Jumat, 08 Juni 2012

Empat Belas Boss .....



Mencermati Dibalik Kunjungan 14 Bos Perusahaan AS ke Indonesia dan Ajang Pemanasan APEC 2013

Kunjungan 14 bos perusahaan AS bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (7/2/2012) kemarin seyogyanya menarik perlu dicermati. Pasalnya, kedatangan 14 bos perusahaan AS ini merupakan tindak lanjut dari keinginan Presiden AS Barack Obama agar negaranya menjadi investor terbesar di Indonesia.

Tentu ini bukan sekedar keinginan jangka pendek semata. Namun lebih dari sebuah ambisi jangka panjang AS yang tidak akan berhenti begitu saja. Mengingat, Indonesia memiliki keunggulan dalam segala bidang, termasuk letaknya yang strategis.

Sadar atau tidak, Indonesia memiliki hampir seluruh prasyarat untuk menjadikan dirinya sebagai kekuatan ekonomi yang diperhitungkan dalam tata ekonomi dunia.

Setidaknya prasyarat itu antara lain, posisi geostrategis yang unggul, terletak pada pusat grafitasi baru perekonomian global sehingga Indonesia berkesempatan dan perlu kesiapan untuk lebih baik lagi, keunggulan dan kekayaan SDA yang belum dimanfaatkan secara optimal, keberadaan struktur SDM produktif dan iklim yang relatif "bersahabat".

Kembali pada isu bahasan dalam tulisan sederhana ini, para investor yang tergabung dalam delegasi US-ASEAN Bussiness Council ini secara nyata memberikan tawaran kongkrit, misalnya dari Caterpillar, perusahaan AS ini ingin berinvestasi di Batam lebih dari Rp 2 triliun dengan mengembangkan truk yang ukuran 150 sampai 400 ton.

Kemudian P&G, perusahaan yang kantor pusat di Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat ini mengembangkan usahanya di Jawa Barat dengan ratusan juta dolar.

Di bidang pangan, Cargil baru melakukan investasi sekitar US$ 450 juta. Kemudian ada GE mau bikin 100 lokomotif kita untuk PT Kereta Api. Selain itu, investasi di bidang perminyakan seperti Chevron yang akan mengembangkan minyak dan gas di Selat Makassar senilai miliaran dolar.
Seperti diketahui, menurut pengakuan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, saat ini investasi AS di Indonesia berada diurutan nomor 2 atau 3.

Berdasarkan pengamatan awal, dapat dimungkinkan kunjungan sejumlah bos perusahaan AS ini dijadikan ajang pemanasan bagi pemerintah Paman Sam untuk berperan aktif di forum APEC yang akan berlangsung di Bali pada tahun 2013 mendatang.

Terkait dengan perhelatan APEC mendatang, seharusnya kebijakan luar negeri negara, termasuk bidang ekonomi harus merujuk kepada kepentingan nasionalnya. Dalam artian, kepentingan nasional yang ditujukan kepada upaya membangun dan mensejahterakan bangsa. 

Semoga saja, perhelatan APEC 2013 di Bali mendatang menjadi ajang bagi Indonesia untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dbagi kepentingan nasional yang lebih besar dan jangka panjang, terutam di bidang ekonomi.

