Sabtu, 16 Juni 2012

HARI KEBENCIAN WANITA INTERNASIONAL





Siapa bilang komunisme telah mati? Ia hanya pingsan. Tuannya, para bankir Yahudi "penguasa dunia belakang layar", masih memberinya makan, dipelihara di dalam kandang untuk dilepaskan kembali bila diperlukan.

Buktinya Majalah Tempo masih menjadikan tokoh komunis melayu, Tan Malaka, sebagai tema edisi khusus kebangkitan nasional Indonesia, orang-orang liberal-demokrat-bodoh masih mengelu-elukan Che Guavera, dan orang-orang yang sama masih memperingati hari-hari suci komunisme seperti Hari Buruh Internasional dan Hari Wanita se-Dunia (International Woman's Day).

Di Indonesia, Hari Wanita Internasional (IWD) yang jatuh tiap tanggal 8 Maret, masih diperingati dengan gaya yang agak santun seperti memberikan bunga atau seminar. Pasti untuk menghindari kecurigaan masyarakat, terutama ummat Islam Indonesia yang sangat anti-komunis. Namun di negara lain, HWD telah menunjukkan wujud aslinya sebagai mesin propaganda komunisme.

Poster peringatan IWD di Kanada di atas menunjukkan filosofi IWD sebenarnya: menghancurkan tata sosial dimana suami menjadi pimpinan. Poster tersebut secara provokatif mengajak wanita untuk meninggalkan kodratnya sebagai pasangan laki-laki penerus generasi manusia dan sebagai ibu yang mendidik dan memelihara anak-anak, menjadi wanita pekerja kasar dan komoditi seks.

Persis sama dengan kampanye homonisasi yang saat ini marak di Indonesia dengan icon-nya Ryan "pembunuh berantai" dan Olga Syahputra --- yang terakhir ini menjadi alasan mengapa Hillary Clinton memilih menjadi bintang tamu acara "Dahsyat" RCTI dimana Olga menjadi host-nya, daripada acara-acara yang lebih serius di MetroTV dan TVOne. Hillary adalah seorang tokoh demokrat Amerika yang platform politiknya memperjuangkan hak-hak kaum homo. IWD merupakan alat untuk menghancurkan tata dunia lama untuk digantikan dengan "tata dunia baru" dimana kaum Yahudi menjadi penguasanya.

Dalam poster tersebut para wanita diajak mengikuti pawai dengan mengenakan simbol-simbol anti-wanita. Selain palu, kaum wanita diminta membawa topi pekerja, helm, sabuk tukang, kaca mata las, dan "simbol-simbol perubahan" lainnya.

Tentu saja IWD tidak diciptakan untuk menghargai wanita dengan sifat-sifat terhormatnya: kecantikan, kecerdasan, dan kesantunan. Sebaliknya IWD adalah bentuk memanipasi mereka dengan berbagai persepsi-persepsi keliru yang merusak. Mereka berusaha menarik wanita sebagai pendukung agenda "tata dunia baru".

HWD sebenarnya adalah bentuk kebencian kepada wanita dan tata sosial masyarakat dan humanis dan religius. Dan orang-orang yang mendukung dan berpartisipasi adalah orang-orang yang oleh tokoh komunis Joseph Stalin disebut sebagai "orang-orang bodoh yang berguna".

Para operator komunisme menangkap kebodohan orang-orang dengan slogan-slogan yang menggiurkan: persamaan, perdamaian, HAM, kebebasan, dan sebagainya. Mereka tidak sadar bahwa gerakan-gerakan tersebut didanai dan diorganisir oleh komunisme baru, yang pada akhirnya didanai dan diorganisir oleh para bankir yahudi "penguasa dunia belakang layar".

HWD pertama kali diselenggarakan tahun 1910 di Kopenhagen, Denmark, oleh organisasi komunis internasional "The Socialist International". Mereka mengklaim peringatan ini ditujukan untuk memperjuangkan "hak-hak kaum wanita".

Ini adalah manifesto untuk IWD yang dipublikasikan di "Die Kommunistin", 2 Maret 1921: "Untuk semua wanita pekerja! Anda yang membuat permintaan-permintaan dan perjuangan dalam jumlah jutaan... Pada semua masa dimana gelombang tak terwariskan maju di bawah panji-panji komunisme melawan eksploitasi dan pelecehan kekuatan kapitalisme. Pada perayaan Hari Wanita se-Dunia para ibu yang penuh derita, istri-istri yang ketakutan, buruh-buruh wanita yang kecapaian, pegawai-pegawai, guru, dan pemilik lahan-lahan sempit, mengalir bersama."(Wiemar Republic Sourcebook, 1995)

IWD dirancang untuk membuat wanita merasa telah diperlakukan tidak adil dan ditekan. Sebagai contoh satu halaman "fakta-fakta gender" mengatakan bahwa 2/3 pekerja di dunia adalah wanita, namun mereka hanya mendapatkan 10% penghasilan. Mereka juga dicuci otaknya untuk selalu berfikir bahwa kepentingan mereka terpisah dengan kepentingan keluarga mereka.

Ribuan acara diselenggaran dalam IWD. Di Unitarian Church London, Ontario, Kanada sebuah acara digelar oleh sebuah LSM untuk wanita Afghanistan. "menghorm

Thousands of events are planned around the world. For example, at the Unitarian Church in London Ont. an organization for Afghanistan women and girls Dalam undangannya menulis "Untuk menghormati dan merayakan para wanita lokal dengan musik, nyanyi, dansa dan aneka hiburan. Semua wanita diundang. Acara gratis!" Sangat bernuansa lesbianis.

Di San Francisco, diadakan cocktail party dan pemutaran film tentang penderitaan wanita di Gaza, seolah hanya mereka yang menderita dan para lelaki, anak-anak dan orang tuanya tidak. Atas nama "kesamaan gender", mereka mempraktikkan "ketidak samaan gender". Dengan memisahkan wanita-wanita muslim dari keluarganya, mereka bermaksud memudahkan mereka untuk dieksploitasi.

Fakta bahwa event-event berbau komunis seperti IWD dan Hari Buruh Internasional dirayakan setiap tahun membuktikan bahwa masyarakat telah tercuci otaknya oleh propaganda zionisme cq komunisme/sosialisme. Kebanyakan masyarakat bukan sosialis apalagi komunis, namun mereka bangga dapat berpartisipasi dengan event-event semacam IWD. Dengan kebodohannya tersebut, mereka telah turut berperan dalam penghancuran dunia untuk diserahkan bulat-bulat kepada agen iblis di bumi: para bankir Yahudi pemakan riba "penguasa dunia belakang layar".


Sumber: Henry Makow Ph.D, henrymakow.com, March 7, 2009

Che dan Pelukan Maut Komunisme





Dunia tidak mungkin melepaskan diri dari kehancuran selama masih "memeluk" komunisme dengan segala "tetek bengek"-nya. Salah satu tanda dari "tetek bengek" komunisme adalah masih beredarnya buku-buku komunisme di perpustakaan-perpustakaan, beredarnya kaos-kaos, buku-buku, dan film-film mengenai Che Guevara.

Kalau di Indonesia adalah masih dihormatinya sosok seperti Pramoedya Ananta Toer dan Tan Malaka. Saya pernah membaca biografi Che Guevara yang dimuat di majalah Matra dan edisi khusus Tan Malaka di majalah Tempo. Kini saya tahu kaitan antara Matra-Tempo dengan Che-Tan Malaka, yaitu melalui para eksekutif kedua majalah tersebut dengan Eric Samola, melewati taipan Ciputra dan berakhir di konglomerasi media massa global milik Yahudi.

Tetek bengek komunisme itu kini tengah mencapai kulminasi dengan diproduksinya sebuah film biografi Che Guevara berdurasi 4 jam 17 menit. Bukan oleh orang-orang komunis China, Kuba atau mantan komunis Uni Sovyet, melainkan oleh orang-orang "kapitalis" Hollywood Amerika. Tepatnya sutradara peraih Oscar Steven Soderbergh.

Bagi orang-orang liberal itu (pemuja kapitalis dan komunis sekaligus), rupanya Che lebih berharga dibandingkan para founding father Amerika sendiri. Demi Tuhan, bangsa Amerika bahkan memberi penghargaan sangat tinggi kepada sosok komunis yang lain, Marthin Luther King, dengan menjadikan hari kelahirannya sebagai hari libur nasional. Arwah para founding father pasti iri para arwah Marthin Luther.

Mick LaSalle, seorang kritikus film dari San Francisco pun dibuat bingung oleh sutradara Steven Soderbergh yang membuat film ini. "Jika saja Soderberg membuat film tentang George Washington dan Abraham Lincoln. Dengan membuat film tentang kepahlawanan Che Guevara, Soderberg menganggap kita semua setuju dengan pandangan dalam filmnya," katanya.

"Film itu merupakan versi gerilya komunis dari film Stations of the Cross, dimana kita melihat sosok Guevara dalam berbagai periode yang penuh kekerasan. Film ini tidak mengajak orang untuk berfikir, namun untuk memuji, bahkan mungkin memuja."

Ini bukan film pertama buatan Hollywood tentang Che, seorang pembunuh (tidak ada komunisme tanpa pembunuhan-pembunuhan massal yang keji) yang digambarkan sebagai "orang suci". Pada tahun 1969 Hollywood membuat film serupa dengan Omar Sharif berperan sebagai Che dan Jack Palance sebagai Fidel Castro. Selain itu pada tahun 2004 lalu juga diproduksi film sejenis dengan judul "The Motorcycle Diaries" (Che dikabarkan menggunakan motor trail selama menjalankan missi gerilyanya di Amerika Selatan), dan belasan film sejenis yang dibuat oleh stasion-stasion televisi.

Kaum komunis mengklaim perjuangannya adalah demi melayani rakyat. Mengejutkannya, masih cukup banyak orang bodoh yang mempercayainya, membaca dan melihat film-film Che dengan berlinangan air mata. Namun mengapa para pemuja Che juga melibatkan para sineas kapitalis Hollywood?

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa media massa dan dunia hiburan Amerika bahkan global, dikuasai oleh kapitalis Yahudi. Namun tidak banyak yang tahu bahwa para kapitalis Yahudi itulah yang menjadi "bapak komunisme" dunia.

Peristiwa-peristiwa besar dunia, hampir semuanya merupakan hasil skenario mereka untuk mengubah bentuk monopoli kekuasaan penciptaan uang dan kredit menjadi monopoli politik, bisnis, budaya dan agama. Mereka menciptakan kedua paham kapitalisme dan komunisme untuk membuat dunia sibuk menghabiskan energi, mengalihkan perhatian massa sekaligus menangguk untung dari bisnis peperangan komunisme versus kapitalisme.

Pada tahun 1953 Ketua Ford Foundation Howard Gaither mengakui kepada tim penyidik Congress bahwa kebijakan lembaganya adalah "menggunakan dana-dana sumbangan untuk merubah kehidupan kita di Amerika sehingga dapat bergabung dengan nyaman dengan Uni Sovyet."

Bangsa Amerika mempunyai ingatan sejarah yang sempit sehingga lupa bahwa agen-agen komunis nyaris berhasil merubah Amerika menjadi negara komunis, kalau saja tidak ada beberapa patriot dipimpin oleh anggota Congress McCarthy, yang melawan dan menggagalkan rencana tersebut. Akibat kegagalan tersebut maka rencanya besarnya diubah, yaitu mengganti Uni Sovyet menjadi kapitalis. Maka runtuhlah Uni Sovyet karena pengkhianatan Gorbachev dan Boris Yeltsin. Inilah sebabnya mengapa jargon komunisme "political corectness" kini menjadi jargon politik Amerika.

