahudi tidak menginginkan hal itu terjadi karena memberi keuntungan besar kepada Iran maupun Syria.

Ada satu hal lagi, yaitu bebasnya Syria dari ketergangungan terhadap produk-produk asing. Pada satu saat Syria bahkan melarang Coca Cola beredar di sana.

Seruan "Free Syria" (seruan para pemberontak) pada dasarnya adalah seruan bagi terjadinya penjajahan atas rakyat Syria oleh para kapitalis asing. Sebagaimana Indonesia, Syria adalah negara yang berhasil membentuk rasa nasionalisme yang tinggi di antaranya penduduknya yang terdiri dari bermacam-macam agama. Namun semuanya hancur lebur dan berubah menjadi negara yang dilanda konflik sektarian setelah terjadinya campur tangan asing.

Namun tidak hanya para kapitalis global yang berperan dalam upaya penghancuran Syria, para zionis juga. Mereka ingin memastikan bahwa tidak ada lagi satu kekuatan di Timur Tengah yang bisa melawan mereka sebagaimana selama ini ditunjukkan rakyat Syria.


REF:
"'Syrian Girl' reveals truth behind Syria crisis"; Prof. Rodney Shakespeare; Press TV; 9 Januari 2013 

Rabu, 09 Januari 2013

BASHAR TELAH BERIKAN YANG TERBAIK



Ada dua artikel menarik tentang pidato Presiden Bashar al Assad tgl 7 Januari lalu tentang penyelesaian krisis Syria. Pertama adalah artikel Franklin Lamb "Watershed Speech at the Opera, Tipping Point or Turning Point?" dimuat di situs berita almanar.com. Yang kedua tulisan Robert Fisk "Army was the target audience of President’s theatre at the opera" di koran The Independent.

Kedua wartawan senior, Robert Fisk dari Inggris dan Franklin Lamb dari Amerika, memiliki perbedaan tajam tentang siapa yang benar dan siapa yang salah dalam krisis Syria. Robert Fisk sebagaimana mainstream jurnalis media terkooptasi zionis di barat, sangat anti Bashar al Assad-Hizbollah-Iran, sementara Franklin Lamb lebih pro Assad-Hizbollah-Iran. Namun bahkan dalam tulisan-tulisannya yang biasanya sinis terhadap Bashar, Robert Fisk tidak bisa menyembunyikan penghargaannya atas pidato Bashar al Assad.

"Hitler menyatakan perang terhadap Amerika. Assad meneruskan perangnya melawan "teroris" bersenjata. Namun -berbeda dengan gambaran barat - Assad jauh dari ambisi megalomania Hitler," tulis Fisk.

Franklin Lamb tentu lebih terus terang memuji Assad. Franklin Lamb, seperti biasa, menulis dengan gaya humanisme yang memikat berdasarkan pada pengalamannya menjadi pekerja sosial di Palestina dan Lebanon meninggalkan jabatan-jabatan empuk sebagai birokrat dan guru besar hukum internasional Amerika.

"Kejayaan Bashar al Assad, tampak saat ia meninggalkan podium dan dielu-elukan oleh para pendukungnya, mungkin seperti kejayaan Julius Caesar setelah berpidato tentang pertempuran Gallic dimana Caesar berjuang menyelamatkan Roma," tulis Lamb.

Franklin Lamb pun kemudian mengutip pengakuan seorang wartawan oposisi Syria kepadanya perihal pidato Assad:


"Memang benar. Sebagian disebabkan oleh fakta bahwa Assad adalah orang yang sopan, bersahaja, dan juga berpendidikan. Berbeda jauh dengan beberapa raja di kawasan Timur Tengah yang secara esensi buta hurup dan tidak peduli dengan dunia di luar istana mereka."