 rusman, Direktur Global Future Indonesia

Kamis, 07 Juni 2012

Israel Lebih Sadis dari Apartheid



Peneliti pengungsi di Universitas Oxford, Abbas Shablaq menyatakan, situasi di Hebron merupakan bukti tindakan fasis yang dilakukan penjajah Israel terhadap rakyat Palestina.
Abbas Shablaq mengatakan, tindakan pelanggaran yang dilakukan penjajah Israel lebih dahsyat dari rezim Apartheid di Afrika Selatan.
Sedangkan peneliti di Universitas Oxford, Jay Joadin Gell menyatakan, “Saya pernah mengunjungi beberapa kawasan yang menjadi area pertikaian militer di sejumlah negara, namun sampai sekarang saya belum menyaksikan kondisi yang lebih buruk yang mirip dengan di Hebron.”
Menurutnya tindakan penjajah Israel telah melampau batas, mengganggu kehidupan warga, melempari delegasi dengan batu dan kotoran. 
Pemukim yahudi melempari delegasi asing dan Arab yang akan turut serta dalam konferensi keanggotan Palestina di PBB, dengan batu dan kotoran. Saat mereka berada di jalan Shalalah di belakang pemukiman yahudi Beit Hadasa.
Delegasi yang akan berpartisipasi selama dua hari dalam konferenasi yang digagas Universitas Hebron, mengunjungi kota Tua Hebron dan mengamati tindakan pasukan penjajah dan pemukim yahudi di sana.
Komite Pembela Hebron yang juga dosen di Universitas Hebron, Prof Muhammad Jabrini memaparkan tindak pelanggaran yang dilakukan penjajah yang mengekang kebebasan warga Palestina, serta penutupan toko dan larangan ibadah di Masjid Ibrahimi.