Mengapa yayasan-yayasan dan media massa mempromosikan feminisme, homoseksualisme, dan pornografi untuk menghancurkan masyarakat? Mengapa mereka mensponsori "liberalisme" dan "keberagaman" untuk menghancurkan identitas bangsa. Mengapa industri hiburan dan informasi berubah menjadi berorientasi sek, kekerasan, dan penyimpangan-penyimpangan sosial. Kita tidak sadar bahwa sebuah "mesin budaya" tengah mengendalikan kita menuju kehancuran masyarakat.

Eustace Mullins, seorang penulis murid sastrawan besar Ezra Pound, menulis buku tentang konspsirasi Bank Sentral Amerika. Tulisan tersebut diilhami oleh Ezra Pound yang terobsesi untuk membongkar kejahatan di balik pembentukan Bank Sentral. Para penerbit mengatakan kepadanya, mengapa ia melawan mereka dan mengabaikan tawaran menjadikannya sastrawan besar pemenang Nobel seperti Hemingway, Steinbeck, dan Faulkner (semuanya murid Ezra Pound).

Maka Mullins tetap menjadi sastrawan kelas bawah. Namanya mungkin baru akan dihormati nanti setelah masyarakat sadar bahwa apa yang ditulisnya dalam buku "Secret of The Federal Reserve (The London Connection)" adalah benar. Sementara Ezra Pound harus menghabiskan hidupnya di klinik kejiwaan setelah pemerintah tidak memiliki alasan untuk mengadilinya.

Rupert Murdoch, yang korporasi media massanya didanai oleh keluarga bankir Yahudi Rothschilds, mengatakan baru-baru ini, "Kita berada di tengah-tengah sejarah dunia dimana bangsa-bangsa akan didefinisikan kembali (redifined) dan masa depan akan berubah secara fundamental."

Murdoch benar bahwa orang-orang seperti keluarga Rothchild lah yang bisa menentukan masa depan bangsa-bangsa di dunia.


Che, Castro, dan Revolusi Kuba

Sampai beberapa hari lalu saya masih tidak bisa mengetahui dengan pasti, mengapa Amerika memiliki sebuah pangkalan militer di Kuba, tepatnya di Guantanamo. Sampai saat itu saya juga tidak memahami mengapa regim Batista dukungan Amerika, kalah dengan mudah melawan Castro, di negeri yang sangat dekat dengan Amerika.

Fidel Catro berhasil mengalahkan Batista berkat bantuan para kapitalis Amerika yang bekerja di birokrasi, militer dan media massa. Mereka menghentikan bantuan kepada Batista dan membiarkan Castro mendapat bantuan senjata besar-besaran dari Uni Sovyet. Ini membuat para pendukung Batista sadar bahwa "angin tidak lagi berhembus ke arah yang benar" dan mereka pun berubah haluan dengan mendukung Castro.

Hal ini tertulis di buku karangan Nataniel Weyl berjudul "Red Star Over Cuba". Weyl adalah seorang tokoh komunis Amerika tahun 1930-an, dan kenal dekat dengan tokoh-tokoh komunis Kuba. Saat itu ia sebenarnya bekerja untuk bankir Amerika dengan "menyamar" sebagai peneliti Federal Reserve (bank sentral AS) untuk wilayah Amerika Selatan. Weyl adalah seorang yahudi yang sadar dengan kejahatan komunisme dan kemudian mendedikasikan hidupnya untuk membongkar kejahatan komunisme di Amerika Latin.

Menurut Weyl baik Che Guevara dan Fidel Castro dididik oleh agen-agen komunis Sovyet sejak masih remaja. Guevara, kelahiran Argentina, menjadi penghubungan antara agen-agen rahasia Sovyet dengan kelompok Castro yang menyamar sebagai penduduk asli.

"Senjata rahasia Castro adalah uang --- jutaan dolar dengannya ia membeli kemenangan. Ia membeli semua tentara Batista, dan dalam satu kesempatan membayar $650 ribu tunai untuk satu batalion tentara dengan perlengkapannya.

Dubes Amerika di Kuba Earl Smith mengaku bahwa militer Kuba pimpinan Batista tidak pernah bertempur dengan sungguh-sungguh. Alasan utamanya, menurut Earl adalah perubahan politik Amerika yang meruntuhkan moral pasukan Batista.

Alasan lainnya adalah maraknya gerakan freemason bentukan Rothschild di Kuba. Baik Castro maupun Che adalah anggota mason. Saking besarnya gerakan ini, di ibukota Havana terdapat markas Grand Lodge berlantai 15.

Menurut Humberto Fantova yang menulis buku "Che! Hollywood's Favorite Tyrant", Guevara terlibat dalam pembantaian 10,000 warga Kuba setelah revolusi. Fantova menulis tentang Che, "pembunuh haus darah, pengecut, hipokrit. Tidaklah berlebihan mengatakan Che adalah godfather dari terorisme modern. Dan kini para penganutnya dengan naif memuji-mujinya terus menerus. Mereka adalah orang-orang yang oleh Stalin disebut sebagai "para idiot yang menyenangkan."

Segera setelah revolusi Kuba yang mendudukkan komunis di kursi kekuasaan Kuba, seorang wartawan menanyakan kepada Che, "Apakah Anda melihat dalam waktu dekat akan ada sebuah pemilu yang demokratis di Kuba." Che hanya tertawa mendengar pertanyaan naif tersebut. Hingga kini Kuba adalah kerajaan diktator dengan Castro sebagai rajanya. Komunisme yang melayani rakyat? Itu hanya sebuah alat untuk menggapai kekuasaan mutlak.

Kalau begitu sebenarnya yang terjadi, lalu bagaimana dengan insiden Invasi Teluk Babi oleh Amerika (invasi Amerika ke Kuba yang gagal)? Itu hanya operasi intelegen Amerika yang sengaja dibuat gagal untuk menaikkan image Castro.

Lalu bagaimana dengan pembunuhan Che oleh agen-agen Cia? Baik. Ia telah melaksanakan tugasnya dan tidak diperlukan lagi. Sebagaimana komunisme, ia hanyalah alat.
┌П┐(►˛◄) ┌П┐

Ada Soros di Balik Hillary



Pertemuan yang digelar di Gedung Arsip Nasional, 18 Februari 2009 antara Menlu Amerika Hillary Rodham Clinton dengan sekitar 50 undangan, disinyalir diatur oleh George Soros, tokoh "filantropi" yang dikenal dekat dengan Partai Demokrat di AS.
Adalah Suciwati, istri mendiang "pejuang HAM" Munir Said Thalib yang menjadi bagian dari tamu yang diundang pada pertemuan tersebut. Suciwati adalah salah satu anggota Program Team Tifa Foundation, yayasan yang mendanai sejumlah LSM Indonesia yang mendapat dana dari George Soros.

Konon saat pertemuan tersebut Suciwati mendapat kesempatan khusus untuk menyampaikan aspirasinya terkait kasus Munir kepada Hillary. Kepada Menlu AS itu, Suci meminta Hillary agar menanyakan perkembangan proses kasasi kasus Munir ke Presiden SBY.

Meski akhirnya Hillary urung meneruskan permintaan Suciwati itu saat diterima Presiden SBY di Istana Negara, terangkatnya kasus Munir dalam acara kunjungan kenegaraan itu telah menimbulkan spekulasi. Apakah ini memang telah didisain untuk memojokkan pemerintah Indonesia yang menjadi bagian dari smart power rejim Obama?

Indonesia menjadi penting di mata Obama. Sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia dipandang bisa menjadi simpul penting dalam diplomasi rejim Obama yang berniat "memperbaiki" hubungan dengan dunia Islam. Maklum, paska agresi Israel yang membantai lebih dari 1300 warga Palestina di Gaza, dunia Islam mengecam kebijakan luar negeri AS yang lebih memihak Israel.

Peran Indonesia untuk kampanye "smart power" rejim Obama bertambah penting, mengingat posisi Indonesia yang masih berseberangan dengan Israel dalam menyikapi konflik di Gaza tempo hari. Bahkan bersama Iran dan Turki, Indonesia termasuk negara yang memotori penuntutan terhadap Israel ke Mahkamah Internasional atas kejahatan rejim zionis itu.

Atas desakan lobi Israel (AIPAC), diplomasi luar negeri AS akan diarahkan untuk mamasukkan Indonesia ke dalam "poros Arab" yang menjadi benteng Israel. Dengan masuk ke dalam poros ini, Indonesia akan diberi peran lebih besar dalam menengahi perundingan damai konflik Israel-Palestina, dengan syarat keluar dari pemrakarsa tuntutan atas Israel ke Mahkamah Internasional.

Sumber Intelijen menyebut, jaringan Soros yang dikenal mendunia melalui wadah Open Society Institute (OSI), ambil bagian dalam menyukseskan agenda AIPAC tersebut. Soros yang lebih dikenal di Indonesia sebagai spekulator pasar uang dan dituding pernah ikut menenggelamkan perekonomian Indonesia pada tahun 1998, akan memainkan peran penting dalam diplomasi luar negeri Obama.

Di Indonesia jaringan Soros mendanai dua lembaga non pemerintah (NGO), yaitu Tifa Foundation dan International Transperancy. Peran OSI tidak kalah dengan lembaga pendanaan Amerika lainnya seperti USAID dan the Asia Foundation. Sejumlah LSM utama di Indonesia dibiayai OSI. ---sisanya dibiayai oleh USAID dan Asia Foundation.

Sebut saja Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jaringan Islam Liberal (JIL), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Wakhid Institute, Komunitas Utan Kayu, JPPR, dan banyak lembaga lainnya. (Tifa Foundation menjadi semacam LSM induk dimana LSM-LSM mendapat dana dari OSI melaluinya. Habibie Center memilih negara-negara Uni Eropa sebagai sumber dana. Tidak mengherankan jika para tokoh LSM dan tokoh-tokoh demokrat-liberal negeri ini ramai-ramai mendemo pemerintah terkait pencekalan Sydney Jones, wanita lesbian Yahudi aktivis LSM yang dicekal pemerintahan Megawati --- atas saran Badan Inteligen Nasional--- karena menjadi agen rahasia asing, pen).

"Memberdayakan masyarakat adalah menjadi tujuan OSI di seluruh dunia, namun pada intinya adalah menggiring opini masyarakat sehingga pada akhirnya menekan pemerintah suatu negara," kata sumber tersebut.

Melalui jaringan OSI ini konon Soros menggalang apa yang disebut "humanitarian intervention", yakni suatu pendekatan untuk menembus psikologis masyarakat, khususnya dalam hubungannya dengna negara. Dengan hadirnya tekanan masyarakat itu membuat pemerintah relatif lemah dan akhirnya mau mengikuti apa yang diinginkan "sponsor".

OSI yang dikenal karena reputasinya mengacak-acak sejumlah negara Eropa Tengah, Eropa Timur, dan Uni Sovyet paska Perang Dingin, disinyalir akan kembali memainkan konflik di Papua dan Aceh.

Lihat saja di Aceh, paska bencana tsunami dan perjanjian Helsinskib 2005, kehadiran jaringan Soros begitu semarak. Soros sendiri secara pribadi telah beberapa kali mengunjungai Aceh.

Sumber Intelijen menyebut, untuk persiapan Pemilu Lokal 2009 di Aceh, Soros telah membiayai Partai Aceh yang merupakan wadah perjuangan politik Gerakan Aceh Merdeka. Sebelumnya perundingan RI-GAM juga tak lepas dari campur tangan sang "predator berbulu filantropi" yahudi ini.

Untuk kasus Aceh, Soros menggunakan jasa perunding ulung, Damiens "spin doctor" Kingsbury yang juga berdarah Yahudi (dan Marthi A, mantan presiden Finlandia "another jew ass sucker goy", blogger). Hasan Tiro? Pengaruh Yahudi dapat dilacak dari istrinya yang berdarah Yahudi. Sang "spin doctor" adalah arsitek pelepasan Timor Timur dari Indonesia. Tidak heran jika Habibie kemudian tidak nyaman tinggal di Indonesia dan memilih Jerman sebagai "pengasingannya". (Namun komunitas Indonesia di Jerman mengaku tidak begitu dekat dengan keluarga Habibie yang lebih banyak bergaul dengan kalangan jet set Eropa, bogger).