“Sebelum terjadinya krisis, sudah biasa Bashar berkeliling kota tanpa pengawalan. Mengendarai sendiri mobilnya yang dipenuhi anak-anak kecil, bercanda dengan anak-anak itu dan membawa mereka  untuk makan-makan. Kadang-kadang ia menjemput langsung anak-anak itu dari sekolah-sekolah mereka. Anda melihat betapa "charming"-nya ia saat memasuki ruangan (untuk berpidato tgl 7 Januari) dan berdiri di atas podium. Saat pergi, ia tidak tampak terburu-buru dan melayani beberapa jabat tangan orang-orang yang mengejarnya. Tampak sangat jelas Bashar al Assad menyukai berada di tengah-tengah rakyatnya dan akrab dengan mereka, berbeda jauh dengan gambaran yang banyak dituduhkan terhadapnya."

Franklim Lamb bahkan menceritakan dengan takjub sikap seorang pelayan wanita Syria yang dilihatnya memeluk televisi yang tengah menayangkan gambar Bashar al Assad yang tengah berbidato, menciumi layarnya sembari mencucurkan air mata.

Dalam pidatonya itu Bashar al Assad, setelah sebelumnya memuji tentara nasional Syria dan sekutu-sekutunya seperti Iran, Rusia dan China seraya mengecam saudara-saudaranya sesama negara Arab yang mengkhianatinya, Bashar menawarkan solusi penyelesaian krisis, di antaranya adalah:

• Penghentian bantuan asing kepada para pemberontak
• Pasukan pemerintah menurunkan senjata dan mengumumkan pemberian amnesti
• Dilakukan konperensi dan dialog nasional antara pemerintah dan pemberontak selain para teroris
• Pembuatan rancangan konstitusi dan mengesahkannya melalui referendum
• Pembentukan pemerintahan bersama hingga dilaksanakannya pemilu pada tahun 2014

Selain beberapa langkah reformasi yang telah dilakukan Bashar selama terjadinya konflik bersenjata, usulan-usulan Bashar tersebut di atas merupakan pilihan terbaik yang bisa diberikan oleh seorang pemimpin negara yang dilanda konflik bersenjata. Namun lagi-lagi pemberontak menolak inisiatif tersebut.

Sejauh ini, secara formal Amerika dan Uni Eropa masih menolak inisiatif Bashar. Namun berbagai analis politik memastikan bahwa pada akhirnya Amerika akan bersikap realistis dengan menerima usulan Bashar al Assad. Karena setelah 22 bulan bertempur, pemberontak yang telah mendapatkan gelontoran dukungan senjata dan dana yang tidak terbatas tidak juga menunjukkan tanda-tanda bisa memenangkan pertempuran. Sebaliknya perpecahan di antara faksi-faksi pemberontak justru semakin mendalam selain kehadiran teroris-teroris Al Qaida dan turunan-turunannya yang justru mengancam keamanan Amerika dan sekutu-sekutunya di kawasan.

Holocaust: Mitos atau Fakta?


