Sabtu, 24 Maret 2012
Kali Pertama, PBB Perintahkan Investigasi Atas Pemukiman Zionis
Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) untuk pertama kalinya mengeluarkan resolusi, yang memerintahkan investigasi terhadap dampak-dampak pembangunan pemukiman Zionis di wilayah Palestina.
| |
36 orang dari 47 anggota dewan mendukung resolusi tersebut, sementara 10 lainnya menyatakan abstain. Amerika Serikat satu-satunya anggota yang menentang resolusi itu, Press TV melaporkan pada Jumat (23/3).
Resolusi menyeru Israel untuk melindungi warga sipil Palestina dan properti mereka di wilayah-wilayah pendudukan serta mencegah kekerasan pemukim Zionis terhadap warga Palestina, termasuk menyita senjata dan memberlakukan sanksi pidana. "Langkah seperti itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap promosi perdamaian yang adil dan abadi," kata utusan AS untuk PBB, menambahkan bahwa AS "sangat terganggu" atas sikap fanatik dewan terhadap Israel. Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengkritik UNHRC, mengatakan bahwa dewan seharusnya malu pada dirinya sendiri untuk menyetujui tindakan demikian. "Dewan ini menerapkan kebijakan bermusuhan dan standar ganda terhadap Israel," protes Netanyahu. Sementara Utusan Pakistan untuk PBB, Zamir Akram memuji resolusi tersebut. Dikatakannya, "Dengan melanggar hukum kemanusiaan internasional dan hak asasi manusia, Israel terus membangun pemukiman ilegal di wilayah-wilayah pendudukan, termasuk Jerusalem Timur. Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Pemimpin Otoritas Palestina, menggambarkan keputusan itu sebagai pergeseran posisi dunia yang mendukung hak-hak bangsa Palestina. |
Fidel Castro Peringatkan AS Soal Perang Iran
Pemimpin revolusi Kuba Fidel Castro memperingatkan Amerika Serikat terhadap serangan militer ke Iran, menggambarkan aksi itu sebagai kesalahan terburuk dalam sejarah Amerika, Press TV melaporkan pada Jumat (23/3).
| |
Dalam sebuah artikel "Jalan Berujung Pada Bencana," yang diterbitkan harian Granma, Castro mengatakan tidak ada keraguan bahwa AS akan membuat kesalahan terbesar dalam sejarah, jika mereka memutuskan untuk menyerang Iran dengan bantuan Israel.
"Israel secara terbuka menyatakan niatnya untuk menyerang situs pengayaan uranium Iran dan pemerintah AS telah menginvestasikan ratusan juta dolar untuk memproduksi bom demi tujuan itu," tulisnya. "Sejauh yang saya ketahui, tidak diragukan bahwa AS akan melakukan kesalahan itu dan mendorong dunia menuju kesalahan terbesar dalam sejarahnya," tambahnya. Seraya mendukung program energi nuklir Iran, Castro menegaskan, Tehran tidak memiliki senjata nuklir. Ditambahkannya, kepemilikan Tehran atas teknologi untuk memperkaya uranium tidak sama dengan produksi senjata nuklir. Castro juga mengkritik standar ganda nuklir Barat dan mencatat bahwa Israel telah memproduksi senjata nuklir dengan bantuan dan koordinasi Amerika Serikat. |
Minggu, 18 Maret 2012
Bung Karno Berteriak: Persetan Dengan PBB!! Inggris Kita Linggis!! Amerika Kita Setrika!!
Suatu hal yang lumrah apabila kita melihat seseorang berkorban demi apa yang dicintainya, demikian juga Bung Karno. Demi Indonesia Bung Karno mengabaikan penyakit yang menggerogoti dirinya.
Bung Karno selalu tampil prima dihadapan publik, walau pada hakekatnya dia dalam keadaan lemah. Hal tersebut dilakukan demi menjaga rasa percaya diri seluruh rakyat Indonesia.
Berulang-kali dokter pribadinya memberi nasihat kepada Bung Karno. Ini terkait dengan sakit ginjalnya, yang makin parah di akhir tahun 60-an.
“Kalau Bapak bisa tenang sedikit, dan tidak berteriak-teriak, niscaya Bapak tidak akan mendapat ulcers.”
Yang dimaksud dokter adalah peradangan pada lambung akibat sakit ginjalnya itu. Baru saja dokter berhenti memberikan nasihatnya, Bung Karno meradang dan berteriak, “Bagaimana aku bisa tenang kalau setiap lima menit menerima kabar buruk?”
| |
Berteriak adalah “hobi” Sukarno. Ia berteriak untuk memberi semangat rakyatnya. Ia berteriak juga untuk mengganyang musuh-musuh negara. Jika konteksnya adalah membakar semangat rakyat, maka Bung Karno adalah seorang orator ulung.
Bahkan paling unggul pada zamannya. Sebaliknya, jika ia berteriak karena terinjak dan teraniaya harga dirinya sebagai presiden dan kepala negara, maka Sukarno adalah presiden paling berani yang pernah hidup di atas bumi ini.
“Inggris kita linggis! Amerika kita setrika!”, atau “Go to hell with your aid” yang ditujukan kepada Amerika.
“Malaysia kita ganyang. Hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu”, yang ini saat Indonesia berkonfrontasi dengan negara boneka bernama Malaysia.