Meski banyak negara menyadari akan bahaya yang ditimbulkan oleh jarinan Soros, kenyataannya tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah yang bersangkutan. Selain karena faktor keterpurukan ekonomi dan kemiskinan masyarakat, faktor lainnya adalah sifat kegiatan yang "bermanfaat" bagi masyarakat lokal.

Bisa dibayangkan dengan aktivitas pemberdayaan masyarakat atau penggunaan istilah-istilah "halus" lainnya seperti slogan "transparansi", "HAM", "demokrasi", "persamaan gender", dan lain-lainnya, menjadikan kegiatan jaringan Soros ini sulit ditolak. Dalam istilah inteligen disebut sebagai "positive inteligent activity".

Belum lagi dari segi keterpurukan ekonomi dan kemiskinan masyarakat, menjadikan sedikit saja bantuan materi yang dilakukan yayasan Soros, sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini sekaligus membuat peran pemerintah menjadi lemah (karena rakyat melihat Soros lebih bisa berbuat sesuatu ketimbang pemerintah).

(Betapa ironisnya, setelah merampok, Soros datang sebagai dewa penolong, dan masyarakat percaya padanya, blogger).

Dalam kasus Indonesia misalnya, kehadiran jaringan Soros semakin mencolok setelah kejatuhan rejim Soeharto tahun 1998. Didahului oleh krisis krisis ekonomi parah yang dipicu oleh aksi spekulatif Soros di pasar uang Asia, Soeharto akhirnya mundur dari jabatan presiden.

Pada tgl 18 September 2000, usai mengeruk keuntungan dari hasil spekulasi valas miliaran dollar, Soros melalui OSI mendanai terbentuknya Tifa Foundation. Tujuannya untuk mendorong Indonesia dan masyarakatnya menjadi "lebih terbuka" yang menghormati keragaman, menjunjung tinggi penegakan hukum, keadilan dan persamaan. Dengan dukungan dana Soros, dalam waktu singkat Tifa berkembang pesat. Yayasan ini mengklaim sebagai sebuah komunitas yang meliputi segala lapisan penduduk, baik unsur pemerintah hingga sektor bisnis.

Dukungan luas diberkan atas hak-hak individu, khususnya hak dan pandangan kaum perempuan, kelompok minoritas dan kelompok marginal lainnya. Dengan dukungan atas hak-hak individu itu, Tifa punya target memupuk solidaritas dan terciptanya tata pemerintahan yang baik, tentu menurut definisi mereka sendiri.

Karena itu secara umum misi Tifa adalah memberdayakan dan memperkuat masyarakat sipil vis a vis berhadapan dengna otoritas negara. Negara diposisikan sebagai "nature enemy" oleh rakyat. Maka sangat wajar jika bentuk akhir dari kehadiran jaringan Soros melalui perlawanan LSM yang dibiayainya itu membuahkan bentuk negara yang lemah (mudah didikte untuk kepentingan kelompok Soros). Inilah target Soros yang membonceng proses demokrasi.

KASUS MUNIR

Mencuatnya kasus Munir di sela-sela kunjungan Hillary disinyalir memang merupakan sebuah disain inteligen. Entah apa tujuannya, yanga jelas terangkatnya kasus Munir dapat mempengaruhi jalannya proses hukum yang kini tengah memasuki tahap kasasi di Mahkamah Agung.

Seperti diketahui Tifa melalui release yang dimuat di situsnya menyatakan keputusan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang memvonis bebas Muchdi Pr sebagai "awan hitam" dalam penegakan hukum dan HAM di Indonesia. Majelis hakim seperti disebut Direktur LBH Jakarta Asvinawati dinilai mengabaikan logika inteligen dalam memaknai fakta di persidangan. Ini memang aneh. Sebab bagaimana mungkin sebuah keputusan persidangan harus memaksakan sebuah pandangan yang didasarkan semata-mata pada logika inteligen?

Misal, hasil rekaman percakapan yang menggunakan kata sandi dalam beberapa penyebutan nama dan istilah. Apakah serta-merta kata-kata sandi itu dapat diartikan sebagai sebuah rencana pembunuhan? Tentu ranah hukum berbeda dengan analisis inteligen. Logika hukum membutuhkan pembuktian yang rigid dan pasti, bukan tafsir. Kenyataannya memang pengadilan tidak dapat menhadirkan bukti-bukti material yang dapat dijadikan alat bukti. Dengan kondisi itu hakim membebaskan terdakwa yang amar putusannya dibacakan 31 Desember 2008.

Kini proses hukum kasus ini sudah berada di tingkat kasasi di MA. Pihak-pihak yang bersengketa dikabarkan telah mengajukan memori kasasi maupun kontra memori kasasi.

Perjalanan kasus Munir sempat terhenti dengan bebasnya terdakwa Pollycarpus pada tahun 2006 setelah hanya terbukti melakukan pemalsuan surat. Namun atas gencarnya tuntutan LSM Kontras dan dukungan Congress AS pada awal tahun 2008, dalam putusan PK di MA dinyatakan Pollycarpus bersalah. Ia diganjar hukuman 20 tahun penjara.

Kuatnya desakan Congress AS terhadap proses hukum kasus Munir yang tertuang dalam sebuah surat, juga berhasil mendorong dilakukannya penyidikan terhadap kemungkinan adanya "dalang" kasus tersebut. Maka diseretlah Muchdi Pr yang mantan komandan Kopassus itu ke pengadilan.

Kubu Munir membantah kalau penuntutan Muchdi Pr atas desakan Congress AS meski pihak Muchdi menunjukkan bukti surat Congress AS tersebut. Konyolnya permintaan Suciwati kepada Hillary untuk menanyakan kasus Munir kepada Presiden SBY justru mempertegas adanya korelasi tersebut.

Sumber: tabloid Intelijen edisi 25 Februari - 10 Maret 2009.

Banker’s Manifesto: Dahulu dan Sekarang



Setiap orang saat ini, merasa sangat khawatir dengan kondisi ekonomi saat ini dan masa depan. Namun mereka lupa bahwa di masa lalu telah banyak orang memperingatkan kondisi krisis ekonomi seperti sekarang ini. Beberapa di antaranya bahkan telah membeberkan motif di balik krisis-krisis ekonomi yang terjadi di dunia, menciptakan Depresi Besar dan menghancurkan mata uang dollar dan menggantikannya dengan mata uang baru Amero pada tahun 2010, serta menggolkan negara super North American Union yang anti-demokrasi.

Namun seperti biasa orang-orang media selalu mentertawakan semua hal "teori konspirasi" ini sembari membuang jauh-jauh memori tentang fakta-fakta pendukung "konspirasi teori" ini: UU Imigrasi tahun 1965 yang membuka perbatasan Amerika dari jutaan imigran legal maupun ilegal, NAFTA, Pax Americana, Neocons, dan meningkatnya kecenderungan Amerika menjadi negara tiran (Pembantaian Waco, Patriot Act, Real ID Act, Violent Radicalization and Homegrown Terrorism Prevention Act).

Singkat kata, rakyat Amerika menderita panyakit "memori singkat" alias pikun yang sangat akut.

Bahkan saat orang seperti Ben Bernanke (Gubernur bank sentral) baru-baru ini mengaku kepada anggota Congress bahwa bank sentral telah memicu terjadinya Depresi Besar tahun 1929 dengan kebijakan manipulasi kredit, pengakuan ini hilang begitu saja terbawa angin.

"Penguasa balik layar" menginginkan rakyat tetap dalam kebodohan. Mereka tidak menginginkan kejahatan mereka diketahui rakyat. Maka media massa, yang nyaris semuanya dimiliki "penguasa balik layar" mengabaikan semua fakta-fakta tersebut di atas. Bahkan statiun-stasiun televisi yang mengklaim mendedikasikan untuk ilmu pengetahuan sekalipun seperti History Channel atau Discovery Channel.

Baru-baru ini stasiun televisi CSBN menyiarkan breaking news berupa siaran langsung sidang Congress membahas rencana stimulus bank sentral Amerika untuk mengatasi krisis keuangan. Ron Paul, anggota Congress asal Texas, mengkritik keras kebijakan stimulus bank sentral dan pemerintah berupa penambahan kredit dan pencetakan uang kertas.

"Modal tidak dapat diberikan dengan cara memberikan kredit dan mencetak uang. Modal dihasilkan dari kerja keras dan penghematan. Simpanan yang dihasilkan dari kerja keras dan penghematan inilah yang menjadi modal. Bank Sentral harus mengubah paradigma ini sehingga krisis bisa diatasi dan ekonomi dapat berjalan dengan baik," begitu kata Ron Paul.

Namun pernyataan yang bijak dan "legal" ini tiba-tiba dipotong oleh host CNBC yang menyebut Ron Paul sebagai "di luar kontrol". Sekali lagi perlu dicatat": pernyataan bijak dan legal dari seorang anggota Congress di forum resmi dilecehkan seorang host televisi sebagai "di luar kontrol". Para pemirsa, rakyat Amerika, kemudian menganggap Ron Paul, orang-orang sepertinya dan semua pemikiran-pemikirannya sebagai "orang-orang yang tidak bisa mengendalikan diri", "paranoid", "bodoh" dan sebagainya. Kemudian mereka menganggap kebijakan stimulus pemerintah dan bank sentral sebagai "kebijakan".

Saat ini skenario telah terlihat cukup jelas bagi orang-orang yang mau berfikir sejenak. Di satu sisi "penguasa balik layar" (melalui anggota Congress yang telah terkooptasi) mengesahkan berbagai undang-undang anti-demokrasi (untuk mencegah rakyat yang sadar untuk melawan), dan di sisi lainnya menempatkan boneka sebagai presiden, Barry Soetoro Hussein Obama, yang mampu menyihir orang-orang liberal bodoh untuk membungkam setiap kesadaran rakyat yang muncul sembari mengeksekusi agenda-agenda mereka.

Kita telah diperingatkan sejak dulu oleh beberapa orang bijak. Anggota Congress Charles A. Lindbergh menyatakan kepada publik setelah diloloskannya UU Bank Sentral yang memberi kuasa swasta untuk mencetak uang dan pemerintah hanya boleh meminjamnya dengan beban bunga, tahun 1913: "Undang-Undang ini telah mengukuhkan sebuah kejahatan terbesar di bumi. Setelah presiden (Woodrow Wilson) menandatangani udang-undang ini, sebuah pemerintahan siluman yang menguasai keuangan negara akan disahkan. Kejahatan terbesar sepanjang sejarah sepanjang sejarah telah dilakukan oleh undang-undang ini."

Lindbergh kemudian membuka dokumen rahasia Bankers Manifesto yang dibuat tahun 1892 kepada Congress. Dokumen itu berbunyi:

"Kita (para bankir) harus bergerak hati-hati dan menjaga setiap langkah, karena beberapa pemuka masyarakat rendahan (the lower order of people) telah menunjukkan tanda-tanda penolakan. Kehati-hatian akan menghasilkan kebijakan yang populer di mata masyarakat hingga kita benar-benar kuat dan diterima masyarakat dan kita tidak lagi khawatir untuk mengumumkan semua tindakan kita.

(Yah, Bernanke telah membuka kedok para bankir tanpa merasa khawatir sedikitpun terhadap perlawanan rakyat. Ia dan para bankir itu benar dengan rencananya, blogger).

Berbagai organisasi di Amerika harus diawasi dengan ketat oleh orang-orang kepercayaan kita, dan kita harus melakukan tindakan segera untuk mengontrol organisasi-organisasi ini atau menghancurkannya jika tidak bisa kita kontrol.