Kebijakan Negara Dikontrol Utang



Perekonomian Indonesia makin tergantung utang. Pemasukan pajak yang tidak optimal dan hasil dari sumber daya alam yang minimal membuat pemerintah masih mengandalkan utang untuk menutupi kekurangan anggaran negara.
Jumlah utang yang saat ini sudah hampir menyentuh Rp 2.000 triliun, dengan tidak adanya kontrol devisa, tidak ayal membuat besaran utang dari asing semakin membengkak. Kekhawatiran pengendalian asing sejalan dengan membengkaknya kepemilikan utang negara oleh asing, semakin membuncah.
Kondisi itu disebabkan pengendalian negara dan kebijakan yang menyertainya bisa tergadai oleh utang. Kolonialisme gaya lama dengan bungkus baru pun menghantui. Hal itu diakui Ketua Koalisi Antiutang, Dani Setiawan, kepada SH di Jakarta, Selasa (5/6) siang.
“Saat ini surat utang negara (SUN) Indonesia dikuasai 29,6 persen asing. Melihat trend capital inflow yang masuk ke emerging market seperti Indonesia, sangat memungkinkan kepemilikan SUN oleh asing makin meningkat dan mendominasi lebih dari 50 persen. Apalagi di kawasan saja, kita yang paling besar memberikan bunga,” katanya.
Jika hal tersebut terjadi, lanjutnya, Indonesia tidak akan berdaya menghadapi kontrol kebijakan dari pihak asing. Setiap kebijakan politik pun hampir dipastikan akan menguntungkan atau melayani modal asing yang masuk. “Ini sudah menjadi hukum baku, jika bisa mengontrol kebijakan negara maka suatu negara bisa dikuasai,” tuturnya.
Tanda-tanda hal tersebut sejatinya mulai terendus saat ini. Demi pandangan dan keinginan asing, secara gradual pemerintah mengurangi beban subsidi dalam APBN. Hal ini merupakan salah satu bukti bersedianya pemerintah didikte lembaga pemeringkat asing demi memperoleh predikat layak investasi (investment grade).
Sejak 1949 silam, Indonesia memang terus dijajah utang. Dalam perjanjian Konferensi Meja Bundar (1949), Belanda mewariskan utang US$ 4 miliar sebagai syarat kemerdekaan Republik. Padahal, utang tersebut digunakan untuk membiayai perang dan menguras kekayaan alam.
Transaksi utang luar negeri, kata Dani, telah lama digunakan pihak kreditur sebagai alat untuk mendesak pelaksanaan agenda-agenda liberalisasi di berbagai bidang seperti pelaksanaan privatisasi BUMN dan pelayanan publik, pembukaan pasar bebas, akses pasar karbon, pencabutan subsidi, dan penguasaan sumber daya alam nasional oleh investor asing.
Keagresivan pelaksanaan agenda liberalisasi dan swastanisasi dalam kurun waktu lima tahun terakhir ditandai semakin meningkatnya realisasi penarikan utang program dari Rp 12,3 triliun pada 2005, menjadi Rp 28.9 triliun pada 2010, atau rata-rata 55,2 persen dibandingkan penarikan utang proyek.
“Kondisi serupa pernah terjadi dalam kurun waktu 1969–1974 atau Pelita I Orde Baru, di mana jumlah penarikan utang program mencapai 59,3 persen dibandingkan penarikan utang proyek yang hanya 40,7 persen,” tuturnya.
Menurut Dani, strategi pengelolaan utang Indonesia memang sangat ramah dengan asing. Bahkan tanpa sadar negara lebih rela menyubsidi asing daripada menyubsidi rakyat sendiri dengan menetapkan bunga besar terhadap SUN. “Di 2008 dulu, kita bahkan sempat memberikan bunga 12 persen untuk obligasi negara. Padahal saat ini Amerika saja hanya memberikan bunga 0,1 persen. Kita mau diprovokasi IMF dan Bank Dunia agar banyak modal asing yang masuk,” tuturnya.
Total utang pemerintah Indonesia hingga April 2012 mencapai Rp 1.903,21 triliun, naik Rp 99,72 triliun dari posisi di akhir 2011 yang nilainya Rp 1.803,49 triliun. Jika dibandingkan Maret 2012 yang jumlahnya Rp 1.859,43 triliun, utang pemerintah naik Rp 43,78 triliun. Jika dilihat sejak lima tahun lalu saja, peningkatan utang pemerintah meningkat cukup signifikan. Pada 2007, total utang pemerintah baru tercatat Rp 1.389,41 triliun.
Khusus di 2012 ini, pemerintah berencana membayar utang Rp 322,709 triliun terdiri dari utang pokok Rp 200,491 triliun dan bunga Rp 122,218 triliun. Sampai dua bulan pertama 2012, utang itu sudah dibayar Rp 44,718 triliun (13,86 persen dari rencana).
Belanja Pegawai
Anggota Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, utang luar negeri yang besar belum efektif untuk pembangunan. "Kalau untuk investasi infrastruktur atau menambah subsidi, baru hasilnya bisa dirasakan seluruh rakyat. Yang ada, utang luar negeri digunakan untuk gaji pegawai dan membayar utang juga," ujarnya.
Hal senada dilontarkan anggota Komisi XI DPR lainnya, Arif Budimanta. Ia mengatakan, Indonesia harus mengubah kebijakan utang ke arah peningkatan produktivitas ekonomi riil masyarakat. Pasalnya, selama ini utang luar negeri hanya fokus untuk sektor keuangan alih-alih untuk sektor ekonomi riil. "Sebanyak 39,6 persen utang luar negeri Indonesia dipergunakan untuk sektor keuangan dan hanya 9,3 persen yang digunakan untuk upaya perbaikan listrik, gas, dan air bersih," ucapnya.
Padahal, dengan menghitung jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa dan jumlah utang Rp 2.000 triliun saat ini, tiap penduduk Indonesia dari bayi yang baru lahir sampai yang sudah uzur harus menanggung utang Rp 8 juta di pundaknya.

