Sabtu, 15 September 2012

Innocence of Muslims vs Innocence of Zionist



Ada banyak analisis yang bisa ditulis terkait aksi terbaru kelompok Islamophobi yang membuat film nista berjudul Innocence Muslim. Saya ingin membahasnya dari sisi ini: “siapa yang memulainya pertama?” 


Banyak yang mengecam aksi kekerasan di Libya. Sebagian orang Islam sendiri langsung ‘setuju’ dengan citra yang disebarluaskan oleh media Barat: bahwa aksi pembunuhan terhadap para diplomat AS di Libya adalah ‘balas dendam’ atas pembuatan film Innocence of Muslims. Lalu lagi-lagi, muslim disalahkan dan dicitrakan sebagai penganut agama kekerasan. Sebagian muslim pun malah saling menasehati, “Marah boleh, tapi jangan membunuh dong!” atau, “Rasulullah saja kalau masih hidup pasti akan memaafkan; beliau tidak akan setuju kalau kita berbuat biadab.” Pertanyaannya, siapa ‘kita’ yang dimaksud? Siapa yang membunuh Dubes AS? 
Bila dirunut lagi, aksi penyerangan itu diawali dengan datangnya massa ke gedung konsulat AS di kota Benghazi. Mereka melakukan demo menyuarakan protes mereka atas pembuatan film yang menghina Nabi Muhammad. Lalu,  tiba-tiba sekitar 20 militan datang dengan membawa RPG7 dan membardir gedung konsulat sehingga menewaskan Dubes AS beserta 3 stafnya. Penyerangan seperti ini jelas memerlukan persiapan. Ini bukanlah proses ‘alami’ : ada demo, lalu situasi memanas, dan terjadilah aksi anarkhi. Bahkan sumber dari AS sendiri menyatakan bahwa penyerangan itu terlihat sudah direncanakan dan menjadi aksi demo sebagai pengalihan perhatian (CNN 13/9).
Lalu, siapa militan yang membawa RPG7 itu? Memang belum bisa dipastikan.Tapi, Clinton sendiri sudah menyatakan, “Mereka adalah kelompok kecil yang bengis, bukan rakyat atau pemerintah Libya.” Dan bila dilihat dari ‘sejarah’-nya, Konsulat AS di Benghazi sebelumnya (7 Juni 2012) juga pernah dibom  leh teroris yang memiliki link dengan Al Qaida, yaitu kelompok Omar Abdul Rahman. Para pengebom meninggalkan leaflet yang berisi pernyataan bahwa serangan itu sebagai  balasan atas tewasnya salah satu pimpinan mereka, Abu Yahya al Libi. Mereka juga menjanjikan akan melakukan serangan lagi terhadap AS. Tidak ada korban tewas dalam aksi terorisme bulan Juni itu. 
Di satu sisi, kenyataan ini terasa ironis. AS telah memimpin perang melawan terorisme di Afghanistan dan Irak, dengan dalih memburu Al Qaida dan Usama bin Laden. Tapi di Suriah, AS justru bekerja sama dengan Al Qaida untuk menggulingkan Assad. Bahkan lebih ironis lagi, Al Qaida didirikan dan didanai oleh AS (ini bukan teori konspirasi, Hillary Clinton sendiri sudah terang-terangan mengakuinya, rekamannya bisa didapatkan di youtube).
Atas dasar uraian di atas, saya berpendapat aksi kekerasan di Libya perlu dipisahkan dari aksi protes di berbagai negara muslim. Aksi demo di depan kedutaan besar AS di berbagai negara muslim hendaknya dilihat sebagai bentuk kecintaan umat Islam terhadap Nabi mereka. Dan itu adalah hak mereka, yang didukung oleh resolusi PBB. Penghinaan terhadap agama tidak bisa lagi berlindung di balik ‘kebebasan bereskpresi.” PBB pada tahun 2009 sudah mengesahkan resolusi yang menyatakan bahwa segala bentuk penghinaan terhadap agama adalah pelanggaran HAM. Sebelumnya, pada tahun 2005 PBB juga mengesahkan resolusi yang pada intinya ‘pembelaan’ terhadap Holocaust dan pelarangan segala bentuk penyangkalan dan penghinaan terhadap sejarah Holocaust. Namun, ada satu poin dalam resolusi itu yang bisa diaplikasikan secara umum, “Mengutuk tanpa kecuali segala bentuk manifestasi intoleransi agama, penghasutan, penghinaan, atau kekerasan terhadap orang-orang atau komunitas  berdasarkan etnik atau kepercayaan agama dimanapun terjadi.”
Mari kita kembali kepada pertanyaan pertama: siapa yang memulai semua ini? Mengapa muslim disalahkan bila menyuarakan protes atas penghinaan agama, sementara pihak yang pertama membuat ‘gara-gara’ (yaitu si pembuat film) diposisikan sebagai korban (sehingga harus dilindungi)? Bukankah secara internasional (melalui resolusi PBB) juga diakui kesalahan si penghina?
Presiden Obama dan Menlu Clinton telah mengeluarkan pernyataan resmi mengutuk penyerangan di Benghazi dan menyatakan "Make no mistake, justice will be done." Tapi, masalahnya, keadilan yang dimaksud Obama hanyalah keadilan untuk teroris di Libya. Dengan segera mereka mengirimkan dua kapal perang ke Libya untuk mengusut kasus ini. Tentu saja, kita pun sebagai muslim seharusnya juga mengutuk peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh teroris itu. 