Pada acara Konvensi (para bankir) Omaha yang akan dilaksanakan tgl 4 Juli 1892, orang-orang kita harus datang untuk mengatur gerakan kita atau kalau tidak akan muncul gerakan-gerakan penentang yang membutuhkan kekuatan untuk menundukannya. Kondisi seperti ini belum cukup umur. Kita belum siap menghadapi kondisi seperti ini. Modal kita harus tetap dilindungi melalui kombinasi konspirasi dan undang-undang.

Pengadilan harus dirancang untuk memihak kita, hutang-hutang harus ditarik, surat hutang dan kredit rumah ditutup secepat mungkin. (Skenario ini berjalan tepat dengan krisis mortgage baru-baru ini di Amerika yang memicu krisis keuangan global, blogger)

Saat, melalui jalur hukum, masyarakat kehilangan rumahnya (karena tidak dapat membayar cicilan kredit), mereka akan lebih mudah diatur oleh pemerintahan yang kuat yang bekerja untuk suatu kekuatan pusat (central power) dari kerajaan uang yang dikontrol oleh para bankir.

Masyarakat yang tidak memiliki rumah tidak akan berani menentang pemimpinnya. Sejarah berulang kembali sebagaimana mestinya. Kenyataan ini diketahui benar oleh para pemuka kita yang terlibat langsung dalam pembentukan imperalisme dunia. Sementara mereka melakukan tugasnya, rakyat harus dijaga oleh kekuatan politik yang keras.

Isu reformasi pajak harus digaungkan melalui organisasi politik yang dikenal dengan nama Partai Demokrat, dan isu tentang proteksionisme harus digaungkan oleh Partai Republik.

Dengan memecah para pemilih, kita dapat mengalihkan energi masyarakat untuk bertikai tentang masalah yang tidak penting bagi kita. Dan dengan demikian kita dapat mengamankan semua yang telah kita rencanakan dan telah berhasil dilaksanakan."

"Banker's Manifesto" adalah sebuah skenario rahasia para bankir untuk menguasai Amerika. Dokumen ini beredar sangat rahasia di antara para bankir utama, namun bocor keluar hingga Lindberg mendapatkan kopinya.

John Prukop dari Coalition of a Constitutional Washington mengatakan, "Rencananya adalah menguasai semua sumber daya manusia dan alam. Penguasaan bukan melalui pejabat-pejabat pilihan rakyat, melainkan melalui oligarkhi yang dibentuk sendiri."

Semua bank dan lembaga keuangan besar adalah milik segelintir bankir. Orang menyangka keluarga Morgan memiliki semua saham JP Morgan. Namun saat meninggalnya, keluarga Morgan hanya memiliki 17% saham perusahaan, sisanya dimiliki oleh keluarga Rothschild, bankir Yahudi dari Eropa. Keluarga Rothschild adalah satu di antara bankir Yahudi yang menguasai bisnis keuangan dunia. Yang lain di antaranya adalah keluarga Warburgs, Schiffs, Lazard dari Perancis, dan Moses Seif dari Italia. Merekalah para "penguasa belakang layar" dunia sebenarnya.

Baru-baru ini JP Morgan mendapatkan limpahan asset dari Lehman Brothers yang bangkrut karena krisis keuangan. Washington Mutual, AIG dan Wachovia Bank juga mengerucut menjadi satu bank baru membentuk oligarki keungan Amerika dan global yang dikuasai oleh para "penguasa belakang layar" yang menguasai saham bank-bank sentral dunia.

(Sekedar catatan: Bank Indonesia tidak lagi mencantumkan tulisan Republik Indonesia pada uang rupiah yang dicetaknya. Ini mengindikasikan Bank Indonesia mulai melepaskan diri sebagai lembaga negara dan membuka jalan bagi penguasaan oleh bankir "penguasa belakang layar" suatu saat nanti, blogger)

Saat ini pemerintah dan kekuatan-kekuatan politik Amerika, Kanada dan negara-negara Eropa secara sistematis berupaya mengubah negara mereka menjadi negara polisi. Melalui media massa mereka mencap ekstremis, dan neo-nazi kepada kelompok pembela hak-hak kulit putih. Kini mereka mulai dicap sebagai teroris internal (homegrown terrorist) yang harus ditindas. Tragedi Pembantaian Waco tahun 1993 dimana puluhan orang termasuk wanita dan anak-anak dibunuh aparat negara, merupakan test case atau latihan pembentukan police state di Amerika.

Presiden Barry Soetoro Obama telah merencanakan pembentukan pasukan keamanan sipil yang berjumlah sama dengan angkatan darat Amerika. Latar belakang dan alasannya? Kata Barry Soetoro Obama adalah untuk membantu masyarakat menghemat listrik. Betapa tidak rasionalnya mengingat biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar dari nilai energi yang dihemat. Tujuan sebenarnya adalah untuk membungkam setiap perlawanan rakyat yang kecewa dengan kondisi sosial ekonomi yang samakin runyam.

Pada akhirnya mereka menginginkan orang-orang kulit putih, sebagaimana etnis lainnya, menjadi budak para bankir Yahudi itu.

Mungkinkah Anda berfikir (setelah membaca beberapa buku dan artikel) bahwa para "penguasa belakang layar" adalah para raja minyak melibatkan raja Saudi dan keluarga George Bush? Atau sekelompok neo-Nazi yang bekerja secara rahasia? Atau Vatican? Atau sekolompok kulit putih yang membentuk organisasi rahasia Skull & Bones?

Baik. Keluarga Raja Saudi adalah mantan keluarga badui yang kerjanya merampok para khafilah dan jema'ah haji untuk menyambung hidup. Mereka muncul sebagai penguasa jazirah Arab setelah terbujuk rayuan zionis Inggris untuk memberontak kepada khilafah Islam Turki. Jika menghendaki zionis dapat mengakhiri kekuasaan raja Saudi kapan saja. Apalagi setelah popularitasnya merosot karena terlalu kentara menjadi pelayan Amerika.

Keluarga Bush? George W. Bush senior mengecewakan orang-orang Yahudi karena terlalu keras menekan Israel untuk berdamai dengan Palestina dan menarik pulang pasukan Amerika dari Irak setelah Perang Teluk I. Hasilnya, ia kalah dalam pemilihan presiden tahun 1992. Jika saja tidak terbongkar rencananya, George W Bush senior akan berahir hidupnya dalam sebuah aksi terorisme di Spanyol yang dirancang Israel.

Nazi? Para pengikutnya yang melarikan diri ke hutan masih dikejar-kejar Israel hingga kini.

Vatican? Memang pernah menjadi kekuatan signifikan melawan zionis. Namun setelah beberapa Paus dan pejabatnya meninggal misterius, dan semakin lemah karena kampanye ekspos skandal-skandal seks para pejabatnya, Vatican kini tak berdaya sama sekali. Mereka bahkan tidak dapat menghentikan kampanye homonisasi yang dilakukan Yahudi terhadap kalangan birokratnya. Saking tidak berdayanya, Vatican bahkan diam seribu bahasa saat Yahudi Israel mengebom gereja suci Nativity di Jerussalem.

Skull & Bones? George W Bush Sr, Bill Clinton, George W Bush Jr dan presiden-presiden Amerika lainnya adalah anggota kelompok ini waktu kuliah. Namun mereka tidak berdaya menghentikan imigran ilegal hingga pelan namun pasti peran politik, sosial, ekonomi (apalagi peran utama di film-film Hollywood dan dunia hiburan), tersingkir oleh ras-ras lainnya (Will Smith, Oprah Winfrey, Michael Jackson). Mereka yang secara tradisi adalah penganut Kristen yang taat, tidak mampu menangkal kampanye homonisasi di Amerika yang dilancarkan Yahudi. Mereka juga tidak mampu menolak ketika orang-orang Yahudi Amerika menyodorkan orang-orang Yahudi (termasuk Yahudi yang masih menjadi warga negara asing) untuk menguasai jabatan-jabatan tinggi birokrasi Amerika.

Meski menjadi perdebatan apakah Yahudi Shepardik (Yahudi putih atau Yahudi bangsawan, banyak terdapat di Spanyol, Inggris dan Perancis), atau Yahudi Askhenazi (Yahudi hitam, berdarah campuran Turki dan Mongol, banyak terdapat di Eropa Timur hingga Jerman) yang menjadi "penguasa balik layar". Yang pasti mereka adalah para bankir global yang dengan kekayaannya kemudian menguasai semua sektor bisnis global, menguasai media massa, LSM, lembaga-lembaga pendidikan terkemuka hingga organisasi-organisasi dunia.

Mereka secara sistematis berusaha melemahkan ras-ras saingannya melalui kampanye demokrasi, HAM, persamaan hak, persamaan gender, kebebasan berekspresi (dan kebebasan-kebebasan lainnya), homonisasi, liberalisasi, perlindungan kaum minoritas, dlsb.

Yahudi umum seperti tetangga sebelah rumah, tidak akan terpisah dari konspirasi ini. Sebagian mereka menjadi penjahat kerah putih yang menyumbangkan sebagian jarahannya untuk Israel. Bekerja secara rahasia mencuri kekayaan orang-orang non-Yahudi sembari menanamkan perpecahan di antara mereka. Bagaimana pun pada akhirnya mereka terkait dengan jaringan "penguasa belakang layar".

Tidak ada sejarah masala lalu yang klop dengan peristiwa-peristiwa saat ini yang tanpa kaitan dengan keberadaan Yahudi rentenir-pencuri-penipu, yang secara pelan namun pasti menyingkirkan ras-ras lain dari konstelasi politik, sosial, ekonomi dan budaya global.

Tidak peduli apakah Anda orang "demokrat", "republik", "komunis", "kapitalis", "nasionalis", "liberal", "konservatif", dll --semua hal yang sengaja diciptakan untuk "menyandera" dan "mengalihkan pikiran" manusia saat "penguasa balil layar" berbuat apapun sesukanya untuk mengeruk kekayaan dan menancapkan kekuasaan: krisis keuangan global, perang melawan terorisme, pemboman London, teror Mumbai dll.

Anda, orang-orang liberal pemuja Barry Soetoro Obama, hanyalah pion dari skema besar yang akan mengubah Anda menjadi budak dan sasaran ludah kelompok minoritas. Anak cucu Anda akan mengutuk Anda atas kebodohan Anda membiarkan semua ini terjadi.

Anda bangga dengan julukan pembela "persamaan"? Baik kawan, Anda segera akan mengetahui apa sebenarnya "persamaan" yang Anda junjung tinggi itu, yaitu saat Yahudi benar-benar negeri Anda. Saat itu Anda akan dipukuli di muka umum tanpa pembela sedikit pun saat Anda mengorganisir demonstrasi memprotes Israel atas kekejiannya di Palestina. Saat itu Anda akan ditangkap ketika mengorganisir acara seminar tentang hak-hak kaum muslim atau kristen.

Saat itu Anda seperti rakyat Palestina ditembaki dan dihujani bom setiap hari hanya karena "menyelundupkan" makanan dari Mesir untuk menyambung hidup.

SourcePhillip Marlowe, The Banker’s Manifesto: Then and Now, incogman.com, February 27, 2009.

DAGELAN POLITIK BERJUDUL "NATIONAL PRAYERS BREAKFAST"



"When the time comes finally to destroy the papal court...we shall come forward in the guise of its defenders...By this diversion we shall penetrate to its very bowels and be sure we shall never come out again until we have gnawed through the entire strength of this place." (Protocols of the Elders of Zion-17)


Pada hari Kamis, 5 Februari lalu, digelar sebuah acara bernama "National Prayers Breakfast" di ibukota Amerika, Washington DC. Acara yang telah menjadi tradisi setiap tahun ini diikuti oleh para pemimpin politik dan agama dari Amerika dan "negara-negara sahabat" lainnya. Dikabarkan Wapres Jusuf Kalla hadir dalam pertemuan tersebut, namun wajahnya tidak tampak di televisi. (Mungkin dianggap bukan tamu yang terlalu penting).