www.shnews

Rabu, 06 Juni 2012

75 Persen Perekonomian RI Tergantung Asing





Kontribusi sektor domestik terhadap ekonomi Indonesia ternyata hanya mencapai 25 persen, sisanya didominasi asing.
Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia menyebutkan, porsi kepemilikan investor asing di pasar saham awal tahun ini pun sudah mencapai 58,37 persen atau menguasai Rp 1,315 triliun. Hal yang sama juga terjadi pada utang pemerintah yang sudah hampir mencapai Rp 2.000 triliun, baik dari utang bilateral maupun Surat Berharga Negara (SBN). Asing menguasai lebih dari 30 persen dari instrumen SBN.
Ekonom dari Indonesia Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika melihat kondisi ini cukup rentan bagi ketahanan ekonomi Indonesia. "Di negara maju itu, sumbangan investasi asing tak lebih dari 25 persen ke perekonomian negara. Tapi di kita, 75 perekonomian dikontribusi asing. Kondisi ini yang harus dibalik, 75 persen perekonomian harus dari kontribusi domestik," kata Erani kepada SH, baru-baru ini.
Ketergantungan ini juga terlihat dalam upaya pemerintah mematuhi dikte internasional dalam pengurangan subsidi. “Subsidi yang membengkak terus itu akan memengaruhi defisit. Intinya investor asing ingin APBN kita itu berkesinambungan, sehingga kewajiban utang bisa dibayar dengan baik dan tepat waktu," ujar Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto.
Anggota Komisi XI DPR Harry Azhar Azis menyatakan, utang luar negeri yang besar belum efektif untuk pembangunan. "Kalau untuk investasi infrastruktur atau menambah subsidi, baru hasilnya bisa dirasakan seluruh rakyat. Yang ada, utang luar negeri digunakan untuk gaji pegawai dan membayar utang juga," ujar Harry.
Sementara itu, Erani mengatakan, dari konteks pergaulan internasional, Indonesia memang tak bisa lepas sepenuhnya dari masuknya asing. Misalnya saja di sektor pertambangan, Indonesia masih butuh transfer teknologi dari asing.
Namun, menurut Erani, ada beberapa sektor yang tak seharusnya dibuka lebar untuk asing. "Di sektor pasar keuangan, tak seharusnya kita sangat tergantung asing. Di kawasan Asia Tenggara saja rata-rata, termasuk Singapura, asing hanya maksimal diperbolehkan 40 persen. Kita yang paling liberal dengan memperbolehkan asing sampai 99 persen," tutur Erani.
Ekonom dan mantan Menko Perekonomian Kwik Kian Gie, menyayangkan beragam kebijakan pemerintah yang lebih pro pada investor asing. Pada akhirnya, hal ini mengakibatkan kekuatan ekonomi Indonesia dikuasai asing. Menurutnya, kekuatan ekonomi kita tidak lebih dari 2 persen hingga 8 persen.
Sejak 1967 lalu, negara sebenarnya membatasi ruang gerak korporasi asing masuk Indonesia, dengan hanya bisa terjun dan masuk ke roda perekonomian dengan jumlah sekitar 5 persen. Namun, mulai 1994 asing mulai merangsek pasar dengan pencapaian sekitar 60 persen hingga 80 persen. "Kini hasilnya sudah hampir mencapai 92 persen perusahaan dan aset-aset negara yang didapat melalui alam sudah dikuasai asing," ujarnya.
Padahal, alih-alih memberikan keuntungan lebih, daftar perusahaan asing migas yang menunggak pajak bertambah banyak. Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun lalu mengatakan jumlah perusahaan asing itu mencapai 33, melebihi jumlah perusahaan penunggak pajak yang disebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak 16 perusahaan
Data yang diperoleh ICW tersebut berasal dari hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) yang di-review kembali BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sejak 2008 hingga 2010. Sebanyak 33 perusahaan itu menunggak pajak yang jumlahnya selama dua tahun mencapai US$ 583 juta atau sekitar Rp 6 triliun.
Namun, pemerintah optimistis nasionalisasi industri pertambangan pada saatnya nanti sangat memungkinkan untuk diwujudkan. "Itu semua bisa saja. Tergantung kepentingan nasional kita. Artinya, opsi untuk memperpanjang (kontrak) atau tidak kan ada sama kita," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Hatta yakin sumber daya manusia Indonesia mampu mengelola sumber daya tambang untuk kepentingan nasional yang lebih besar. "Saya tidak bicara soal perusahaan A, B, C. Ini secara umum saja. Tapi secara SDM kita yakin sudah mampu mengelola pertambangan. Sudah berapa tahun sih kita merdeka? Masak nggak bisa-bisa juga," ujarnya.
Nasionalisasi
Soal nasionalisasi, Indonesia sebenarnya bisa belajar dari nasionalisasi industri migas di Bolivia dan Venezuela yang hingga hari ini ternyata dapat berjalan relatif aman, lancar, dan berdampak positif bagi kemakmuran rakyatnya. Exxon yang menuntut US$ 12 miliar untuk ganti asetnya di Venezuela, ternyata di Arbitrase Internasional hanya ditaksir US$ 907 juta.
Presiden Bolivia Evo Morales, beberapa waktu lalu juga memutuskan menasionalisasi seluruh perusahaan gas alam dan minyak di negara itu. Perusahaan energi asing harus menyetujui penyaluran seluruh penjualan hasil produksinya melalui negara atau pergi dari Bolivia. "Penjarahan sumber daya alam kita oleh perusahaan-perusahaan asing telah berakhir," ucapnya dengan tegas.
Begitu halnya dengan Arab Saudi yang bisa lepas dari ketergantungan terhadap perusahaan minyak AS: Aramco (Arabian American Oil Company), tatkala Raja Faisal menasionalisasinya pada 1974.
Baru-baru ini, Presiden Argentina Cristina Fernandez pun berani mengatakan perusahaan minyak besar, YPF, milik Repsol (Spanyol) akan diambil alih negara. Pemerintah pusat dan daerah akan mengambil alih 51 persen saham YPF yang saat ini dikuasai Repsol.
Dengan pengambilalihan ini, diharapkan kemandirian energi negara itu dan keuntungan hasil migasnya bisa dinikmati negara, bukan asing. Cristina berang karena tahun lalu negara harus mengeluarkan anggaran US$ 3 miliar untuk impor energi, sementara hasil migas dalam negeri lebih banyak diekspor.