Namun, ada yang lupa untuk dikutuk oleh Obama dan Clinton: yang pertama membuat masalah, yaitu si pembuat film itu. Sebagai pemimpin negara, mereka seharusnya menegakkan keadilan dari sisi pelanggaran HAM yang dilakukan si pembuat film. Seharusnya, mereka mengambil langkah hukum untuk melarang segala bentuk aksi penghinaan agama di negara mereka. Dogma kebebasan berekspresi tidak bisa dipakai untuk isu-isu agama. Bukankah Holocaust pun sedemikian mereka lindungi dan tidak boleh ada yang menyangkalnya, apalagi menghinanya? Dogma ‘kebebasan berekspresi’ memang terlihat munafik saat dihadapkan pada Holocaust. Ketika dunia muslim marah akibat pembuatan kartun Nabi Muhammad di Denmark, Barat melindungi para ‘seniman’ itu atas nama kebebasan berekspresi. Lalu, saat koran Hamshahri (Iran) melakukan aksi balasan dengan membuat Lomba Melukis Karikatur Holocaust, mereka (termasuk Sekjen PBB Kofi Annan) serempak mengecamnya.
Kejadian pembantaian kaum Yahudi oleh NAZI Jerman ini dianggap peristiwa suci yang tidak boleh dipertanyakan. Sejarawan Roger Garaudy pernah dijatuhi hukuman denda $40.000 pada tahun 1998 karena menulis buku berjudul ‘Mitos dan Politik Israel’ yang isinya mempertanyakan kebenaran Holocaust. Sejarawan-sejarawan lainnya, yang diistilahkan sebagai ‘revisionis’, juga mengalami intimidasi (dan sebagiannya dijatuhi hukuman) karena mempelajari ulang sejarah Holocaust. Padahal yang dilakukan oleh sejarawan itu adalah kegiatan akademis, bukan ‘penghinaan’. Misalnya, Frederic Toben dalam makalahnya menulis hitung-hitungan jumlah korban Holocaust. Berdasarkan data persidangan, pembakaran mayat orang Yahudi di kamp Auschwitz tidak dilakukan terus-menerus. Setiap 8-10 jam, oven pembakaran harus dimatikan. Bila diasumsikan dalam sehari oven bekerja 9 jam dan satu oven hanya bisa membakar 3 mayat, berarti dalam sehari ada 27 mayat yang dibakar. Dan bila dijumlahkan keseluruhannya, total angka yang keluar adalah, ada sekitar 480 ribu mayat yang dibakar di Auschwitz. Tetapi, anehnya, data yang dianggap valid dan tidak boleh diganggu gugat adalah: ada 4 juta Yahudi yang dibunuh Nazi di Auschwitz.
Holocaust, bagi Barat adalah peristiwa ‘innocence’ [suci, murni] yang tak boleh disangkal, apalagi dihina. Mereka menerapkan sanksi hukum untuk para penyangkal Holocaust. Tapi, Nabi Muhammad yang sangat diagungkan dan disucikan umat Islam, dianggap sah untuk dihina dan tidak ada sanksi hukum untuk para pelakunya. Sungguh sebuah kemunafikan. Padahal, pemberhalaan Holocaust telah mendatangkan tragedi kemanusiaan yang sangat besar: penjajahan Palestina, dialokasikannya anggaran dalam jumlah besar oleh negara-negara Barat untuk mendukung Israel, serta berbagai peperangan di  negara-negara muslim yang diarsiteki oleh Zionis. Ini bukan teori konspirasi. Profesor Hubungan Internasional dari Chicago University, John Mearsheimer, pernah menulis makalah tentang para lobbyist Israel yang menjadi dalang dari berbagai kebijakan luar negeri AS yang mendukung Israel; alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat AS sendiri. Tentu saja, Mearsheimer mendapatkan intimidasi hebat gara-gara keberaniannya menulis makalah itu. Bahkan kebebasan akademis pun tak dijunjung bila menggugat ‘kesucian’ kaum Zionis Israel.
Terakhir, sebagai instrospeksi  buat kita, kaum muslimin, saya ingin mengutip komentar seorang non-muslim di AS di sebuah situs, “Yang membuat saya heran adalah, ingatkah Anda kejadian tentara AS membunuh lebih dari selusin orang Afghanistan, termasuk anak-anak? Saat itu sama sekali tidak ada aksi protes, apalagi sampai seperti di Libya. Tapi, seandainya ada yang berani membakar Quran, itu artinya perang!”
Ya, kita memang wajib mencintai Rasulullah dan Al Quran. Saat keduanya dihina, kita harus menunjukkan sikap protes. Tapi yang lebih esensial lagi tentunya, menunjukkan kecintaan itu bukan pada saat dihina saja, melainkan setiap saat. Apalagi, penghinaan terhadap Rasulullah dan Al Quran pada hakikatnya terjadi setiap saat, dalam bentuk penjajahan di negara-negara muslim, baik itu penjajahan fisik (pendudukan militer dan pembunuhan rakyat sipil oleh tentara Barat) maupun penjajahan ekonomi. Mari tunjukkan rasa cinta itu dengan melakukan perlawanan terhadap kezaliman. Misalnya, boikot produk Zionis, rezim yang menjadi sumber segala kezaliman di muka bumi. Atau, menolak diadu domba atas nama mazhab. Ingatlah bahwa setiap kali kaum muslim bertikai, yang tertawa dan diuntungkan justru musuh-musuh Islam. Bayangkan betapa sedihnya Rasulullah melihat umatnya saling memfitnah dan bahkan membunuh, padahal sama-sama mengaku mencintai Rasulullah. 

