Selasa, 04 September 2012

AS Ingin Indonesia Terlibat di Laut Cina Selatan


Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (3/9) petang. Dia akan menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara.

Kunjungan sepuluh hari Clinton dimulai 30 Agustus kemarin. Salah satu misinya adalah menyatukan perbedaan pandangan di antara negara anggota ASEAN terkait konflik dengan Cina. Dia juga akan membahas kerjasama komprehensif Jakarta-Washington.
Pada Juli lalu, Clinton juga mengunjungi wilayah Asia Tenggara dan melakukan penjajakan dengan para pejabat Kamboja dan beberapa negara lain untuk menyelesaikan sengketa dengan Cina, namun langkah itu tidak membuahkan hasil.
Clinton kali ini akan berbicara dengan pejabat tinggi Jakarta untuk mencari solusi atas apa yang disebutnya perseteruan Cina dengan negara-negara Asia Tenggara. Dia mampir di Indonesia setelah merampungkan misinya di Australia sebagai salah satu sekutu pertahanan dan keamanan AS di Asia-Pasifik.
Jika benar pernyataan Perdana Menteri Julia Gillard bahwa Australia tidak mampu lagi mengirim pasukan ke Irak dan mempertahankan pasukan di negara itu tidak akan menguntungkan Australia, maka kunjungan Clinton ke Negeri Kanguru itu tidak membawa pencapaian yang berarti. Meski demikian, Canberra sebagai sekutu Washington berkewajiban untuk melaksanakan kebijakan militer dan pertahanan AS di kawasan jika diperlukan.
Memperhatikan konflik Cina dengan beberapa negara anggota ASEAN seperti Vietnam dan Filipina terkait sengketa Laut Cina Selatan, Washington ingin meminta Jakarta untuk memainkan peran penengah dalam masalah itu. Indonesia sebagai pemain kunci di ASEAN diharapkan mampu memainkan pengaruhnya di wilayah sengketa tersebut.
Tidak diragukan lagi bahwa Indonesia di samping Vietnam dan Filipina serta anggota lain ASEAN, berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah dalam kerangaka piagam organisasi. Akan tetapi, kerjasama ekonomi ASEAN dengan Cina sedikit akan menghambat peran Indonesia untuk menengahi isu-isu yang berhubungan dengan sengketa Laut Cina Selatan.
Selain itu, kunjungan Clinton ke Jakarta juga membawa misi lain yaitu penjajakan untuk merampungkan kontrak militer senilai ratusan juta dolar. Sebuah kontrak yang secara perlahan akan membuka kehadiran AS di kawasan Asia dan ini adalah sesuatu yang tidak diinginkan oleh Cina.
Clinton kemudian akan melanjutkan kunjungannya ke Cina, Brunei, dan Timor Leste. Kunjungannya ke Timor Leste akan membuat dirinya menjadi menteri AS pertama yang berkunjung ke negara itu. 
Ini Agenda Pembicaraan Hillary Clinton di Jakarta
Dalam kunjungannya ke Indonesia, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Hillary Clinton, akan membahas sejumlah persoalan. Diantaranya, mendorong kekompakan negara-negara Asia Tenggara dalam konflik perbatasan di Laut Cina Selatan dengan Cina.


Hal itu diungkapkan oleh seorang pejabat pemerintah AS, yang ikut menemani Hillary dalam tur Asia-Pasifiknya. Menurutnya kedatangan Hillary ke Indonesia, juga untuk menawarkan dukungan AS dalam rencana regional.
Selain itu, pembicaraan terkait meredakan ketegangan diantara pihak-pihak yang bersengketa dengan menerapkan kode etik sengeketa perbatasan yang sudah ada.
"Dia ingin menguatkan persatuan ASEAN ke depannya," ujarnya, saat menemani Hillary di Kepulauan Cook, Senin. Seperti diberitakan oleh the Jakartapost.com.
Indonesia diketahui memainkan peran utama dalam menggagas rencana enam poin bersama setelah ASEAN gagal mencapai konsensus menyelesaikan sengketa tersebut di bulan Juli.
Pejabat itu mengatakan, Pemerintah AS akan mendorong dilaksanakannya rencana itu, terutama pelaksanaan dan penegakan kode etik, yang telah disetujui pada tahun 2002.
Keinginan AS sendiri dalam sengketa itu sendiri adalah agar setiap pihak yang bersengketa dapat mencapai resolusi damai. Atau setidaknya mencapai perkebangan yang signifikan hingga pertemuan puncak pemimpin Asia Timur pada bulan November mendatang yang rencananya akan dihadiri oleh Presiden AS, Barack Obama.
Seperti diketahui, konflik di Laut Cina Selatan sudah berlangsung berlarut-larut. Konflik ini melibatkan Cina dan Filipina yang merupakan sekutu Amerika Serikat di Asia Pasifik. Hubungan kedua negara menjadi tegang terkait aktivitas mereka di Laut Cina Selatan yang disengketakan.