Minggu, 05 Agustus 2012

PEMBANTAIAN ATAS NAMA "DEMOKRASI" DI SYRIA


Bandingkan 2 peristiwa berikut yang terekam kamera dan beredar di mesia massa internasional. Yang pertama adalah gambar mayat-mayat pemberontak yang masih mengenakan seragam tempur lengkap dengan peluru melekat di pinggang. Gambar tersebut dirilis oleh pemerintah Syria.

Kemudian gambar berikutnya, video yang baru saja beredar di media-media massa online yang dirilis oleh pemberontak di Aleppo: Sekelompok orang berpakaian sipil diseret ke sebuah tempat lapang di bawah terik matahari. Pakaian mereka berlepotan darah yang masih mengalir dari tubuh mereka setelah menjalani "interogasi". Orang-orang bersenjata (pemberontak) berteriak-teriak di sekeliling mereka, "Allahu Akbar!". Sebagian lainnya berteriak, "Hidup Free Syrian Army!" Di sudut lain sebagian pemberontak mengabadikan peristiwa itu dengan "smartphone" mereka. Selanjutnya para tawanan itu dihadapkan pada tembok, dan tidak lama kemudian seorang eksekutor menembak kepala orang-orang itu dari jarak dekat.
Ada perbedaan mencolok antara kedua rekaman video tersebut di atas. Yang pertama adalah tentara Syria membunuh pemberontak bersenjata dalam pertempuran sengit. Sedang yang kedua pemberontak membunuhi warga sipil tak bersenjata. Meski pemberontak mengklaim mereka adalah anggota milisi pendukung pemerintah, tuduhan itu tentu saja tidak bisa diverifikasi. Lagipula banyak kasus dimana pemberontak membunuhi warga sipil hanya karena mereka menolak membantu pemberontak, atau sekedar untuk menakut-nakuti warga untuk tidak berani melawan perintah mereka. Di kantong-kantong pertahanan pemberontak yang terkepung, pemberontak biasa menjadikan warga sipil sebagai tameng hidup. Dalam kasus-kasus lainnya pemberontak menculik warga demi mendapat imbalan makanan dan uang dari keluarga korbannya, namun mengembalikan mereka sudah dalam keadaan meninggal meski keluarganya sudah memberikan apa yang mereka tuntut. Motivasi lainnya dengan pembunuhan-pembunuhan itu adalah menakut-nakuti warga sehingga mereka lari dari kampung halamannya untuk menjadi pengungsi di negara lain sehingga tuduhan bahwa "pemerintah telah menindas rakyat sendiri", terlegitimasi. Untuk menambah ketakutan, pembunuhan itu terkadang dilakukan dengan cara-cara di luar bayangan: mutilasi, membedah perut wanita hamil dan mengeluarkan janinnya.

Inilah orang-orang yang oleh media-media massa barat awalnya disebut sebagai "demonstran tak bersenjata". Kemudian setelah terdapat terlalu banyak "demonstran tak bersenjata" yang memegang senjata, mereka disebut sebagai "aktifis bersenjata" dan "pejuang demokrasi melawan pemerintah yang represif". Mereka adalah orang-orang yang dilatih, diberi gaji dan senjata oleh negara-negara barat, Turki dan beberapa negara Arab.

Korban dalam video ekskusi pemberontak di atas adalah keluarga atau suku Al Berri, salah satu keluarga besar di Aleppo. Pemuka mereka yang turut dieksekusi bernama Hassan Berri Bin Zino.

Pada akhir bulan Mei lalu, lebih dari 100 warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak, dibantai secara keji. Anak-anak diberondong senapan dan digorok lehernya saat tengah tidur. Awalnya media massa menuduh pembantaian itu dilakukan oleh pasukan pemerintah dan milisi pendukungnya. Sebagian besar masyarakat awam di seluruh dunia percaya, dengan tuduhan itu, meski bagi yang mampu berfikir kritis sedikit saja akan mempertanyakan tuduhan itu. Bagaimana mungkin pemerintah yang terancam mendapat serangan intervensi asing melakukan aksi yang justru mengundang intervensi itu?

Namun kemudian kebenaran terkuak, pembantaian itu dilakukan oleh para pemberontak, dan korbannya sebagian besar adalah masyarakat sipil yang tidak mendukung pemberontak. Namun akan-anak kecil yang tidak mengerti apapun itu, dibantai juga.