Penulis : Dina Y. Sulaeman, M.Si 

Kamis, 13 September 2012

Maraknya Permasalahan Sosial di Indonesia, Salah Siapa?


Ada beberapa permasalahan krusial di bidang sosial budaya yang berdimensi luas ke depan yang dapat dimanfaatkan oleh “kekuatan asing” untuk melakukan infiltrasi di Indonesia. Beberapa permasalahan tersebut antara lain permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan di Indonesia, antara lain tuntutan dari guru berstatus honorer untuk diangkat menjadi CPNS dan dugaan terjadinya komersialisasi pendidikan.


Aksi unjuk rasa kalangan guru honorer menuntut pengangkatan sebagai CPNS terjadi di beberapa daerah. Di depan Kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN), Jakarta, sekitar 75 orang dari Komite Guru Bekasi (KGB) dipimpin Muhlis Setia Budi melakukan unjuk rasa pada akhir tahun 2011 dengan tuntutan pengangkatan 80 ribu guru honorer menjadi PNS. Sebelum membubarkan diri, massa sempat melakukan aksi blokir jalan dan melemparkan telur busuk ke depan Kantor BKN. 
Sebelumnya, di depan Kantor BKN, Jakarta, aksi serupa juga dilakukan KGB dengan tuntutan antara lain Presiden harus hati-hati dan cermat untuk menandatangani PP Tenaga Honorer yang baru, karena masih banyak permasalahan serta tuntutan agar segera diangkat menjadi PNS. Di Bandung, Jabar, Federasi Guru Honorer Jabar yang beranggotakan 300 guru honorer akan memboikot setiap Pemilu sebagai ekspresi kekecewaan terhadap pemerintah yang hanya bisa berjanji akan mengangkat mereka menjadi PNS. Aksi unjuk rasa dengan tuntutan serupa juga terjadi di beberapa Provinsi antara lain, Jateng, Yogyakarta, Jatim, NTB, Sulsel, Sultra, Sumsel, Sumbar, Kalsel, Kaltim, Kalbar, Papua dan Papua Barat.
Aksi unjuk rasa dalam rangka menolak komersialisasi pendidikan terjadi di beberapa daerah.  Pada Agustus 2011, di Bundaran SIB, Kota Medan, Sumut, sekitar 20 orang dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) dipimpin Ronald melakukan aksi unjuk rasa dalam rangka menyampaikan pernyataan sikap antara lain, menolak kapitalisasi/komersialisasi pendidikan, pemungutan liar di sektor pendidikan dan menilai rezim SBY-Boediono gagal mewujudkan pendidikan gratis, ilmiah dan bervisi kerakyatan.
Sebelumnya, di pertigaan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, sekitar 20 orang aktivis PMII UIN Sunan Kalijaga dipimpin Romel melakukan aksi unjuk rasa menuntut antara lain, penghapusan komersialisasi pendidikan, pertegas Pancasila sebagai falsafah bangsa dan menilai rezim SBY-Boediono telah gagal mewujudkan pendidikan gratis. Sebelum membubarkan diri, pengunjuk rasa melakukan aksi membakar foto SBY-Boediono. Aksi unjuk rasa dengan tuntutan serupa juga terjadi di Samarinda, Kaltim dan Mataram, NTB. 
Disamping itu, permasalahan rendahnya mutu kesehatan masyarakat yang diindikasikan dengan banyaknya penderita penyakit, adanya penyakit berbahaya serta gizi buruk di beberapa daerah.
Kemudian, permasalahan krusial yang belum tertangani adalah di bidang kesehatan dimana sampai saat ini perbaikan mutu kesehatan bagi masyarakat, serta kurangnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dll. 
Sementara itu, rendahnya mutu kesehatan masyarakat yang ditandai dengan banyaknya penderita dan maraknya penyakit berbahaya masih terjadi di beberapa daerah. Di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, Kepala Dinas Kesehatan Indragiri Hulu, Zainal Arifin SKM Mkes menyatakan, hingga September 2011, penderita DBD di Indragiri Hulu mencapai 81 orang atau meningkat dibanding tahun 2011 yang hanya mencapai 25 orang. Sebelumnya, tanggal 21 Oktober 2011 di Bengkulu, Direktur Yayasan Kipas Bengkulu Merly Yuanda menyatakan, jumlah penderita HIV/AIDS di Bengkulu saat ini mencapai 467 orang, dimana sebagianbesar merupakan pekerja seks, kalangan gay dan waria serta pelanggan. Dari data tersebut menunjukan terjadi peningkatan jumlah penderita HIV/Aids di Bengkulu mencapai 24,6 persen per  tahun.
Plt Kadis Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu, Alwi Mujahit Hasibuan menyatakan, sejak tahun 2009 hingga bulan September 2011 jumlah orang yang terjangkit virus Human Immunodeficiency Virus-Acqured Immunao Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) positif mencapai 40 orang dan beberapa orang diantaranya sudah meninggal dunia. Sedangkan, tanggal 18 Oktober 2011 di Kota Malang, dr. Enny Sekar Rengganingati, Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang mengatakan, selama kurun waktu Januari hingga September 2011, tercatat ada 48 kasus difteri yang terjadi Kota Malang.
Permasalahan mutu kesehatan yang rendah di tengah masyarakat juga ditandai dengan adanya gizi buruk di beberapa daerah. Di Mamuju, Sulbar, Kepala Bidang Bina Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Mamuju dr. I Ketut Sidiarsa mengatakan, jumlah balita penderita gizi buruk di Mamuju hingga bulan Agustus tahun 2011, sebanyak 62 balita, serta kasus ibu hamil kurang energi kronis yang mencapai angka 3,1%. Sementara itu, di Kota Pontianak, Henri Hadad (Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kalbar) mengatakan, hingga Oktober 2011 ditemukan 180 kasus gizi buruk yang menimpa anak usia 0-5 tahun di wilayah Kalimantan Barat.
Persoalan krusial lainnya adalah maraknya aksi perlawanan massa sebagai ekses perselisihan industrial semakin marak terjadi di beberapa daerah, serta sebagai bentuk awal sudah mulai meluasnya "ketidakpatuhan sosial atau social disobeydience" kepada pemerintah. Kondisi ini berpotensi menghambat masuknya investasi, mengganggu perekonomian, tidak mengurangi pengangguran serta menimbulkan gangguan kamtibmas. 
Sementara itu, fakta terkait dengan aksi “perlawanan” massa sebagai dampak perselisihan industrial terjadi di beberapa daerah. Pada 9 Oktober  2011 di  PT Bapitri/PT Sokolancar, Kelurahan Cibeureum Kec. Leuwi Gajah Kota Cimahi, sekitar 50 orang melakukan aksi unjuk rasa dipimpin Dadan Supardan, Sekretaris Karang Taruna RW 08, disebabkan karena perusahaan tidak mempekerjakan warga sekitar. Disamping itu, perusahaan tersebut juga tidak menyalurkan limbah padat hasil produksi berupa benang dan majun kepada warga sekitar. Pada hari yang sama,  Di Desa Batupanga Daala, Kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, sekitar 150 orang warga Desa Batupanga Daala Kecamatan Luyo dipimpin Darmadi melakukan unjuk rasa dengan menutup jalan yang dilalui kendaraan tambang galian C, karena dinilai merusak lingkungan dan jalan di sepanjang desa tersebut.    