Oleh Faisal Rachman
Sumber :www.shnews

Selasa, 05 Juni 2012

Pendusta di hukum mati di dunia semut



Seorang Mufti Masjidil Haram, mengisahkan kisah nyatanya sendiri, dia berkata :
Pada suatu kesempatan, aku duduk di sebuah tempat, Kupalingkan pandanganku kesana kemari melihat makhluk-makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Akupun terkagum-kagum dengan ciptaan ar-Rahman Subhanahu Wa Ta’ala. Seekor semut menarik perhatianku. Dia berkeliaran di sekitarku untuk mencari sesuatu, mencari, dan mencari. Tidak merasa terbebani, juga tidak bosan.

Di tengah-tengah pencariannya, dia menemukan sisa-sisa bangkai belalang, tepatnya adalah kaki belalang. Diapun menyeretnya, dan menyeretnya, dan berusaha untuk membawanya ke tempat tertentu yang telah ditentukan oleh hukum mereka di dunia semut. Dia sudah banyak berusaha dalam usahanya tersebut. Setelah beberapa waktu, dan kesungguhan, dia merasa tidak bisa membawa kaki belalang tersebut. Lalu dia tinggalkan buruan berharga tersebut, kemudian pergi ke suatu tempat yang tidak kuketahui, dan diapun menghilang.

Selang beberapa waktu, dia kembali bersama dengan sejumlah besar semut. Di saat aku melihat kemana mereka menuju, aku tahu bahwa semut yang tadi telah mengajak mereka semua untuk membantunya mengangkat apa yang tidak mampu dia angkat. Akupun ingin hiburan sedikit, kuambil kaki belalang tersebut, lalu kusembunyikan. 

Maka dia dan semut-semut lain yang bersamanya mencari kaki tersebut, mereka mencarinya kesana kemari tanpa ada hasil, hingga mereka putus asa akan keberadaannya, lalu merekapun pergi meninggalkan tempat tersebut. Setelah itu, semut yang pertama datang kembali sendirian menuju tempat tadi. Sebelum dia sampai pada tempat tadi, kukembalikan kaki belalang di hadapannya.