Meski bertema keagamaan, sangat ironis event tersebut justru dipenuhi dengan para tokoh gila perang. Sebut saja Hillary Clinton, menlu Amerika pendukung kuat zionisme yang telah mendorong Perang Irak dan Afghanistan dan pernah mengancam akan menghancurkan Iran.

Namun tamu kehormatan dalam acara tersebut adalah mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, yang bersama Presiden Amerika George W Bush bahu membahu menggelar "perang terorisme" yang telah merenggut jutaan nyawa umat Islam di Irak dan Afghanistan dan penjuru dunia lainnya. Dalam pidatonya ia mengaku "tidak mengenal Tuhan" selama menjalankan kursi pemerintahan Inggris. Kini, katanya, ia sadar bahwa agama ternyata menjadi faktor paling penting dalam setiap kebijakan luar negeri negara-negara di dunia. Tidak kurang 31 kali ia menyebut kata "Tuhan". Ia juga mengatakan, "Untuk menyerahkan diri kita kepada Tuhan, kita harus menjadi instrumen kasih sayang-Nya."

Seperti biasa orang-orang liberal bodoh yang menyaksikan pidato itu berkaca-kaca matanya karena haru dengan pidato yang penuh "welas asih" itu. Presiden Obama sendiri menyanjung-nyanjung Blair dengan mengatakan, "Teman baik saya Tony Blair." Namun orang-orang Amerika yang sedikit lebih cerdas mengacungkan jari tengahnya di depan televisi. Adapun orang-orang komunis dan atheis mengatakan, "Setelah menyaksikan pidato Blair, saya semakin bangga dengan keyakinan saya (atheisme)."

Tentu saja Blair telah memainkan peran kudeta terhadap para pendeta sekaligus menunjukkan agama telah menjadi suatu permainan politik. Ia bersama George W. Bush dan para penggila perang lain sama sekali bukan manusia beragama, melainkan penjahat psikopat. Ia menyangka dengan mengaku insyaf, dunia akan memaafkannya.

Tony Blair kini menjabat sebagai utusan perdamaian PBB untuk Timur Tengah. Mungkin inilah yang disebutkannya sebagai ,"instrumen kasih sayang Tuhan". Dalam peranannya sebagai "intrumen kasih sayang Tuhan" itu tidak ada kecaman sedikit pun dari mulutnya atas Israel yang telah membantai penduduk Gaza baru-baru ini. Ia bahkan mengatakan, "Apa yang terjadi di Gaza sangatlah mengguncangkan dan menyedihkan, namun itulah perang."

Selama kepemimpinannya, Blair yang mengesankan diri sebagai penganut Katholik, justru melegalkan pernikahan sesama jenis. Padahal anti-homoseksualitas merupakan nilai-nilai agama Katholik terakhir yang masih dipertahankan oleh gereja Vatikan.

Blair juga diketahui telah menumpuk kekayaan besar selama ini. Setelah pensiun saja ia telah mengumpulkan uang hingga $18 juta dari kuliah-kuliah yang diajarkannya di depan para eksekutif, politisi, dan tokoh-tokoh masyarakat di berbagai penjuru dunia. Sekali berpidato, ia dibayar $250.000 atau sekitar Rp2,5 miliar. Namun ia lebih sering memberikan kuliah di hadapan para eksekutif perusahaan-perusahaan multinasional seperti misalnya JP Morgan Chase atau Carlyle Group. Perusahaan terakhir adalah suplier perlengkapan inteligen Inggris yang kontraknya dilakukan saat Blair menjadi Perdana Menteri...┌П┐(►˛◄) ┌П┐

Extortion! The Real Reason for War and Depression



Alasan Sebenarnya Terjadinya Peperangan-Peperangan dan Krisis Global


Peradaban manusia telah berumur ribuan tahun sejak Nabi Adam "turun" ke dunia. Kecerdasan manusia telah sampai pada puncaknya. Namun manusia seperti tidak pernah beranjak dari kebudayaan purba: saling berperang, saling menindas dan berlomba-lomba mengeruk kekayaan tanpa peduli pada kerusakan lingkungan dan tata sosial.

Sepuluh tahun lalu saya masih percaya bahwa sejarah dunia bergerak ke arah ideal: kekuasaan-kekuasaan tirani menjadi demokrasi, polytheisme menjadi monotheisme, budaya primitif menjadi budaya teknologi tinggi, kemiskinan menjadi kemakmuran global dan lain sebagainya. Namun kemudian saya melihat bahwa apa yang tampak tidak seperti keadaan sebenarnya. Dunia justru menuju ke kehancuran: krisis ekonomi global, kerusakan lingkungan global, kehancuran tata sosial global (kriminalitas, seks bebas, homoseksualitas, broken home, single parent), dan lain sebagainya.

Kemudian saya mencoba mencari jawab dari semua ini dari berbagai referensi khususnya buku-buku sejarah, theori konspirasi dan sudah barang tentu Al Qur'an dan Hadits. Akhirnya saya menemukan bahwa penyebab kerusakan dunia adalah karena adanya sekelompok orang rakus penyembah setan yang tanpa lelah bekerja sistematis dan turun-temurun untuk menguasai dunia sembari menebarkan kerusakan. Mereka adalah manifestasi iblis di muka bumi.

Saya ingin mengajak berfikir logis sederhana untuk memahami masalah ini. Dengan teknologi yang dimiliki manusia semestinya sudah lama di dunia tidak ada lagi kelaparan dan kemiskinan sebagaimana tidak adanya lagi berbagai penyakit karena teknologi kesehatan. Namun mengapa sebagian besar manusia justru dililit kemiskinan dan kelaparan sementara sebagian lainnya bergelimang kekayaan yang tidak dapat dibayangkan oleh sebagian besar manusia: membangun rumah senilai triliunan rupiah, membeli perhiasan seharga ratusan miliar rupiah, atau memberi hadiah ulang tahun berupa pesawat jet seharga ratusan miliar rupiah.

Coba kita berfikir logis sederhana. Mengapa Amerika memilih menyerang Irak tanpa alasan (alasan kepemilikan senjata pemunah massal milik Irak terbukti bohong belaka) hingga harus mengeluarkan triliunan dollar sementara puluhan juta rakyatnya sendiri dilanda kesulitan ekonomi dan ribuan korban Badai Katrina di kota New Orleans dibiarkan terkatung-katung dengan alasan pemerintah tidak memiliki cukup dana untuk merehabilitasi mereka?

Coba kita berfikir logis sederhana. Mengapa pemerintah Indonesia (sebagaimana sebagian besar pemerintah negara-negara lainnya) selalu menerapkan kebijakan ekonomi besar pasak daripada tiang dengan sengaja membuat APBN tidak seimbang: pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, dan mengandalkan hutang luarnegeri sebagai sumber pendanaan?

Artikel di bawah ini adalah satu di antara berbagai referensi yang membuat saya memiliki kesimpulan sebagaimana saya sebutkan di atas.



Extortion! The Real Reason for War and Depression
henrymakow.com, February 21, 2009

by Henry Makow Ph.D.

"Woe unto those who call evil good and good evil, who put darkness for light and light for darkness"... Isaiah 5:20

"The individual is handicapped by coming face-to-face with a conspiracy so monstrous he cannot believe it exists." J. Edgar Hoover (America Statesman)

At the end of the 19th Century, the Catholic church organized massive resistance to Illuminati Jewish domination of national life. The Illuminati instigated World War One partly to crush and punish a recalcitrant Europe. Lenin defined "peace" as the end of all forms of resistance to Communist (i.e. Illuminati Jewish) despotism.

After WWI and WWII, the League of Nations and the UN both promised world government to prevent war. Indeed, Illuminati globalists always promise this--but we don't realize they are blackmailing us. They start the wars in the first place.

The Elders of Zion vowed to harass the nations with corruption and strife until they accepted their "Superstate" (i.e. world government tyranny.)

"The recognition of our despot may also come ...when the peoples, utterly wearied by the irregularities and incompetence - a matter which we shall arrange for - of their rulers, will clamor: "Away with them and give us one king over all the earth who will unite us and annihilate the causes of disorders - frontiers, nationalities, religions, State debts - who will give us peace and quiet which we cannot find under our rulers and representatives." (emphasis mine, Protocols of Zion, 10-18)

Of course, this also applies to the current economic depression. Right on cue, Henry Kissinger, CEO of the NWO, tells us: "the alternative to a new international order is chaos." The "E" in CEO stands for Extortion. "Please Mr. Kissinger, give back our prosperity. We'll agree to anything."

We are in the eighth inning of a long term conspiracy and must shake off our complacency. This is not another recession; it is a final life-and-death power grab. A satanic cult, the Illuminati, has subverted all nations and religions and now is moving to consolidate its power. Our "leaders" (including Obama) belong to this cult. From their past record (in Russia & China), it is possible to predict the future: Conditions will deteriorate. There will be civil unrest. An assassination or some other contrived terror will result in war or martial law. Anyone who has expressed opposition to their agenda, -- patriots, Christians, "anti Semites" -- will be put into concentration camps and possibly murdered. The war and suffering will be such that the masses will accept the Illuminati's sugar coated tyranny. I hope I am wrong.

The Illuminati were founded by Cabalistic Jewish bankers like the Rothschilds who used "anti Semitism" to brainwash and empower other Jews as their agents. But, as we have seen, they will sacrifice these Jews to achieve their aims. They are Freemasons --both Jews and non-Jews-- who want to hog all the world's wealth, cull the human race, enslave it mentally and spiritually, if not physically. They have been conspiring for thousands of years and we have the honor of seeing their final victory. They are a hydra headed monster-operating under many facades but today the main ones are socialism, communism, liberalism, feminism, zionism and neo conservatism.

THE CHURCH'S STRUGGLE WITH SATANISM 

For centuries, until after World War Two, the Catholic Church was the bastion of Western civilization and main obstacle to Illuminati world control. Recently, the Vatican opened their secret archives and revealed their centuries-long struggle to arrest the Illuminati (i.e. Masonic) Jewish stranglehold on European politics and culture. Jewish historian David Kertzer documents this struggle in his book "Popes Against the Jews" (2001) which of course he spins as the church's role in creating anti Semitism. Nevertheless the book is a treasure trove of valuable information including a graphic account of the 1840 "Damascus Affair," the most famous instance of satanic Jewish human ritual sacrifice. (pp.86 ff.)

The salient points are 1. a prominent Italian Capuchin monk, father Tommaso was ritually slaughtered (and blood drained) by prominent cabalist Jews. 2. They confessed and led authorities to his identifiable remains and clothing. 3. The Rothschilds sent a delegation of prominent English Jews to Damascus and pressured all concerned to say the confessions were extracted by torture. 4. The Pope, Gregory XVI, had reliable intelligence and refused to knuckle under. Nor did any future Pope. They also had the testimony of a Moldavian priest, a former Jewish rabbi, who described and explained all the rituals, including the use of Christian blood in Passover matzoh. (92)

When a new ritual murder was reported in Hungary in 1899, the official Vatican newspaper L'Observatore Romano issued this warning "not to all Jews but to certain Jews in particular:

Don't throw oil on the fire...Content yourself with the Christian's money, but stop shedding and sucking their blood." (163)

Obviously these instances of human ritual sacrifice are relatively rare. The masses of Jews are not satanic and genuinely want assimilation. Only satanists among them engage in this practice. Nonetheless, all Jews are implicated by denials and cries of "blood libel." Satanists --Jewish or not--engage in human ritual sacrifice. The Illuminati do it regularly. In addition, they have been doing it to the human race for centuries by virtue of war.