Masalah penting lainnya adalah adanya aksi penolakan terhadap keberadaan dan pembangunan rumah ibadah masih terjadi di beberapa daerah, bahkan diantaranya disertai dengan aksi anarkis. Aksi terhadap keberadaan tempat ibadah ini pada umumnya dipicu oleh beberapa faktor antara lain, faktor rencana pembangunan tempat ibadah tersebut tidak mendapatkan rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), tidak mendapatkan izin dari masyarakat, kalaupun mendapatkan izin ternyata  salah peruntukkan, penggunaan rumah tinggal sebagai tempat ibadah dan yang paling krusial karena berpotensi menimbulkan potensi konflik SARA biasanya pembangunan tempat ibadah tersebut dilakukan di daerah yang mayoritas penduduknya tidak beragama sama dengan pemeluk agama yang membangun tempat ibadah tersebut.            
Aksi penolakan terhadap keberadaan dan pembangunan rumah ibadah (Gereja dan Vihara) dalam bentuk unjuk rasa terjadi di beberapa daerah. Pada 5 Desember 2011  di Jakarta, Theopillus Bela, Ketua umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta menyatakan, beberapa kelompok di Desa Ngulu Wetan, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogori, Jateng, melakukan aksi unjuk rasa menuntut pembongkaran 5 gereja di Kecamatan
Pracimantoro (Gereja Pantekosta di Indonesia, Gereja Segala Bangsa, Gereja Kristen Jawa, Gereja Bethel Tabernakel dan Gereja Kristen Nazarene). Sebelumnya, tanggal 27 November 2011, di Kota Pekanbaru, Riau, berlangsung aksi unjuk rasa menolak keberadaan rumah tinggal yang dijadikan tempat ibadah jemaat HKBP. Penolakan serupa juga terjadi diKabupaten Toli-Toli, Sulteng (Gereja Bethany), Samarinda, Kaltim (Gereja Bethel Injil), Klaten, Jateng (Gereja Pantekosta Pusat Surabaya), Bekasi, Jabar (Gereja Advent, Gereja HKBP, Gereja Pantekosta, dan Gereja Bethel Indonesia), Bogor, Jabar (GKI Taman Yasmin), dan Majalengka, Jabar (Kapel Santa Maria, Advent Tsabat Hari Ketujuh dan Sekolah Alkitab Penyebaran Injil) serta penolakan pembangunan Vihara di Kel. Simpang III Ipin, Kota Jambi. 
Sementara itu, aksi penolakan yang dilakukan dengan anarkis juga terjadi di beberapa daerah. Di Kecamatan Kalapa Nunggal, Kabupaten Sukabumi, Jabar, pada awal November 2011, sekitar 200 orang dari Forum Komunikasi Jamaah Muslim Kalapa Nunggal melakukan pembakaran Pura milik Yayasan Paramayuga. Sedangkan, Gereja Methodis Indonesia di Kecamatan Pangean, Kabupaten Kuansing, Riau dibakar massa. Pada 1 November 2011, juga terjadi pembakaran terhadap Gereja HKBP Logas dan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Logas Tanah Darat, Kabupaten Kuansing. 
Berbagai permasalahan yang masih terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia, khususnya persoalan guru honorer yang meminta diangkat sebagai CPNS dan dugaan terjadinya komersialisasi pendidikan, berpotensi untuk mengganggu proses kegiatan belajar mengajar di Indonesia dan dipolitisasi kelompok tertentu dengan mengajak memboikot Pemilu/Pilkada, bahkan mendiskreditkan pemerintah dengan menilainya telah gagal mewujudkan pendidikan yang murah dan berkualitas. 
Kegiatan politisasi dalam rangka memanfaatkan berbagai permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia diperkirakan masih akan terus terjadi. Penyelesaian terhadap pengangkatan guru honorer menjadi CPNS hendaklah tetap diprioritaskan, terutama mereka yang memenuhi syarat berdasarkan hasil verifikasi dan validasi data tenaga honorer serta sesuai Surat Edaran Menpan No 5 tahun 2010. Disamping itu, perlu ada transparansi dalam pengelolaan dana pendidikan. 
Rendahnya mutu kesehatan di masyarakat yang terjadi di berbagai daerah disebabkan karena pola hidup yang tidak bersih, lingkungan yang kotor, kurang perhatian keluarga terhadap kebutuhan gizi serta kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang masih memprihatinkan membuat warga sulit mencukupi gizi yang baik bagi keluarganya. Meskipun demikian, kondisi sosial seperti ini bisa dimanfaatkan atau dipolitisir oleh kelompok kepentingan tertentu untuk mendiskreditkan pemerintah bahwa baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah melanggar Bab IV tentang Tanggung Jawab Pemerintah UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mulai dari pasal 14 sampai pasal 20. Di tengah suhu politik yang semakin memanas, pelanggaran terhadap UU ini rentan menimbulkan ancaman bagi kelangsungan dan stabilitas pemerintahan ke depan. 
Permasalahan rendahnya mutu kesehatan masyarakat berpotensi menjadi “pintu masuk” bagi terciptanya instabilitas politik dan pemerintahan. Dalam rangka menjawab tanggung jawabnya, langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah antara lain perbaikan mutu kesehatan masyarakat harus segera direalisasikan dengan ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat, ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat, ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan, memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan, ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau serta adanya pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan sosial nasional bagi upaya kesehatan perorangan. 
Aksi-aksi yang dilakukan massa seperti melakukan pemblokiran jalan, menyegel dan melakukan pembakaran terhadap aset-aset perusahaan ataupun fasilitas umum dan fasilitas lainnya berpotensi menimbulkan sejumlah ancaman antara lain menimbulkan persepsi terhadap kerentanan berinvestasi di Indonesia, mengganggu perekonomian dan menciptakan gangguan kamtibmas.
Maraknya aksi “perlawanan massa” akibat hubungan industrial yang tidak sehat, melemahkan daya saing ekonomi nasional serta rentan politisasi. Perlu adanya perhatian dan kebijakan pemerintah daerah terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat. Disamping itu, aparat terkait perlu mengembangkan dialog dan penyelesaian konflik secara damai di tengah masyarakat dengan memanfaatkan lembaga formal dan informal yang ada di daerah. Sementara itu, ada kecenderungan bahwa aksi-aksi penolakan terhadap keberadaan dan pembangunan tempat ibadah di beberapa daerah akan terus berlanjut. Perkembangan situasi dan kondisi ini rawan memicu konflik bernuansa SARA, selain itu berpotensi merusak kerukunan hidup umat beragama serta berdampak pada terciptanya instabilitas keamanan. 
Potensi ancaman terjadinya gangguan keamanan di beberapa daerah sebagai ekses penolakan terhadap keberadaan dan pembangunan tempat ibadah masih cukup besar. Sebagai langkah saran dapat disampaikan antara lain, mendorong aparat keamanan untuk melakukan tindakan tegas terhadap pelaku anarkis. Perlu mengoptimalkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) serta pendekatan terhadap tokoh masyarakat dan tokoh agama agar permasalahan ini tidak berkembang ke arah konflik SARA. Disamping itu, menyarankan kepada Pemerintah Daerah untuk lebih selektif dalam mengeluarkan surat izin mendirikan rumah ibadah.