Maka mulailah dia mengitari dan melihat di sekelilingnya. Lalu dia berusaha untuk menyeretnya lagi, berusaha dan berusaha, hingga dia merasa lemah. Kemudian dia pergi meninggalkan tempat itu sekali lagi. Akupun yakin bahwa dia pergi untuk memanggil kabilah semutnya guna membantunya untuk mengangkat kaki belalang yang ditemukannya tersebut. 

Setelah itu, datanglah sekumpulan semut bersama semut tadi, dan kukira itu adalah kelompok semut yang sama seperti tadi!! Mereka pun datang, dan saat aku melihat mereka berjalan di belakang semut pertama menuju tempat tadi, akupun banyak tertawa, lalu kuambil kaki belalang dan kusembunyikan dari mereka sekali lagi. Merekapun mencari kesana kemari, mereka mencari dengan penuh keikhlasan. 

Demikian pula semut tadi mencari dengan sepenuh semangat dan keyakinannya, berputar kesana kemari, melihat ke kanan dan ke kiri, agar melihat sesuatu, akan tetapi tidak ada sesuatupun. Pada saat seperti ini, terjadilah sesuatu yang aneh. Sekumpulan semut itu berkumpul bersama yang lain setelah mereka bosan mencari, dan diantara mereka terdapat semut yang pertama. Kemudian tiba-tiba mereka menyerangnya, lalu memotong-motongnya secara ganas di hadapanku. Dan demi Allah, aku melihat kepada mereka, sementara aku ada pada keterkejutan yang besar.

Apa yang terjadi membuatku takut... mereka membunuhnya... mereka memotong-motongnya di hadapanku. Astaghfirullah! Ya, mereka memotong-motongnya di hadapanku... dia terbunuh karena aku... mereka membunuhnya karena mereka menyangka bahwa dia telah berdusta kepada mereka!!! SubhanAllah, hingga bangsa semut memandang dusta sebagai aib, dan kekurangan, bahkan dosa besar yang pelakunya dihukum bunuh!! Semut menganggap dusta adalah sebuah kejahatan, dan memberikan hukuman atasnya!! 

Maka bagaimana jika dusta itu membawa keburukan, atau keragu-raguan yang di belakangnya akan timbul fitnah, peperangan, dan kehancuran rumah tangga?! Serta penderitaan rakyat banyak karena para wakil rakyat yang dipilih ternyata mendustai rakyatnya dengan korupsi, nepotisme, dll. serta pemimpin negara ini mendustai dan mendurhakai hukum Allah yang wajib diterapkan... Maka dimanakah orang yang bisa mengambil pelajaran dari semut kecil ini ? Subhanallah...

"Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi apabila telah turun mimbar mereka melakukan tipu daya(dusta) dan pencurian(korupsi), Hati mereka lebih busuk dari bangkai" (HR. Ath-Thabrani)

Tuduhan INTOLERANSI Agama di Indonesia Oleh Sidang PBB



     Isi Pidato KH. Hasyim Muzadi Terkait Tuduhan Intoleransi Agama Di Indonesia.

KH. Hasyim Muzadi, Presiden WCRP (World Conference on Religions for Peace) & Sekjen ICIS (International Conference for Islamic Scholars) & Mantan Ketum PBNU  tentang tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia oleh Sidang PBB di Jeneva :

"Selaku Presiden WCRP dan Sekjen ICIS, saya sangat menyayangkan tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu, pasti karena laporan dari dalam negeri Indonesia. Selama berkeliling dunia, saya belum menemukan negara muslim mana pun yang setoleran Indonesia.

Kalau yang dipakai ukuran adalah masalah AHMADIYAH, memang karena Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam, namun selalu menggunakan stempel Islam dan berorientasi Politik Barat. Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri, pasti tidak dipersoalkan oleh umat Islam.

Kalau yang jadi ukuran adl GKI YASMIN Bogor, saya berkali-kali kesana, namun tampaknya mereka tidak ingin selesai. Mereka lebih senang Yasmin menjadi masalah nasional dan dunia untuk kepentingan lain daripada masalahnya selesai.