oleh: Dina Sulaeman
Kalau Eropa memang bersalah membantai kaum Yahudi pada PD II, lalu mengapa Palestina yang harus menanggung akibatnya? Seharusnya Eropa menyediakan tanah di wilayahnya sendiri untuk mendirikan negara Israel.
Kalau pembantaian itu tidak pernah ada, lalu mengapa Eropa mendukung pendirian negara Israel di atas tanah Palestina dengan alasan kemazluman bangsa Yahudi pada PD II?
(Ahmadinejad, Presiden Iran)
Pernyataan keras Presiden Iran tentang Zionis ini menyulut kemarahan para pemimpin Eropa. Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengatakan, “Sebagai Kanselir Jerman, dan dalam pandangan tanggung jawab sejarah, saya hanya bisa mengatakan bahwa kami menentang hal ini dalam bentuk yang paling keras dan kami akan melakukan apa saja yang mungkin untuk menjelaskan bahwa tidak boleh ada ancaman apapun bagi hak Israel untuk eksis dan kita harus mengambil pandangan yang realistis dan jelas tentang sejarah, dan hal itu termasuk tanggung jawab Jerman.”[1]
Holocaust atau peristiwa pembantaian enam juta Yahudi Eropa pada zaman Perang Dunia Kedua, bagi banyak orang adalah sebuah fakta sejarah yang tidak terbantahkan. Namun, tak kurang dari sejarawan sekaliber Robert Faurisson dan Profesor Roger Garaudy asal Perancis, harus menanggung hukuman dan denda atas tulisan mereka yang mengungkapkan fakta dibalik Holocaust, antara lain: tidak mungkin ada enam juta orang Yahudi pada zaman itu. Bahkan, jumlah korban dari ras Eropa dalam PD II sesungguhnya jauh lebih besar daripada ras Yahudi.[2]
Upaya untuk mengungkapkan kebenaran tentang Holocaust memang memerlukan nyali yang sangat besar. Saat ini, sejarawan Inggris, David Irving, sedang ditahan di Austria dan menunggu proses pengadilan terhadapnya. “Kejahatan” yang dilakukan Irving adalah: mengingkari fakta Holocaust. Walikota London saat ini juga sedang dihadapkan ke pengadilan atas kesalahan “mengingkari Holocaust”. Beberapa orang lainnya, juga mengalami nasib serupa, misalnya Ernest Zandel asal Kanada, Gatsom Amadeus wartaman asal Swiss, George Ashley, seorang guru asal AS, dan Dr. Joel Heyward, seorang dosen asal New Zealand. Mereka harus menjalani hukuman atas keberanian mereka menentang fakta adanya Holocaust pada PD II.
Pada dekade 1980-an, organisasi Zionisme Internasional telah menyusun undang-undang yang bertujuan untuk mencegah terhapusnya peristiwa Holocaust dari sejarah. Pada bulan Juli tahun 1990, UU ini disahkan oleh pemerintah Perancis. Dalam UU ini disebutkan bahwa segala bentuk keraguan terhadap peristiwa Holocaust, baik berupa keraguan terhadap adanya Holocaust itu sendiri, atau keraguan atas jumlah korban (yaitu 6 juta orang) dalam peristiwa itu, atau keraguan tentang adanya kamar gas NAZI untuk membunuhi orang Yahudi, dinilai sebagai tindakan kriminal dan dijatuhi penjara antara 1 bulan hingga 1 tahun serta denda 2000-3000 Frank. Atas tekanan lobi-lobi Zionis, UU serupa juga disahkan di Ingris, AS, dan negara-negara Eropa lainnya.
Pertanyaannya kini, apakah Holocaust itu mitos atau fakta? Saya yangbukan sejarawan, tentu tidak punya kapabilitas untuk menjawabnya (dan bisa-bisa, nanti saya diseret pula ke penjara). Silakan saja Anda membaca buku karya Prof. Roger Garaudy, “The Founding Myths of Israeli Politics”, di situ dimuat secara jelas data-data mengenai (tidak adanya) Holocaust pada PD II.
Namun, ada fakta menarik yang saya temukan di harian Kayhan terbitan Tehran. Fakta itu berbunyi: Holocaust memang ada!
“Holocaust bermakna pembunuhan massal dengan cara membakar hidup-hidup para korban, dan sebagian ahli bahasa menyatakan bahwa asal kata ini bermula dari kejadian pada abad ke-6 di Yaman. Pada abad ke-5, Dinasti Himyarite menaklukkan kerajaan Saba di Yaman. Pada abad ke-6, seorang raja Dinasti Himyarite, yaitu Raja Dzu Nuwas, mengubah agama kerajaan (yang semula Kristen) menjadi agama Yahudi. Dalam rangka ini, dilakukan pembantaian massal terhadap orang-orang Kristen yang masih berkeras memeluk agama mereka. Diceritakan bahwa pada peristiwa itu, Raja Dzu Nuwas duduk di singgasanannya dengan dikelilingi para Rabi Yahudi. Di hadapan mereka ada kayu-kayu bakar yang telah disusun dan api pun disulut sehingga terbentuklah api unggun yang sangat besar. Tak jauh dari tempat itu, orang-orang Kristen, termasuk anak-anak dan perempuan, tua dan muda, dikumpulkan dengan tangan terikat. Suara jeritan menyayat membubung ke udara. Lalu, Raja Dzu Nuwas mengeluarkan perintah dengan suara keras dan… kaum Kristen Yaman itu pun terbakar hidup-hidup.[3]
Ya, Holocaust memang pernah terjadi, yaitu pembakaran hidup-hidup orang-orang Kristen Yaman abad ke-6. Namun, bedanya, Holocaust yang disebut-sebut menimpa kaum Yahudi pada Perang Dunia Kedua dijadikan alasan untuk membantu mereka mendirikan sebuah negara khusus Yahudi, demi mencegah terulangnya sejarah. Dengan kata lain, agar kaum Yahudi dapat hidup aman dan tenteram, perlu didirikan sebuah negara khusus. Pada awalnya, kawasan yang menjadi kandidat adalah Ethiopia dan Argentina. Namun, kedua wilayah itu dianggap kurang strategis dan muncullah Palestina sebagai kandidat. Apalagi, Palestina juga memiliki sejarah panjang, yang sangat cocok bagi justifikasi pendirian negara Israel di wilayah itu. Kaum Yahudi pada zaman dahulu kala pernah tinggal di sana dan kemudian terusir, lalu hidup menyebar di berbagai negara di dunia. Bahkan, disebut-sebut, dulu ada kuil Sulaiman milik bangsa Yahudi, yang kini di atasnya telah dibangun Masjidil Aqsa.
Lalu, dimulailah sejarah pahit bagi bangsa Palestina itu. Pada masa-masa akhir penjajahan Inggris di Palestina, secara sistematis, berdatanganlah orang-orang Yahudi Zionis (kita perlu membedakan antara Yahudi murni dan Yahudi berpaham Zionis yang mengarsiteki pendirian negara Israel) yang meneror, merampas, atau membeli secara paksa tanah milik orang-orang Palestina. Setelah Inggris meninggalkan Palestina, pada tahun 1948, kaum Zionis pun memproklamasikan berdirinya negara Israel. Sayang, mereka melupakan satu fakta penting. Bangsa Palestina mayoritasnya adalah muslim, yang memiliki satu prinsip tak tergoyahkan: jihad memperjuangkan tanah air adalah sebuah kewajiban. Itulah sebabnya, segala bentuk penindasan dan teror yang dilakukan tentara Zionis –termasuk juga propaganda global untuk mendukung Zionisme dan mencitrakan bangsa Palestina sebagai teroris– hingga kini tidak pernah bisa memadamkan api perjuangan bangsa Palestina.
Kaum Zionis juga melupakan satu logika penting: kalau benar mereka menjadi korban Holocaust yang dilakukan tentara NAZI Jerman, mengapa yang harus menebus kesalahan itu adalah bangsa Palestina dan mereka dianggap berhak mendirikan negara Israel di tanah tanah Palestina?
Khaibar..Khaibar Yaa Yahud…inna jaysya Muhammad saya’ud!
(dimuat di majalah Syi’ar)