While Jews are not satanists, their leadership, the Illuminati bankers are. In 1913, Illuminati bankers went to great length to whitewash the rape and murder of a 12-year-old girl in Atlanta Georgia by Leo Frank, the head of the local B'nai Brith lodge. They even bribed the jury and the governor.(See the account in Michael Jones, The Jewish Revolutionary Spirit, p. 707-729)

For these Illuminati Jews, lying and deception are the norm, what they call "magic." They have convinced their fellow Jews that anti Semitism is a sickness of the gentile mind, a delusion, when in fact it is resistance to the satanic Illuminati agenda. Ordinary Jews will be sacrificed when the going gets tough unless they take a stand against their "leaders."

The naivete of Jewish intellectuals is well illustrated by Kertzer himself. He portrays Vatican opposition to Masonic Jewish control as an old reflex born of prejudice, envy and fear of change. Yet, he relates that both Bismark and Metternick, the Austrian Chancellor, were in the Rothschilds' pocket. Metternick depended on them for loans to keep his government afloat as well as "when members of his own family needed financial help." (80)

Kertzer quotes voluminously from Catholic newspapers: "The Jews will be Satan's preferred nation and his preferred instrument...The Jew Freemasons govern the world...in Prussia of 642 bankers, 550 are Jews and in Germany, in Austria and in some parts of the Orient, the word invasion is no exaggeration to express their number, their audacity and their near-irresistible power." (172-3)

Wherever they live "the Jews form a state within a state," an Italian monk wrote in 1825. Unless Christians act quickly, the Jews will finally succeed in reducing the Christians to be their slaves. Woe to us if we close out eyes! The Jews' domination will be hard, inflexible, tyrannical..." (65)

In 1865 the editor of Civilta Cattolica warned of secular Jews joining Masonic secret societies "which threaten the ruin and extermination of all Christian society." Such sects "express that anger, that vendetta, and that satanic hate that the Jew harbors against those who--unjustly he believes--deprive him of that absolute dominion over the entire universe that he Jewishly believes God gave him." (139)

In 1922, the Vienna correspondent for Civilta Cattolica wrote that if present trends continue, "Vienna will be nothing but a Judaic city; property and houses will all be heirs, the Jews will be the bosses and gentlemen and the Christians will be their servants." (273)


JEWS' BLINDNESS TO LEGITIMATE CAUSES OF ANTI SEMITISM

Like most Jewish intellectuals, Kertzer is incapable of seeing the viewpoint of people his masters wish to despoil. He treats Catholic grievances as delusions and naively argues that Freemasonry was just a way of "providing satisfying social interaction." (p.174) His book was partly sponsored by the Rockefeller Foundation.

Americans eventually will figure out that the Rothschilds and their agents are responsible for the Depression and Obama is their creation and puppet. They will discover that the Illuminati has waged war on humanity for centuries and the US media and education system are a farce. They will recognize the out sized role played by Jews in enacting this diabolical agenda. That's when Illuminati Jews may again turn ordinary Jews, loyal American citizens, into their scapegoats.

Hopefully, people will also see the huge role played by non-Jewish satanists. For example, the Illuminati Skull and Bones was founded at Yale in 1832 but didn't admit Jews until the 1950's. Their members undermined American life from inception.

Now is the time for people to decide where they stand, with the Illuminati and the "peace" of slaves, or with their fellow citizens and freedom.

As Leonard Cohen wrote in his song, "The Future"--"I've seen the future baby and it is murder." ---


Keterangan gambar: salah satu potret kondisi masyarakat Amerika saat terjadi Depresi Besar tahun 1929. Tanpa pernah mengetahui penyebabnya, dalam sekejab orang-orang ini jatuh miskin.

BUKU YANG MENGGUNCANGKAN ISRAEL




Bagaimana jika orang-orang Palestina yang kini dijajah oleh Israel ternyata adalah bangsa yang disebut-sebut dalam kitab Perjanjian Lama sebagai "Anak-anak Israel" alias pewaris asli tanah Palestina, dan orang-orang Israel hanyalah turunan tidak asli karena telah bercampur baur dengan darah bangsa-bangsa lain?

Bagi orang Israel, mengabdikan diri menjadi budak orang-orang Palestina sepanjang sisa hidup belumlah cukup untuk menebus dosa atas penindasan yang telah mereka lakukan terhadap orang-orang Palestina. Dan kenyataan pahit inilah yang tengah dihadapi oleh orang-orang Israel menyusul terbitnya buku "When and How Was the Jewish People Invented?" karangan ilmuwan Israel Shlomo Zand.

Sejak diterbitkan tahun lalu, buku ini menjadi sebuah fenomena dan menjadi buku terlaris di Israel selama 19 minggu berturut-turut. Kini telah diterjemahkan ke dalam belasan bahasa dan akan segera diterbitkan pula di Amerika tahun ini. Buku ini telah mengguncang keyakinan ribuan tahun bangsa Israel bahwa merekalah yang berhak atas "negeri telah yang dijanjikan" Tuhan kepada Ibrahim dengan thesisnya bahwa bangsa Palestina lah yang sebenarnya pewaris Ibrahim dan disebut sebagai "Anak-Anak Israel" dalam Kitab Perjanjian Lama (Kitab suci Yahudi yang juga diimani oleh orang Kristen).

Tidak ada negeri dimana sejarah begitu mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakatnya seperti Palestina dimana kini tinggal bangsa Yahudi dan Palestina. Orang-orang Italia tidak peduli lagi dengan sejarahnya sebagai bangsa Roma yang telah menguasai dunia selama ratusan tahun. Orang Indonesia juga tidak peduli bahwa nenek moyangnya (Majapahit dan Sriwijaya) pernah menjadi salah satu bangsa superpower di masanya, pernah mangalahkan invasi bangsa Mongol yang bahkan tidak dapat dibendung oleh Cina, Arab, Turki, Persia, dan Rusia-Slavia).

Dasar dari faham zionisme yang dianut bangsa Israel, dan pengaruhnya melingkupi seluruh dunia berkat pengaruh politik-ekonomi bangsa Yahudi, adalah kisah tentang pelarian bangsa Yahudi dari Palestina, penindasan berbagai bangsa kepada kaum Yahudi, hingga kembalinya bangsa Yahudi ke Palestina yang disebut sebagai "negeri yang dijanjikan Tuhan".

Dasar pendapat Zand adalah bahwa Romawi tidak mengusir seluruh bangsa Yahudi dari Palestina setelah menumpas pemberontakan Yahudi pada tahun 70 masehi. Menurutnya sebanyak kira-kira 10.000 bangsa Yahudi tewas atau terusir dari Palestina setelah perang melawan Romawi, namun sisanya tetap tinggal di Palestina. Setelah Islam menguasai Palestina (pada pemerintahan Umar bin Khattab, blogger), mereka beramai-ramai pindah agama ke Islam (setelah menyaksikan kebaikan-kebaikan Islam, blogger). Merekalah yang kemudian menurunkan bangsa Palestina saat ini, yang telah berubah identitas menjadi bangsa Arab Islam.

Wartawan Tom Segev dalam reviewnya tentang buku tersebut di harian Israel, Ha'aretz, menulis: Tidak pernah ada namanya rakyat Yahudi, hanya agama Yahudi. Dan "pelarian" bangsa Yahudi juga tidak pernah terjadi, sehingga juga tidak ada istilah "kembali". Zand menolak seluruh cerita yang menjadi dasar identitas negara Israel yang tercantum dalam Kitab Perjanjian Lama seperti pelarian dari Mesir, termasuk penaklukan yang mengerikan oleh Joshua.

Namun masih ada pertanyaan lain. Jika bangsa Yahudi tidak terusir secara massal, mengapa terdapat banyak orang Yahudi yang tersebar di berbagai negeri? Menurut Zand, yang menulis secara detil sejarah diaspora: sejarah suku-suku bangsa Yahudi yang menyebar di berbagai penjuru dunia. Menurutnya sebagian orang Yahudi memang meninggalkan Palestina setelah perang melawan Romawi, dan sebagian dari mereka berubah pandangan agamanya menjadi Judaism. Judaism, menurut Zand, adalah agama evangelikal yang secara aktif melakukan perubahan keyakinan (termasuk percampuran dengan kayakinan-keyakinan lain) sepanjang sejarah pembentukannya.

Jika Judaism adalah sebuah agama, bukan identitas dari orang-orang dari sebuah bangsa yang terpecah-belah, maka dasar justifikasi negara Israel sebagai sebuah "Negara Yahudi" menjadi pertanyaan.

Zand juga menyatakan bahwa cerita tentang negara Yahudi --transformasi orang-orang Yahudi dari sebuah kelompok yang terdiri dari campuran identitas budaya dan keyakinan menjadi bangsa baru Israel merupakan sebuah rekayasa abad 19 oleh para tokoh zionis dan ditindaklanjuti oleh para tokoh akademis Yahudi modern. Hal ini disebutnya sebagai "semacam konspirasi". Sementara Segev menulis: "Semua fiksi dan mitos itu menjadi dasar dari pembentukan negara Israel."

DESEMBER, DILEMA




“Kita tidak boleh membiarkan Yahudi mendiktekan hari libur nasional kita,” ungkap pendeta Ted Pike dengan nada geram dalam sebuah artikelnya di situs Truthtellers baru-baru ini.

Apa yang membuat geram Ted Pike adalah, sebagai agama mayoritas, Kristen kini telah kehilangan pengaruhnya di masyarakat karena upaya sistematis yang dilakukan orang-orang minoritas Yahudi. Setelah adanya larangan menampilkan simbol-simbol Kristen di tempat-tempat dan fasilitas-fasilitas umum, kantor-kantor pemerintah dan sekolah-sekolah umum dan juga adanya larangan ritual berdo’a secara Kristen di sekolah-sekolah umum, kini orang-orang Kristen bahkan mulai dibatasi untuk merayakan hari libur paling suci mereka: Hari Natal.

Dan ironisnya, sementara simbol-simbol kristen lenyap di hadapan publik, simbol-simbol Yahudi berupa menorah muncul di tempat-tempat publik, termasuk di Gedung Putih. Menurut pernyataan Chabad Lubavitch, sebuah organisasi Yahudi ekstrim, saat ini terdapat sekitar 10.000 menorah didirikan di tempat-tempat umum di seluruh dunia. Tidak hanya di Amerika dan Eropa, namun juga di kota-kota besar di Asia seperti Beijing dan Mumbai.

Ted Pike mengecam upaya sistematis yang dilakukan Anti Defamation League (ADL), sebuah organisasi Yahudi berpengaruh di Amerika dan Eropa, untuk men-desakralisasi hari Natal dengan melemparkan wacana “Dilema Bulan Desember” (December Dilemma). Wacana tersebut menggambarkan seolah-oleh warga Amerika menghadapi dilema seputar perayaan Natal dan menawarkan alternatif bentuk perayaan Natal baru yang “tidak menyinggung agama lain”.

Menurut Ted Pike, mengingat mayoritas warga Amerika beragama Kristen yang tentunya tidak pernah mengalami dilema dengan perayaan Natal, maka yang mengalami dilema sebenarnya adalah Yahudi sendiri. “Karena mereka mempunyai tujuan tersembunyi, yaitu menjauhkan Kristen dari tradisi budaya Amerika,” papar Ted Pike.

Salah satu upaya ADL dalam kampanye anti Kristen di Amerika sekaligus mempromosikan faham sekularisme adalah dengan memutarbalikkan pemahaman atas konstitusi Amerika. Amandemen Pertama konstitusi Amerika menyebutkan: “Kongres dilarang membuat hukum untuk (kepentingan) agama tertentu atau melarang kegiatan ibadah agama tertentu”. Oleh ADL undang-undang dasar tersebut diselewengkan penafsirannya menjadi: “Kongres dilarang untuk membuat kebijakan publik berkaitan dengan agama tertentu serta dilarang untuk melarang ibadah agama tertentu.”

Dengan mempromosikan menorah (simbol Yahudi berupa tempat lilin bercabang enam) daripada pohon natal atau salib, ADL mengkampanyekan hari Natal sebagai hari suci semua orang, sekaligus mengasingkan orang Kristen dari tradisi dan keimanannya yang telah bertahan 2.000 tahun.