Kalau ukurannya PENDIRIAN GEREJA, faktornya adalah lingkungan. Di Jawa pendirian gereja sulit, tapi di Kupang (Batuplat) pendirian masjid jg sangat sulit. Belum lagi pendirian masjid di Papua. ICIS selalu melakukan mediasi.

Kalau ukurannya LADY GAGA & IRSHAD MANJI, bangsa mana yang ingin tata nilainya dirusak, kecuali mereka yang ingin menjual bangsanya sendiri untuk kebanggaan Intelektualisme Kosong?

Kalau ukurannya HAM, lalu di Papua kenapa TNI/Polri/Imam Masjid berguguran tidak ada yang bicara HAM? Indonesia lebih baik toleransinya dari Swiss yang sampai sekarang tidak memperbolehkan Menara Masjid, lebih baik dari Perancis yang masih mempersoalkan Jilbab, lebih baik dari Denmark, Swedia dan Norwegia, yang tidak menghormati agama, karena disana ada UU Perkawiman Sejenis. Agama mana yang memperkenankan perkawinan sejenis?!

Akhir nya kembali kepada bangsa Indonesia, kaum muslimin sendiri yang harus sadar dan tegas, membedakan mana HAM yang benar (humanisme) dan mana yang sekedar Weternisme".

Brutalitas Israel dan Sikap Pasif Dunia



Eskalasi kejahatan rezim Zionis terhadap tahanan Palestina dalam beberapa pekan terakhir semakin mengkhawatirkan dan memicu reaksi publik dunia. Di Palestina sendiri, Menteri urusan tahanan Palestina, Otorita Ramallah mengatakan, para tahanan Palestina di penjara-penjara rezim Zionis Israel akan melanjutkan mogok makan, karena Tel Aviv melanggar kesepakatan dengan Palestina yang ditandatangani pada bulan Mei. Seorang tahanan Palestina Mahmud Sarsak, yang berasal dari Gaza, kembali melanjutkan mogok makannya pada tanggal 15 Mei lalu.

Dalam konferensi pers di Ramallah, Tepi Barat, Ahad (3/6), Issa Qaraqaa mengatakan, Israel kembali melanggar kesepakatan yang ditandatangani dengan tahanan Palestina. Dalam waktu 10 hari pasca diakhirinya pemogokan, Tel Aviv justru memperpanjang perintah penahanan administratif  terhadap sekitar 30 tahanan.

Lebih dari 1.500 tahanan Palestina melakukan mogok makan terbuka pada tanggal 17 April sebagai bentuk protes terhadap penahanan administratif dan sel isolasi yang dilakukan oleh rezim Zionis, serta pelarangan kunjungan keluarga.

Pada tanggal 14 Mei, para tahanan mengakhiri mogok mereka setelah Israel menyetujui usulan Mesir yang meminta Israel untuk memindahkan tahanan Palestina dari sel isolasi ke penjara biasa. Berdasarkan kesepakatan yang dimediasi Mesir itu, Tel Aviv secara kondisional juga sepakat untuk tidak memperpanjang penahanan administratif kecuali terdapat bukti baru.

Berlanjutnya kejahatan rezim Zionis atas Palestina, terutama terhadap tahanan Palestina kian hari semakin membahayakan. Lebih dari 5 ribu tahanan Palestina saat ini mendekam dalam penjara Israel dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Tidak hanya itu, rezim Zionis juga melakukan penangkapan warga Palestina yang sebagian adalah para remaja, yang berdampak semakin menambah jumlah tahanan di penjara yang sempit dan sesak.

Lebih dari 200 tahanan Palestina mati syahid akibat ganasnya siksaan terhadap mereka. Sebagian dari mereka menderita penyakit fisik dan mental serta cacat tetap. Berlanjutnya brutalitas rezim Zionis terhadap tahanan Palestina merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional.

Sejatinya, sikap pasif publik dunia terutama organisasi internasional semacam PBB membuat Israel semakin congkak dalam melanjutkan kejahatan kemanusiaan terhadap bangsa Palestina.