Selasa, 08 Januari 2013

AMERIKA SEGERA "TINGGALKAN" PEMBERONTAK SYRIA?



Ada 2 hal yang baru saja menarik perhatian saya tentang isu krisis Syria di Indonesia. Pertama adalah desakan Presiden SBY agar Presiden Syria Bashar al Assad mundur dengan alasan kurang mencintai rakyatnya sendiri. Yang kedua adalah berita tentang isu Bashar al Assad melarikan diri dari Syria setelah yang bersangkutan mengadakan lawatan ke luar negeri.

Tentang desakan mundur Presiden SBY terhadap Bashar al Assad dengan alsan kurang mencintai rakyatnya sendiri, saya berkomentar demikian: Presiden Bashar lebin mencintai rakyatnya daripada Presiden SBY mencintai rakyatnya. Indikatornya nyata dan bukan rekayasa. Presiden Bashar al Assad mengalokasikan sebagian besar pendapatan negaranya untuk memberikan jaminan pendidikan dan kesehatan penuh kepada rakyatnya. Presiden SBY tidak. Di bawah Bashar Syria juga tidak terjerat hutang luar negeri yang membebani rakyat Syria. Sebaliknya di bawah Presiden SBY hutang luar negeri Indonesia mencapai rekor tertinggi hingga Rp 2000 triliun. Selama 5 tahun terakhir bahkan hutang Indonesia melonjak hingga Rp 600 triliun.