Salah satu insiden terjadi tgl 14 Desember 2008 lalu di kota Armonk, New York. Walikota terpilih, seorang Yahudi bernama Reese Berman, memerintahkan pemasangan lambang Islam bulan sabit dan bintang yang ditempelkan di menorah sebagai simbol Natal menggantikan pohon cemara. Media massa (yang sebagian besar dikendalikan Yahudi) menyebutnya sebagai bentuk toleransi dan inklusifisme agama dan budaya.

Insiden lain terjadi 2 Desember 2008 lalu saat pengacara ACLU (organisasi Yahudi lainnya yang berpengaruh di Amerika) Katie Schwartzman mengancam akan menuntut pemerintah kota Ponchatoula, Louisiana, untuk menurunkan atau mengganti denganmenorah pohon natal yang setiap Natal menghiasi pusat kota. Walikota Bob Zabbia mengatakan pihaknya pada prinsipnya menolak tuntutan tersebut, namun terpaksa harus menuruti tuntutan ACLU untuk menghindari proses pengadilan yang mahal dan tidak mungkin dapat dimenangkannya.

Kesimpulan:

Yahudi, dalam upayanya menjadi penguasa dunia, secara sistematis berupaya menghancurkan semua agama, bangsa, etnis, dan segala identitas yang berpotensi menggalang kekuatan untuk menandingi Yahudi. Itulah sebabnya dimana-mana mereka mempromosikan hak-hak minoritas (untuk melemahkan agama dan etnis yang kuat) dan mengkampanyekan demokrasi (yang tujuannya membuat tidak ada satu negara pun yang tumbuh menjadi kuat).

Mereka membantu aliran-aliran sesat untuk menghancurkan agama-agama besar dan LSM-LSM untuk melemahkan negara-negara kuat. Mengkampanyekan free-sex dan homoseksual untuk menghancurkan struktur sosial masyarakat, dan menyebarluaskan narkoba untuk melemahkan generasi muda. Mereka mengadu-domba antar negara dan antar etnis: India dengan Pakistan, Jerman dengan Inggris-Perancis dan negara-negara Balkan serta Eropa Timur, India dengan Sri Lanka, Irak dengan Iran, Irak dengan Kuwait, Cina dengan Vietnam, suku Hutu dengan suku Tutsi di Afrika.

Tidak ada satu peristiwa besar pun di dunia, dahulu hingga sekarang, yang tidak melibatkan Yahudi. Tidak ada satu gerakan politik dan sosial besar yang tidak melibatkan Yahudi. Dan tidak ada aliran-aliran agama dan aliran-aliran politik yang “menyimpang” tanpa ada orang Yahudi di belakangnya. Revolusi Inggris, Revolusi Perancis, Perang Sipil Amerika, Perang Krim, Perang Dunia I dan II, Perang Teluk I dan II, Perang Melawan Terorisme, Depresi Besar (Malaishe), Krisis Moneter, dan Krisis Keuangan Global, semuanya adalah peristiwa-peristiwa yang direkayasa oleh Yahudi. Aliran Ahmadiyah, Ordo Jesuit, plularisme, sekularisme, emansipasi, kapitalisme, merkantilisme, sosialisme, komunisme, neo-liberalisme, adalah gerakan-gerakan yang direkayasa Yahudi.

Semua itu tertuang dalam Protocol of Learned Elders of Zion: Kekuatan gabungan dunia dapat mengimbangi kita (Yahudi) untuk sementara. Namun kita akan mengalahkan mereka dengan menanamkan perpecahan dan kebencian di antara mereka.
Mengapa Yahudi bisa melakukan itu semua? Baca posting saya selanjutnya berjudul: Kekuasaan Uang


FAKTA, BUKAN TEORI) KONSPIRASI INDUSTRI OTOMOTIF




Teknologi internal combustion(pembakaran dalam) yang digunakan sebagian besar mesin kendaraan bermotor saat ini telah berumur seratus tahun lebih. Semestinya saat ini teknologi ini telah mencapai tahap paling maju: menghasilkan mesin bertenaga besar yang irit bahan bakar dan ramah lingkungan (tidak bising dan sedikit berasap).

Namun faktanya adalah, teknologi ini tidak banyak beranjak dari permulaan teknologi ini digunakan. Kalau pun kendaraan sekarang telah lebih canggih, ini hanya menyangkut aspek kenyamanan dan keamanan saja, tidak banyak menyentuh aspek efisiensi mesin. 
Hal ini saja sudah bisa menimbulkan kecurigaan. Mengapa teknologi mesin otomotif tidak banyak berkembang? Mengapa industri otomotif kurang serius menciptakan mesin idaman yang efisien dan ramah lingkungan? Mengapa pemerintah negara-negara maju produsen otomotif kurang serius mendorong industri otomotif (dengan paksaan kalau perlu, karena memang menjadi hak mereka) menciptakan mesin idaman?

Jawabnya adalah dikarenakan perusahaan-perusahaan otomotif merupakan bagian dari konglomerasi kapitalis global yang menguasai sektor minyak dunia. Bila industri otomotif menerapkan mesin idaman, maka konsumsi minyak dunia akan berkurang dan mengancam bisnis mereka.

Blog ini telah mengungkapkan adanya konspirasi industri minyak untuk membuat dunia tergantung pada minyak bumi dengan menggusur teknologi batere sebagai energi penggerak moda transportasi. Dan artikel di bawah ini merupakan salah satu bukti penguat fenomena tersebut.

Keterangan gambar: trem di kota San Francisco, Amerika. Sebelum digusur oleh bus-bus berbahan bakar bensin, alat transportasi massal di kota-kota besar di dunia termasuk kota-kota besar Indonesia adalah trem yang berpenggerak listrik. Bayangkan bila alat transportasi ini masih banyak digunakan, kota-kota besar dijamin lebih nyaman karena polusi udara dan kebisingan yang lebih rendah.

---------------
Counterpunch
Weekend Edition
December 26-28, 2008

An Open Letter to Barack Obama on the Future of the Auto Industry 
Fuel Efficiency is Easy--Just Don't Let Detroit Tell You How to Do It 
By BRIAN T. KETCHAM 

Dear President-elect Obama:

For much of the 1970’s I was engaged with the U.S. auto industry, countering their endless claims that they could not meet federal vehicle emissions standards. I went to work for Mayor John Lindsay in 1969 as an engineer in the then Department of Air Resources. My job was to figure out what New York City might do to tackle auto pollution. We secured a million dollar grant from the EPA and set about establishing a new agency to design a comprehensive plan and build an emissions test facility. Old timers told me this project would take five years to get underway. I did it in nine months. I built a new building housing an advanced test facility, outfitted it, hired and trained personnel and got underway. The objective was to learn about auto pollution by doing testing cars and trucks. 

The first thing we did is to install catalytic converters on a dozen city cars including Mayor Lindsay’s limousine. We installed catalysts on sanitation trucks. We tested various alternative engines and emissions controls. The point here is that we got our hands dirty. We got to know what auto makers knew. And, we did it five years before auto makers were forced to do it.

On the side, when I wasn’t working for the city, my friend and colleague Dr. William Balgard and I built a low emissions vehicle using catalytic converters and drove it 50,000 miles. Auto industry complaints at the time were that catalysts would not last. We took this information to the Congress and they, in turn, turned to auto industry executives and said, “If two young engineers can do this with their own money, then surely the auto industry with billions of dollars can do even better.”
Then the 1973 energy crisis hit America. Auto executives reported to Congress that they could not meet federal emissions standards without suffering fuel economy losses. So, Bill Balgard and I purchased a 1974 Ford Pinto, equipped it with advanced emissions controls and demonstrated a 10% improvement in gas mileage. Again, Congress looked at our results and at the auto industry and said, “Why can’t you do this?” 

The point here – and there are many other examples – is that auto makers can do what you are now asking: improve fuel economy, dramatically. In fact, Ford and General Motors have done so – overseas. What is missing from the debate is what U.S. auto makers are producing in Europe, Australia and Asia: small attractive vehicles producing 40, 50 even 60 miles per gallon. Why is no one asking them to bring these cars into the U.S.? Are you folks not aware that Europe has enjoyed this gas mileage for nearly two decades (or longer)? Most of these European cars are powered by small turbocharged diesel engines. And, they are clean.

In 1975 Bill Balgard and I got a tiny National Science Foundation grant to investigate the health consequences of diesel exhaust. We were the first to demonstrate that diesel exhaust in auto and truck engines contained cancer causing materials. We took this information to the EPA, and overnight the Carter Administration pulled the plug on diesels. They also instituted a National Academy of Sciences study to test our conclusions. After three years of work with hundreds of separate consultants, they did, in fact, confirm our results. Unfortunately, this had the further consequence of squashing research on clean diesels in the U.S. 
In Europe, however, eight-dollar-a-gallon gasoline and the potential for doubling fuel economy, did focus their attention on diesels and, today, we have the luxury of adopting this technology to achieve what I believe you are shooting at—attractive fuel efficient automobiles and trucks that are acceptable to Americans. Just as a side bar, I rented a 3-series diesel BMW in Italy this past summer that got an average of 38 miles per gallon. And, now, BMW has brought a diesel powered 3-series to the U.S.

In conclusion, I think you are going in the right direction. Only, we don’t need to wait for hybrids (I know they are coming). Europe has the hardware right now to accomplish your goals. Indeed, Ford will be bringing one of their Euro cars to America in 2009 that more than meets you expectations. And, it is gasoline powered. Europe gets the diesel powered version with even better fuel mileage.
My experience many years ago is that auto makers can do the right thing. But you have to keep their feet to the fire. Otherwise, maximizing profits gets in the way of doing what is right for America.

Finally, you must be wondering how we accomplished what I have described (and a very great deal more that is not mentioned). We paid for it all ourselves not to make money but to make the country a better place to live. Also, I am not looking for a job. My wife and I are very comfortably retired.
Good luck with the auto makers. And, don’t forget; don’t let them say “we can’t.” Yes they can. 


Brian T. Ketcham is a Brooklyn-based transportation engineer and city planner with over 40 years of experience. He can be reached btk@konheimketcham.com

ASAL-USUL BANK DAN KEKUASAAN UANG



Pada suatu acara talkshow di stasiun televisi TVOne tanggal 9 November lalu bertema: Jihad Milik Siapa? Profesor Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Jakarta yang dikenal sebagai seorang tokoh Islam liberal membuat pernyataan yang menurut saya menarik untuk dikaji. Pertama beliau mengatakan bahwa jihad adalah semangat yang besar untuk berbuat kebaikan kepada sesama. Kemudian dalam konteks yang sama beliau mangatakan bahwa kaum Yahudi dengan sistem perbankan yang dibangunnya merupakan satu hal yanginspiring. Dan inilah sesuatu yang oleh Profesor Komaruddin disebut inspiring itu.

Jaman dahulu, pada saat emas dan perak menjadi alat tukar-menukar barang dan alat pengukur nilai barang dan jasa, banyak orang Yahudi yang menjadi penjual jasa penyimpanan emas yang lebih terkenal dengan istilah goldsmith (gold adalah emas, dan smith adalah semit atau Yahudi). Ini karena di sebagian besar Eropa orang-orang Yahudi dilarang memiliki tanah yang membuat mereka tidak bisa menjadi petani dan menjadikan profesi sebagai goldsmith sebagai alternatif pekerjaan yang prospektif. Meski dipandang sebagai pekerjaan kurang terhormat, orang-orang kaya yang memiliki banyak emas lebih menyukai menyimpan emasnya di goldsmith karena jaminan keamanan yang diberikannya. Mereka hanya cukup memberi imbalan sejumlah emas tertentu atas jasa penyimpanan yang diberikan goldsmith.