Rabu, 12 September 2012

Neoliberlisme Di Indonesia: Data dan Fakta



Beberapa data dan fakta dibawah ini menjadi pertimbangan, antara lain:
1. Di masa Raffles (1811) pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun; di masa Hindia Belanda (1870) hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 75 tahun; dan di masa Susilo Bambang Yudhoyono (UU 25/2007) pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial Indonesia (tanah dan laut) telah dibagi dalam bentuk KK Migas, KK Pertambangan, HGU Perkebunan, dan HPH Hutan. Total 175 juta hektar (93% luas daratan Indonesia) milik pemodal swasta/asing.


2. Hutang Luar Negeri Indonesia (Pemerintah dan Swasta) sebesar dua ribu lima ratus trilyun rupiah (Rp 2.500.000.000.000.000) diantaranya dibuat selama 5 tahun pemerintahan SBY sebesar Rp 300-an triliun. Bunga dan cicilan pokok Ro 450 trilyun. Pertumbuhan ekonomi 4 – 6 % per tahun hanya untuk biaya bunga dan cicilan pokok hutang luar negeri. Sebuah sumber menyebut negara telah bangkrut secara akuntansi karena hutang lebih besar dari assets. Kekuatan ekonomi bangsa Indonesia telah terjebak dalam hutang berkepanjangan (debt trap) hingga tak ada jalan keluar! Kita akan terus hidup bergantung pada hutang. Sementara itu diduga ada mafia dalam “permainan hutang” ini yang mengambil keuntuangan dari “selisih bunga pinjaman hutang”. Makin banyak pinjaman makin menguntungkan mafia ini. Lintah darat terus menghisap darah rakyat.
3. Sebanyak 85% kekayaan migas, 75% kekayaan batubara, 50% lebih kekayaan perkebunan dan hutan dikuasai modal asing. Hasilnya 90% dikirim dan dinikmati oleh negara-negara maju. Sementara China tidak mengekspor batubara, Jepang terus menumpuk cadangan batubaranya. Sekarang kita harus bertarung di pasar bebas dagang dengan China – Asean. Ibarat petinju kelas bulu diadu dengan petinju kelas berat dunia. Pasti Knock-out! Siapa yang melindungi rakyat dan tanah tumpah-darah kita ini?
4. 40 tahun lalu pendapatan rakyat Asia Timur rata-rata sebesar US$ 100, bahkan China cuma US$ 50. Kini Malaysia tumbuh 5 kali lipat lebih besar dari pendapatan Indonesia, Taiwan (16 kalilipat), Korea (20 kalilipat), China (1,5 kalilipat) dan telah jadi raksasa ekonomi, politik, dan militer di ASIA. Ke mana hasil sumber daya alam kita yang sudah dikuras selama hampir 40 tahun ini? Ya memperkaya negara Barat, Singapura, ASIA Timur dan tentu saja oknum-oknum KAPITALIS di INDONESIA.
5. Ekonomi Indonesia hanya dikendalikan oleh 400-an keluarga yang menguasai ribuan perusahaan. Sejak Orde Baru mereka dapat monopoli kredit murah, perlindungan tarif, kuota, dan sebagainya. Semua itu karena mereka memberi upeti kepada penguasa. Sementara usaha kecil yang puluhan juta dianiya, digusur, dan dipinggirkan.
6. Akibat dari BLBI 1997, di mana Boediono terlibat dan dipecat oleh Soeharto, maka banyak bank berantakan. Kemudian direkapitalisasi ratusan trilyun. Bunga rekapitalisasi setiap tahunnya ditanggung oleh rakyat Indonesia melalui APBN sebesar puluhan trilyun untuk jangka 30 tahun ke depan. Yang menikmati BLBI di antaranya Syamsul Nursalim dkk, ongkang-ongkang kaki di Singapura (bahkan melalui Ayin tetap menjalin “persahabatan” dengan PENGUASA Indonesia). Parahnya lagi, sekarang keadaan perbankan 66-70% sudah dikuasai oleh modal asing. Sebagian bank yang dikuasai asing itu menikmati bunga rekapitalisasi yang ditanggung oleh APBN tersebut. Kesimpulannya, negara Indonesia ini sudah berantakan dalam aspek-aspek mendasarnya (teritori, keuangan, hutang).
7. Dengan iming-iming pinjaman US$ 400 juta dari the World Bank, Undang-Undang Migas harus memuat ayat: Indonesia hanya boleh menggunakan maksimal 25% hasil produksi gas-nya. Bayangkan, kita eksportir gas terbesar di Asia, tapi penggunaan gas-nya diatur dari luar. Akibatnya PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Asean Aceh Fertilizer, tutup karena kekurangan pasokan gas. Ini tikus mati di lumbung padi! Bahkan sekarang harga gas untuk rakyat mau dinaikkan lagi.
8. Dengan total anggaran belanja 3.660 trilyun (tahun 2005 s/d 2009), selama 1825 hari kerja, rezim ini hanya mampu menurunkan jumlah orang miskin dari 36,1 juta (16,6%) menjadi 32,5 juta (14,15%).Sumber lain malah menyebut terjadi penambahan jumlah orang miskin. Sementara pengangguran terbuka makin meningkat dari 7% menjadi lebih-kurang 8,5%. Padahal sebagian rakyatnya sudah rela jadi “kuli” di Arab Saudi,Malaysia,Korea,Hongkong,Singapura dan lain-lain…!!! Mau ke mana rakyat dan negeri ini dibawa…?
9. Beberapa tahun terakhir ini kita impor 1,6 juta ton gula, 1,8 juta ton kedelai, 1,2 juta ton jagung, 1 juta ton bungkil makanan ternak, 1,5 juta ton garam, 100 ribu ton kacang tanah, bahkan pernah mengimpor sebanyak 2 juta ton beras. Pastinya ada yang salah dengan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia menyangkut sektor pertanian. Pasti juga ada agen kapitalis yang bermain di balik penindasan yang terjadi terhadap para petani Indonesia ini.
10. Untuk pemenangan PEMILU dan PILPRES (selain “PROYEK CENTURY”), demi bertahannya rezim ‘anak manis’ ini, maka majikan dari luar ( BANK DUNIA)memberi bantuan pinjaman sekitar 50 trilyun untuk mengambil hati orang desa, masyarakat miskin,dan pegawai negeri (PNPM, BLT, GAJI ke-13, JAMKEMAS, KUR, RASKIN, dll). Utang makin bertambah demi citra rezim di mata rakyat ‘bodoh’. Ditambah lagi dengan UTANG, untuk kesejahteraan pegawai DEPKEU atas nama REFORMASI BIROKRASI, sebesar hampir 15 trilyun, yang menghasilkan GAYUS MARKUS. Makin sempurna kejahatan rezim ini!
11. Penerimaan negara dari mineral dan batubara (minerba) hanya 3 persen (21 trilyun pada tahun 2006). Padahal kerusakan lingkungan dan hutan yang terjadi sangat dahsyat dan mengerikan!. Devisa remittance dari para tenaga kerja Indonesia (TKI) saja bisa mencapai 30 trilyun pada tahun sama. Jadi kemanakah larinya hasil emas, tembaga, nikel, perak, batubara, hasil hutan lainnya, dan seterusnya, yang ribuan trilyun itu?…