Bukan hanya itu. Organisasi dunia yang bernama Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pun pernah dilawan.
Tanggal 20 Januari 1965, Bung Karno menarik Indonesia dari keanggotaan PBB. Ini karena ketidak-becusan PBB dalam menangani persoalan anggota-anggotanya, termasuk dalam kaitan konflik Indonesia – Malaysia.
Ada enam alasan yang tak bisa dibantah siapa pun, termasuk Sekjen PBB sendiri, yang menjadi dasar Indonesia menarik diri dari keanggotaan PBB.
Pertama, soal kedudukan PBB di Amerika Serikat. Bung Karno mengkritik, dalam suasana perang dingin Amerika Serikat dan Uni Sovyet lengkap dengan perang urat syaraf yang terjadi, maka tidak sepatutnya markas PBB justru berada di salah satu negara pelaku perang dingin tersebut. Bung Karno mengusulkan agar PBB bermarkas di Jenewa, atau di Asia, Afrika, atau daerah netral lain di luar blok Amerika dan Sovyet.
Kedua, PBB yang lahir pasca perang dunia kedua, dimaksudkan untuk bisa menyelesaikan pertikaian antarnegara secara cepat dan menentukan. Akan tetapi yang terjadi justru PBB selalu tegang dan lamban dalam menyikapi konflik antar negara. Indonesia mengalami dua kali, yakni saat pembebasan Irian Barat, dan Malaysia. Dalam kedua perkara itu, PBB tidak membawa penyelesaian, kecuali hanya menjadi medan perdebatan.
Selain itu, pasca perang dunia II, banyak negara baru, yang baru saja terbebas dari penderitaan penjajahan, tetapi faktanya dalam piagam-piagam yang dilahirkan maupun dalam preambule-nya, tidak pernah menyebut perkataan kolonialisme. Singkatnya, PBB tidak menempatkan negara-negara yang baru merdeka secara proporsional.
Ketiga, Organisasi dan keanggotaan Dewan Keamanan mencerminkan peta ekonomi, militer dan kekuatan tahun 1945, tidak mencerminkan bangkitnya negara-negara sosialis serta munculnya perkembangan cepat kemerdekaan negara-negara di Asia dan Afrika. Mereka tidak diakomodir karena hak veto hanya milik Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, dan Taiwan. Kondisi yang tidak aktual lagi, tetapi tidak ada satu orang pun yang berusaha bergerak mengubahnya.
Keempat, soal sekretariat yang selalu dipegang kepala staf berkebangsaan Amerika. Tidak heran jika hasil kebijakannya banyak mengakomodasi kepentingan Barat, setidaknya menggunakan sistem Barat. Bung Karno tidak dapat menunjung tinggi sistem itu dengan dasar, “Imperialisme dan kolonialisme adalah anak kandung dari sistem Negara Barat. Seperti halnya mayoritas anggota PBB, aku benci imperialisme dan aku jijik pada kolonialisme.”
Kelima, Bung Karno menganggap PBB keblinger dengan menolak perwakilan Cina, sementara di Dewan Keamanan duduk Taiwan yang tidak diakui oleh Indonesia.
Di mata Bung Karno, “Dengan mengesampingkan bangsa yang besar, bangsa yang agung dan kuat dalam arti jumlah penduduk, kebudayaan, kemampuan, peninggalan kebudayaan kuno, suatu bangsa yang penuh kekuatan dan daya-ekonomi, dengan mengesampingkan bangsa itu, maka PBB sangat melemahkan kekuatan dan kemampuannya untuk berunding justru karena ia menolak keanggotaan bangsa yang terbesar di dunia.”
Keenam, tidak adanya pembagian yang adil di antara personal PBB dalam lembaga-lembaganya. Bekas ketua UNICEF adalah seorang Amerika. Ketua Dana Khusus adalah Amerika. Badan Bantuan Teknik PBB diketuai orang Inggris. Bahkan dalam persengketaan Asia seperti halnya pembentukan Malaysia, maka plebisit yang gagal yang diselenggarakan PBB, diketuai orang Amerika bernama Michelmore.
Bagi sebagian kepala negara, sikap keluar dari PBB dianggap sikap nekad. Bung Karno tidak hanya kelua dari PBB. Lebih dari itu, ia membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces/ Conefo) sebagai alternatif persatuan bangsa-bangsa selain PBB. Konferensi ini sedianya digelar akhir tahun 1966.
Langkah tegas dan berani Sukarno langsung mendapat dukungan banyak negara, khususnya di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Bahkan sebagian Eropa juga mendukung.
Sebagai tandingan Olimpiade, Bung Karno bahkan menyelenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10 – 22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.
Bung Karno dengan Conefo dan Ganefo, sudah menunjukkan kepada dunia, bahwa organisasi bangsa-bangsa tidak mesti harus satu, dan hanya PBB.
Bung Karno sudah mengeluarkan terobosan itu. Sayang, konspirasi internasional (Barat) yang didukung segelintir pengkhianat dalam negeri (seperti Angkatan ’66, sejumlah perwira TNI-AD, serta segelintir cendekiawan pro Barat, dan beberapa orang keblinger), berhasil merekayasa tumbangnya Bung Karno.
Wallahu a’lam. |
Langganan:
Postingan (Atom)