Untuk setiap emas yang disimpan, goldsmith mengeluarkan secarik kertas (sertifikat) berisi keterangan tentang kepemilikan emas sejumlah tertentu pada goldsmith. Setiap saat bila pemilik emas ingin mengambil simpanannya, ia tinggal menunjukkan sertifikat tersebut.

Seiring berjalannya waktu, semakin tingginya tingkat kepercayaan masyarakat padagoldsmith dan juga karena sifat sertifikat yang likuid (mudah ditukarkan dengan emas kapan saja), masyarakat mulai menerima sertifikat tersebut sebagai alat tukar-menukar barang dan jasa. Pada saat inilah sertifikat tersebut menjadi uang kertas dan merupakan uang kertas pertama di dunia.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak emas yang disimpan di brankasnya,goldsmith melihat bahwa sebagian besar emas tersebut teronggok begitu saja di brankas untuk jangka waktu yang lama, karena kebutuhan likuiditas sudah terpenuhi dengan uang kertas. Ia mulai berfikir: bagaimana kalau sebagian daripada emas itu dipinjamkan ke orang yang membutuhkan (debitor) untuk dikembalikan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bunga?

Kemudian goldsmith mulai menjadi rentenir dengan meminjamkan sebagian emas milik nasabahnya kepada debitor yang membutuhkan. Setelah waktu yang ditentukan emas yang dipinjam debitor dikembalikan dan goldsmith mendapat keuntungan berupa bunga. Semakin sering dan semakin banyak goldsmith memberikan pinjaman, semakin besar pula keuntungan yang didapatnya.

Selanjutnya goldsmith mendapatkan ide lain. Mengapa harus memberikan pinjaman berupa emas? Bukankah uang kertas yang dikeluarkannya telah diterima sebagai alat tukar-menukar dan jual beli? Maka kemudian untuk setiap pinjaman yang ia berikan, ia hanya cukup mengeluarkan uang kertas. Dan setelah jangka waktu tertentu, debitor mengembalikan hutangnya berupa emas kepada goldsmith plus bunganya. Pada saat inigoldsmith melihat keajaiban yang menjadi nyata. Hanya dengan selembar kertas, ia mendapatkan sebongkah emas.

Saat itu sebenarnya goldsmith telah melakukan penipuan. Orang menyangka emas yang dijaminkan benar-benar milik goldsmith sendiri, padahal sebenarnya milik nasabah yang menitipkan emas. Selain penipuan ia juga melakukan pemerasan dengan membebankan bunga atas pinjaman yang ia berikan.

Belajar dari kesuksesannya menipu nasabah (yang tidak mengetahui emas yang dititipkan dijadikan jaminan kredit) dan debitor sekaligus, kemudian goldsmithmendapatkan ide lagi. Bagaimana kalau dibuat beberapa lembar uang kertas sekaligus untuk beberapa debitor? Maka dibuatkan beberapa uang kertas sekaligus untuk beberapa debitor. Dan setelah jangka waktu tertentu para debitor mengembalikan hutangnya berupa emas plus bunga. Keajaiban itu semakin menakjubkan. Dengan modal beberapa lembar kertas, ia mendapatkan sejumlah besar emas. Maka ia pun mengeluarkan uang kertas sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Keuntungannya ..… hanya dibatasi oleh kemampuan mencetak uang kertas. Tidak ada bisnis sepanjang sejarah umat manusia yang lebih menguntungkan daripada bisnis yang dijalani goldsmith.

Seiring berjalannya waktu semakin banyaknya orang yang menjadi debitor. Mereka rela antri duduk di bangku panjang untuk mendapatkan pinjaman dari goldsmith. Bangku panjang (banque) tempat duduk para calon debitor itu kemudian menjadi awal istilah bank. Dalam waktu tidak terlalu lama, para goldsmith menjadi orang-orang terkaya di dunia.

Para bangsawan dan para raja yang serakah membutuhkan dana untuk membiaya tentara, dan belanja pegawainya. Mereka pun tidak bisa menghindar untuk menjadi mangsa para goldsmith yang kemudian berganti istilah menjadi banker (pemilik bangku). Sekali meminjam, nilainya jutaan kali pinjaman yang diterima individu-individu, dan begitu juga keuntungan yang didapatkan banker.

Para banker itu senang denggan sifat serakah para raja dan bangsawan yang suka berperang memperebutkan kekuasaan. Semakin serakah mereka, semakin banyak perang yang dijalaninya dan itu berarti semakin banyak pinjaman yang bisa diberikan parabanker. Dalam banyak kasus, ketika perdamaian terjadi, para banker justru menjadi provokator politik untuk memicu peperangan. Mereka membiayai Oliver Cromwell untuk memberontak kepada Raja Charles di Inggris. Mereka membiayai William Orange merebut tahta raja Inggris dari Charles II. Mereka merekayasa Revolusi Perancis, membiayai petualangan Napoleon, memprovokasi kemudian membiayai pihak-pihak yang terlibat dalam Perang Sipil Amerika, merancang Perang Krim, Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Dingin, Vietnam, Teluk, dan perang-perang yang lain. Setelah perang, para pemimpin dan sekaligus juga rakyat negara-negara yang terlibat perang menjadi sapi perahan para bankir atas hutang yang mereka tanggung.

Selanjutnya, setelah mendapatkan keuntungan materi yang tiada tara, banker juga mendapatkan keuntungan politik yang besar. Mereka dapat dengan mudah mengangkat seseorang menjadi penguasa semudah mereka menjatuhkannya dari kukuasaan. Dan semakin besar kekuasaan politik mereka, semakin besar pula keuntungan ekonomi mereka. Politik dan uang, dua sisi mata uang yang sama, semuanya telah dimiliki parabanker.

Pada awal abad 20 setelah ditemukannya minyak bumi, para banker itu melihat peluang bisnis besar lain. Jika manusia bisa dibuat tergantung hidupnya pada minyak, maka keuntungan mereka akan semakin besar, meski dibandingkan keuntungan yang diberikan oleh bisnis keuangan masih kalah jauh. Maka mereka membayar Henry Ford (seorang ahli mesin internal combustion berbahan bakar minyak) untuk memproduksi mobil berbahan bakar minyak secara massal sehingga production cost-nya lebih kecil dan bisa dijual dengan harga relatif murah. Di sisi lain mereka membujuk Thomas Alva Edison untuk menghentikan ambisinya memproduksi mobil berenergi batere (karena akan mengancam bisnis baru mereka) dengan tawaran menjadi bos perusahaan General Electric. Sedangkan untuk urusan produksi minyaknya, mereka mempercayakan pada Rockefeller.

Perusahaan-perusahaan transportasi massal dengan moda transportasi berenergi listrik seperti trem mereka beli untuk mereka gantikan moda-nya menjadi bus-bus berbahan bakar minyak. Bila ada perusahaan yang melawan, mereka mengerahkan pasukan mafia, pengacara, atau aparat pemerintah yang sudah disuap. Tidak lupa pembunuhan kharakter melalui media massa akan dialami para penentang banker.

Ketika Stanley Meyer, seorang ilmuwan Amerika menemukan alat pengubah air menjadi bahan bakar hidrogen yang murah dan portabel, ia ditangkap, diadili dan terakhir dibunuh. Sama dengan apa yang telah dilakukan terhadap Ezra Pound, sastrawan besar penentang dominasi banker kapitalis internasional. Setelah tidak memiliki alasan mengadili Ezra karena pemikirannya, Ezra dijebloskan ke klinik perawatan penyakit jiwa (sastrawan besar yang beberapa muridnya meraih Nobel Sastra dianggap gila?) hingga meninggal dalam tahanan. Hal yang sama juga menimpa Joko, penemu blue energy dari Indonesia. Dianggap membahayakan kepentingan para kapitalis penguasa bisnis minyak, ia diculik, dibunuh kharakternya melalui media massa dan sekarang harus menghadapi proses pengadilan.

Dan inilah sedikit gambaran keuntungan bisnis para bankir kapitalis di bidang perminyakan. Saat ini konsumsi minyak dunia sekitar 100 juta barrel sehari. Biaya produksi minyak rata-rata katakan saja $20 per-barrel meski sebenarnya lebih kecil. Jika harga minyak dunia, katakan $50 per-barrel, maka produsen minyak mendapat keuntungan $30 per-barrel. Berarti keuntungan produksi minyak global sehari adalah $30 x 100 juta = $3 miliar atau Rp30 triliun lebih dengan kurs dollar sekarang. Dalam setahun keuntungannya adalah Rp30 triliun x 365 = Rp11.000 triliun. Katakan 50% total keuntungan itu jatuh ke tangan perusahaan-perusahaan minyak dunia milik para banker, maka keuntungan para banker dari produksi minyak adalah Rp5.500 triliun setahun.

Diperlukan ribuan orang Syech Puji (kiai nyentrik yang suka pamer kekayaan dan memperistri anak kecil) untuk menandingi keuntungan para banker itu, dari bisnis minyak saja. Ingat dari bisnis minyak saja, belum bisnis terkait seperti mobil, transportasi, apalagi bisnis pokok mereka.

Sistem perbankan yang berlaku saat ini adalah sistem yang sama dengan sistem perbankan goldsmith, dengan kualitas dan kuantitas yang jauh lebih besar. Contohnya bank kini bahkan tidak perlu lagi mengeluarkan uang kertas atau sertifikat untuk memberikan pinjaman. Cukup dengan sebuah entry di komputer alias dengan udara kosong (abab istilah Jawanya) maka kredit sudah diberikan. Dan kemudian, para debitor harus membayar dengan darah dan keringat atas abab yang diberikan banker. Jika gagal membayar, harta bendanya disita oleh bankir sebagaimana dialami jutaan debitor sub-prime mortgage di Amerika akhir-akhir ini.

Para bankir internasional saat ini adalah keturunan para goldsmith jaman dahulu. Sebagian besar bank di dunia, termasuk Indonesia, adalah milik para bankir internasional itu.

Pada suatu saat para banker itu bosan dengan tumpukan uang kertas yang menumpuk di gudang mereka setelah sebelumnya persediaan emas dunia kering tersedot ke brankas mereka kecuali sebagian kecil yang dipakai masyarakat sebagai perhiasan. Mereka ingin pembayaran riel: properti, tanah, emas, asset-asset perusahaan dan sebagainya. Maka mereka menghentikan suplai uang kertas dan menarik yang sudah beredar. Istilahnya kebijakan tight money. Dunia pun mengalami krisis finansial yang merembet ke seluruh sektor ekonomi. Perusahaan-perusahaan bangkrut, debitor-debitor tidak dapat membayar hutangnya, saham perusahaan-perusahaan anjlok.

Saat inilah para bankir itu menjalankan rencananya: memborong perusahaan-perusahaan yang bangkrut, saham-saham perusahaan yang anjlok, dan menyita harta benda debitor yang gagal bayar. Maka dalam waktu singkat terjadi pemindahan kekayaan besar-besaran dari masyarakat ke kas para banker. Dan setelah kehancuran itu mereka, dengan bersembunyi di balik jubah IMF dan Bank Dunia, datang menawarkan “bantuan” yang sebenarnya berupa kredit berbunga ganda yang mencekik leher dan hanya membuat manusia semakin jatuh dalam cengkeraman kekuasaan mereka.

Hal inilah yang terjadi pada fenomena Depresi Besar tahun 1930-an, Krisis Moneter tahun 1997 dan Krisis Finansial Global saat ini. Namun hanya sebagian kecil saja manusia yang menyadari. Sebagian besar lainnya terbuai ilusi yang ditebarkan para banker melalui artis-artis Hollywood dan Bollywood, Madonna, David Beckham, Manchester United, Indonesian Idol, Cinta Laura, Ta’aruf, Inul Daratista dll. Bahkan anak-anak kecil pun sudah diajari orang tuanya untuk terbuai ilusi Idola Cilik, hingga mengabaikan nasib jutaan rakyat Palestina yang tengah kelaparan karena diblokade Israel atau ribuan rakyat miskin tetangganya yang menderita gizi buruk.