12. Dari permainan ekspor-impor minyak mentah, pelaku perburuan rente migas ‘terpelihara’, dan setiap tahun negara dirugikan sampai 4 trilyun. Namun menguntungkan ‘oknum’ tertentu yg dikenal sebagai MR TWO DOLLARS. Inikah penyebab pansus BBM tdk berkutik ? Siapakah dia…?
13. Disepakati kontrak penjualan gas (LNG) ke luar negeri dengan harga antara tiga hingga 4 dollar Amerika/mmbtu. Padahal saat kontrak disepakati harga pasar internasional US$ 9/mmbtu. Gas dipersembahkan buat siapa? Siapa yang bermain?
14. Dugaan kekayaan negara yang hilang sia-sia: 1>. Dengan memakai asumsi Prof. Soemitro 30% bocor, maka kalau APBN 2007 sebesar 750 trilyun, maka bocornya lebih kurang 250 trilyun. 2>. Penyelundupan kayu/pencurian hasil laut, pasir, dan lain-lain 100 trilyun. 3>. Potensi pajak yang tidak masuk kas negara tahun 2002 (menurut Kwik Kian Gie) sekitar 240 trilyun kalau sekarang misalnya dua kali lipat, maka angkanya berkisar 500 trilyun. 4>. Subsidi ke bank yang sakit menurut Kwik 40 trilyun tahun 2002. Maka secara kasar potensi pendapatan negara yang hilang sia-sia totalnya 890 trilyun. Itulah salah satu sebab rakyat tetap miskin, segelintir orang mahakaya, dan negara tertentu kecipratan menjadi kaya.
15. Dengan standar buatan Indonesia orang miskin di negeri ini tahun 2006 berjumlah 39 juta (pendapatan perhari 5.095,-) Tapi kalau memakai standar Bank Dunia/standar internasional US$ 2 per hari, maka orang miskin di Indonesia lebih kurang 144 juta orang (65%). Lalu apa yang kita banggakan dari pemimpin bangsa ini?
16. Tahun 2005 BPK menemukan 900 rekening gelap senilai 22,4 trilyun milik 18 instansi pemerintah. Pada waktu itu ada 43 instansi yang belum diaudit. Jadi masih banyak uang negara yang gelap yang belum dimanfaatkan. Kenapa mesti menghutang untuk memberi rakyat raskin dan BLT? Kenapa jalan-jalan raya di tengah kota banyak yang bolong-bolong? Kenapa begitu banyak orang yang mengemis di pinggir-pinggir jalan?
17. Dengan 63 hypermarket, 16 supermarkets di 22 kota (termasuk 29 hypermartket Alfa dan jaringannya di seluruh Indonesia), maka Carefour Indonesia (komisarisnya jenderal-jenderal) total menguasai bisnis ritel. Bagaimana nasib jutaan warung-warung kelontong milik rakyat kecil? Atas nama liberalisme pasar semua digusur?
18. Sampai sekarang jumlah mall dengan konsep one stop shopping di JKT sekitar 80an dan akan bertambah tahun ini menjadi 90an. Sementara pasar tradisional yang dikelola PD Pasar Jaya tinggal 150an dlm keadaan”babak belur”. SIAPAKAH PEMILIK MALL ?? Smentara penghuni pasar tradisional mayoritas pribumi yang dengan memelas dan menjerit pendapatannya terus melorot. Siapa peduli mereka? Persaingan atas nama ideologi apa ini ? Atau penindasan rakyat macam apa ini?
19. Sepuluh tahun kedepan Indonesia akan impor biji gandum lk 10 juta ton(butuh devisa lk 42,5 triliun rupiah). Sekarang masih 5 juta ton/tahun. Itu artinya akan jadi importir terbesar didunia.Kebijakan pertanian dan pangan yg tidak pro petani/rakyat, membuat kita tergantung pada impor gandum dari AS, Kanada dan Australia. Budaya makan mie,roti dll ikut andil(sukses marketing kapitalis juga). Padahal di Meksiko mampu memproduksi mie dari tepung jagung atau di China Selatan dari tepung beras. Indonesia sebenarnya mampu membuat yang seperti itu bahkan tepung sagu melimpahruah, kalau mau. Tapi bisnis impor gandum dan jual beli terigu sudah jadi “kerajaan tersendiri” yang dinikmati kapitalis. Tak peduli kesengsaraan petani Indonesia.
20. Tahun 2003 BUMN Indosat dijual ke TEMASEK SINGAPURA dengan harga 5 triliun.Selama lk 5 tahun TEMASEK telah meraup keuntungan lk 5 triliun laba dari bisnis telekomunikasi tersebut. Artinya secara kasar modal sudah kembali. Tahun 2008 TEMASEK menjual Indosat ke QATAR TELECOM senilai 16 triliun. Itu keuntungan mutlak hanya dalam 5 tahun dari perusahaan Singapura. Siapa yang pintar dan siapa yang “pura-pura bodoh”? Ini salah satu dosa rezim neolib yang tak akan dilupakan rakyat.
21. Sampai saaat ini kebutuhan daging sapi nasional sekitar 400 ribu ton(1,8 ekor sapi).dari jumlah tsb baru bisa dipenuhi lk 65%. kekurangannya diimpor dari AS,AUSTRALIA,SELANDIA BARU, KANADA, IRLANDIA, BRAZIL. Pemerintah mencanangkan swasembada daging sapi thn 2014. tapi yang terjadi sejak tahun lalu adalah serbuan daging sapi impor, sapi siap potong impor, daging sapi beku impor yang menghantam usaha peternakan rakyat. Tak tergambar bagaimana program untuk merealisasikan swasembada daging tersebut secara gamblang (sejak zaman Soeharto ada TAPOS tapi tetap swasembada daging tak terwujud). Tak beda dengan impor kedele, jagung, kacang tanah, gula dll berujung pada tidak diberdayakannya secara optimal kemampuan petani/peternak untuk mengisi pasar dalam negeri guna menghadapi kebiasaan impor yang hanya menguntungkan segelintir pengusaha /kapitalis. Rezim ini berpihak ke siapa?
22. Tahun 2008 adalah tahun monumental bagi industri otomotif di Indonesia. Tercatat penjualan 607.151 unit mobil dan lk 6.000.000 unit sepeda motor.Tentu saja AGEN TUNGGAL PEMEGANG MERK(ATPM)berpesta, apalagi PRINCIPALnya. Apakah Pemerintah dan Rakyat Indonesia mendapat manfaat dari pesta tsb ? Ya tentu. Tapi tidak sebanyak yang diraih bila Indonesia punya merk mobil nasional sendiri lewat pembelian lisensi seperti yang ditempuh Malaysia, India, China, Iran dan Korsel. Sudah puluhan tahun gagasan punya merk mobil nasional tapi kandas. Tommy, Bakri dan Texmaco sudah mencoba tapi kandas. Apakah karena kekuatan kapitalisme pada industri otomotif Indonesia sedemikian mencengkeram sehingga kita tak berdaya atau political will yang lemah? Kenapa Malaysia bisa dengan PROTON-nya?
Itulah beberapa butir yang membuat kita termotivasi untuk mengadakan perlawanan terhadap rezim penghisap, penindas, dan penjajah gaya baru dan antek-anteknya di Indonesia kita yang tercinta ini.