Tentang isu tentang Bashar al Assad melarikan diri, ini diberitakan oleh TVOne mengutip mentah-mentah tanpa check & recheck apalagi konfirmasi pada pemerintah Syria isu yang dihembuskan al Jazeera. Selama konflik berlangsung selama 22 bulan, Presiden Bashar tidak pernah meninggalkan negerinya. Saya sudah mengecek kemana-mana tentang berita lawatan Bashar al Assad ke luar negeri baru-baru ini, dan tidak ada. Lalu darimana asalnya berita TVOne dan al Jazeera yang mengatakan: "muncul desas-desus Bashar al Assad melarikana diri terkait kepergiannya ke luar negeri"?

Namun biarlah kedua media itu terus-menerus berbohong. Saya ingin memberikan berita yang lebih baik tentang Syria.

Kabar baik telah mulai terdengar bagi rakyat Syria sejak terdengar berita bahwa Amerika dan Rusia akan segera mengadakan pertemuan untuk membicarakan penyelesaian krisis Syria. Namun ada berita lainnya yang membuat harapan rakyat Syria mengembang: Amerika akan meninggalkan "Free Syria Army" dan kelompok-kelompok teroris Syria yang selama ini didudukungnya. Tanpa dukungan Amerika sementara Rusia dan Iran terus memberikan dukungannya pada pemerintahan Bashar al Assad, dipastikan perlawanan para pemberontak tidak akan bertahan lama dan perang pun berakhir dengan kemenangan Assad-Iran-Rusia.

Kabar terakhir ini muncul dari pernyataan pengamat politik Perancis terkemuka Thierry Meyssan yang dimuat di media Voltaire Network baru-baru ini.

Menurut Thierry Meyssan pemerintah Amerika telah memutuskan untuk mengakhiri dukungannya kepada kelompok "The Free Syria Army" sebelum memulai perundingannya dengan Rusia yang direncanakan berlangsung di Genewa pertengahan bulan ini. Pernyataan tersebut didasarkan pada pengumuman yang dikeluarkan US National Intelligence Council di Washington bahwa "gerakan jihad global akan segera berakhir."

Meyssan melihat perang di Syria telah berakhir di tingkat strategik dan oposisi telah kehilangan kesempatan untuk memenangkan perang meski bantuan besar-besaran telah dikucurkan Amerika dan sekutu-sekutunya kepada mereka. Menurut Meyssan pemerintah Amerika akan menerapkan rencana perdamaian di Syria segera setelah mendapat persetujuan Senat.

Selama ini menurut Meyssan, Barack Obama diam seribu bahasa meski para pembantu dekatnya, termasuk menlu Hillary Clinton, dengan sengaja mengabaikan hasil kesepakatan Genewa yang dibuat pertengahan tahun lalu antara Amerika Cs. dan Rusia. Kesepakatan tersebut adalah dibentuknya pemerintahan sementara yang melibatkan semua pihak yang bertikai di Syria termasuk presiden Bashar al Assad. Namun tidak lama kemudian Amerika Cs. kembali menyerukan tuntutan turunnya Bashar al Assad dari kekuasaan.

Namun setelah terpilih kembali sebagai presiden untuk periode ke-II-nya, Obama memutuskan untuk mengakhiri pertikaian di Syria dan kembali ke "kesepakatan Genewa". Apalagi setelah salah seorang penghalang besarnya, Direktur CIA Jendral David Petraeus, tersingkir dari jabatannya dan Hillary Clinton pun tidak akan dipertahankan lagi sebagai menlu.

 
REF:
"Syria: Thierry Meyssan: US Administration Decides to Abandon ‘Free Army’"; Syria Updates Blogspot; 3 Januari 2013 dalam thetruthseeker.co.uk; 7 Januari 2013