Sumber :karmayoga1886.wordpress.com

Minggu, 09 September 2012

ANTISEMITISME LANDA HONGARIA, KOMPENSASI KORBAN HOLOCOUST DIHENTIKAN





Bertahun-tahun para zionis internasional mengeruk milaran dolar dari pemerintah-pemerintah dan dunia bisnis Eropa dengan cara "memeras" mereka dengan alasan kompensasi bagi para korban "holocoust". (Lebih lengkapnya tentang ini baca buku "
Holocoust Industry" karangan Profesor Walt dari Amerika. Proyek pemerasan nan canggih ini dipimpin oleh Edgar Bronfman, salah seorang paling kaya dan berpengaruh di Amerika Utara yang pernah menjadi patronnya "boss of the boss" mafia Amerika seperti Meyer Lansky dan Bugsy Siegel. Selanjutnya kedua gembong mafia berdarah yahudi yang mendirikan kota judi Las Vegas ini menjadi boss-nya para "mafioso" berdarah Italia termasuk Al Capone. Fakta bahwa keluarga Bronfman tidak tersentuh hukum sementara Al Capone harus mendekam dalam penjara Alcatraz membuktikan hal itu. Silakan baca "The New Jerussalem" karya Michael Collin Piper)


Namun kebusukan tidak bisa disembunyikan selamanya. Pemerintah Hongaria, yang selama bertahun-tahun terpaksa harus membayar kompensasi untuk korban "holocoust" jutaan dolar akhirnya menghentikan pemberian kompensasi dan menuntut "Claims Conference", LSM "temuan" lain para zionis yang ditugaskan mengelola dana kompensasi untuk mengembalikan $8 juta yang telah dibayarkan. Alasan tuntutan tersebut adalah karena "Claims Conference" dianggap telah mengkorupsi dana tersebut dengan cara-cara yang disebutnya sebagai "deceitful tactics", “depriving”, dan “disgraceful”. "Claims Conference" yang berbasis di New York adalah LSM yang didirikan oleh orang-orang yahudi internasional untuk menyalurkan dana-dana kompensasi korban holocoust haril pemerasan terhadap pemerintah-pemerintah dan dunia usaha di Eropa. Korban pemerasan terbesar tentu saja pemerintah Jerman, disusul kemudian oleh para bankir Swiss.

Menurut data sekitar 500.000 warga yahudi Hongaria menjadi korban "holocoust" alias penindasan terhadap orang-orang yahudi selama Perang Dunia II. Lima tahun lalu pemerintah Hongaria setuju untuk memberi dana kompenasasi senilai $21 juta kepada para korban "holocoust" dan ahli warisnya. Dana tersebut disalurkan selama 5 tahun.

Dua tahun lalu, setelah tokoh nasionalis Viktor Orban menjadi penguasa Hongaria, komisioner Andras Levente Gal mulai mempertanyakan pengelolaan dana kompensasi yang telah dikeluarkan Hongaria. Pemerintah pun menghentikan penyaluran dana sisanya.

“Adalah tidak mungkin untuk mengidentifikasi individu-individu penerima dana kompensasi jika didasarkan pada dokumen-dokumen yang diberikan Claims International," tulis situs resmi kementrian hukum dan administrasi publik Hongaria baru-baru ini perihal kasus ini.

Claims Conference tentu saja membantah pernyataan tersebut dengan mengatakan telah memberikan data-data yang valid, termasuk data detil para korban "holocoust" yang dibuat dalam 400 halaman dokumen. Mereka juga menyebut sejak kontroversi ini mencuat, pemerintah Hongaria telah menghentikan penyaluran dana kompenasasi. Mereka bersikukuh siap menyediakan data yang diminta pemerintah jika pemerintah Hongaria berjanji akan menyalurkan dana kompensasi lima hari setelah data tersebut diserahkan.

Claims Conference mengklaim bahwa "setiap sen yang diterima telah diserahkan kepada para korban holocoust dan tak sesen-pun digunakan untuk biaya administrasi atau keperluan lain". Sebuah klaim yang terlalu muluk mengingat reputasi "Claims International" yang sangat buruk terkait penyaluran dana kompenasai korban "holocoust". Selain kasus di Hongaria, beberapa kasus serupa telah muncul sebelumnya.

Selain orang-orang "kotor" seperti Keluarga Bronfman yang membangun bisnisnya dengan memproduksi minuman keras dan selama era pelarangan minuman beralkohol di Amerika menjadi aktor utama penyelundupan minuman keras di Amerika (kini keluarga Bronfman malang melintang di semua sektor bisnis global, dari industri manufaktur hingga dunia hiburan, penerbitan dan media massa. Mereka dikenal sebagai donatur penting Partai Demokrat Amerika), "industri holocoust" juga diisi dengan orang-orang seperti Ellie Wiesel, legenda korban "holocoust" yang bahkan gagal membuktikan satu tanda dasar seorang korban "holocoust", yaitu tato nomor yang diterakan di lengan semua penghuni kamp tawanan Jerman dalam Perang Dunia II. Suatu saat ia membual, entah dalam keadaan sadar ataupun tidak, "terseret sejauh satu blok setelah ditabrak mobil, tanpa luka berarti". Atas semua kebohongannya sebagai korban "holocoust", ia diberi hadiah sebagai penerima anugerah Nobel Perdamaian dan "penjilat pantat yahudi" Oprah Wimfrey memujinya setinggi langit dalam acara yang dipandunya. Oh ya, sebuah majalah liberal Indonesia ternama pernah menulis profilnya, tentu berdasar versi yahudi.

Sampai tahun 1970-an sebenarnya isu "holocoust" tidak pernah terdengar di seluruh kolong dunia. Isu ini pertama kali mencuat setelah seorang yahudi bernama Collins ---saya (blogger) lupa nama lengkapnya, membentuk organisasi neo-Nazi Amerika dan menebarkan kegaduhan tentang gerakan neo-Nazi. Tidak lama setelah ketahuan belangnya sebagai orang yahudi yang menyamar, ia menghilang dari publik. Bertahun-tahun kemudian ia muncul kembali dengan identitas lain, sebagai seorang arkeolog yang mengklaim menemukan tumpukan harta karun, sebagaimana cerita dalam film-film "Indiana Jones" yang ditulis oleh orang-orang yahudi dan diperankan oleh juga yahudi Harrison Ford. Saat ini tidak orang-orang yahudi tidak pernah berhenti mengkampanyekan isu "holocoust". Hollywood dan "History Channel" terus-menerus membuat film tentang "holocoust". Guru-guru dan murid-murid di Amerika di Eropa diwajibkan mengikuti tur ke Israel untuk belajar tentang "holocoust" dengan biaya ditanggung rakyat dan pemerintah. Para pemain bola yang berpartisipasi dalam turnamen Piala Eropa di Polandia baru-baru ini pun diwajibkan mengunjungi kamp-kamp tawanan tempat orang-orang Yahudi ditawan dalam Perang Dunia II. Dengan itu semua orang-orang yahudi terus mengeruk keuntungan.


MENINGKATNYA SENTIMEN ANTI-YAHUDI DI HONGARIA

Kegaduhan soal "holocoust" di atas terjadi saat sentimen anti-yahudi meningkat tajam di Hongaria, (sebenarnya juga di seluruh Eropa bahkan dunia seiring terbukanya akses informasi di dunia maya, saat ini). Sebuah polling yang diadakan suatu lembaga riset mengungkapkan bahwa orang-orang Hongaria menganggap "orang-orang yahudi membual tentang holocoust".

Tersinggung dengan hasil pooling itu, Elie Wiesel mengembalikan hadiah yang pernah diberikan pemerintah Hongaria kepadanya sebelum kasus ini mencuat. Ia menuduh rakyat Hongaria tengah "cuci tangan atas kejahatan masa lalunya". Organisasi-organisasi yahudi internasional juga memprotes pemerintah Hongaria yang enggan menangkap seorang pelaku yang dituduh melakukan penyiksaan terhadap orang-orang yahudi dalam Perang Dunia II.

Sebagaimana rakyat Eropa Timur lainnya yang kental dengan ajaran Katholik, rakyat Hongaria selama berabad-abad telah terlibat dalam dialektika sosial politik yang intensif dengan orang-orang yahudi. Sentimen anti-yahudi telah tertanam kuat di benak rakyat Hongaria selama berabad-abad, sebagian besar disebabkan tingkah polah orang-orang yahudi yang tidak simpatik. Tidak heran jika sebagian besar dari mereka menjadi pendukung Jerman dalam Perang Dunia II, seperti halnya juga rakyat Italia, Rumania, Austria, Polandia dan rakyat Eropa Timur lainnya.






Ref:
"Hungarian government stops payments to Holocaust survivors: demands a return of payments made"; World Jewish Congress.org; 31 Agustus 2012