Bulan lalu media-media massa ramai memberitakan tentang pembantaian di desa Tremseh. Kembali media massa dan para pejabat barat menuduh pemerintah Syria sebagai pelakunya. Namun kemudian terbukti bahwa para korban "pembantaian" adalah pemberontak bersenjata yang tewas melaui pertempuran sengit melawan pasukan pemerintah. Para pemberontak itu sebelumnya meneror warga Tremseh, yang kemudian meminta bantuan pada pasukan pemerintah terdekat.

Kini setelah kekejaman-kekejaman itu begitu gamblang dilakukan oleh pemberontak, media dan pemerintah negara-negara barat berusaha "cuci tangan" dengan mengklaim bahwa hanya sebagian kecil dari pemberontak yang merupakan teroris Al Qaida. Namun video pembantaian di Aleppo tersebut di atas membuktikan bahwa tidak ada yang bisa membedakan antara Al Qaida dengan para "pejuang demokrasi".

Berbagai tindak kekejian tersebut di atas merupakan refleksi dari tindakan orang-orang yahudi kala mengusir rakyat Palestina dari tanah airnya dahulu. Cara-cara seperti itu pulal-ah yang dilakukan orang-orang arab badui munafik kala membantai keluarga Rosulullah di Karbala dahulu kala. Dan kini, kedua golongan itu bersekutu membantai rakyat Syria. Namun Allah tidak pernah diam.



Ref:
"Cold-blood massacres in Syria exemplifies West’s ‘Pro-Democracy Movement’"; Finian Cunningham; Press TV; 2 Agustus 2012


TENTARA SYRIA REBUT MARKAS PEMBERONTAK DI ALEPPO

Tentara Syria, hari Rabu (1/8), menyerbu dan berhasil merebut markas komando pemberontak yang terletak di distrik Salahuddin, Utara Aleppo, yang selama ini menjadi jantung pertahanan pemberontakan di kota terbesar di Syria ini.

Menurut laporan resmi pemerintah Syria, tentara berhasil merebut komplek sekolah yang selama ini dijadikan sebagai markas komando pemberontak dan menewaskan tidak kurang dari 150 pemberontak. Koresponden media Iran, "Press TV" melaporkan bahwa situasi di Aleppo kini mulai tenang menyusul direbutnya markas komando tersebut di atas. Namun pertempuran masih terjadi di pinggiran kota.

Sementara itu klaim media-media dan pejabat barat tentang penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh tentara pemerintah Syria terhadap pemberontak, terbantahkan sudah. Menurut jubir tim pengawas PBB di Syria, Sausan Ghosheh, pemberontak juga memiliki persenjataan berat yang membuat tentara pemerintah berhak menggunakan persenjataan beratnya. Menurut Ghosheh pemberontak memiliki tank-tank dan rudal jinjing. Pemberontak telah beroperasi di Aleppo sejak tgl 20 Juli, setelah mereka terdesak dan lari dari pertempuran di Damaskus.

Di sisi lain beredar video yang beredar di media-media online yang menggambarkan pemberontak mengeksekusi para pendukung pemerintah yang tertangkap, melanggar konvensi perang Genewa yang melindungi tawanan perang dan masyarakat sipil. Pemerintah Syria menuduh pemberontak telah melakukan "kejahatan-kejahatan yang mengerikan" terhadap rakyat sipil di Aleppo dan Damaskus.

Dalam 2 suratnya yang dikirim kepada DK PBB dan Sekjen PBB, menlu Syria Walid al-Muallem mengatakan, Selasa (31/7), bahwa pemberontak yang didukung dan dibiayai oleh Saudi, Qatar dan Turki, telah menggunakan rakyat sipil sebagai tameng hidup dan membunuhi rakyat sipil yang tidak mendukung mereka.



MAYAT PEMBERONTAK SENGAJA DIBAKAR

"Satu hari kami menerima 30, hari lainnya 40 orang terluka, tidak termasuk mayat. Beberapa hari lalu kami menerima 30 orang terluka dan sekitar 20 mayat, namun setengah dari mayat itu tidak bisa dikenali karena sudah hancur," kata seorang paramedis sebuah klinik yang berada di kawasan yang dikuasai pemberontak di Aleppo sebagaimana dikutip kantor berita "Reuters", tgl 30 Juli lalu.

Pernyataan paramedis tersebut seolah mengkonfirmasi berita-berita tentang mayat-mayat pemberontak yang sengaja dibakar sendiri oleh rekan-rekannya dalam upaya menyembunyikan identitas mereka mengingat sebagian besar dari mereka berkebangsaan asing.

Dari waktu ke waktu keberadaan pemberontak yang sebagian besar adalah orang asing, semakin jelas saja. Dari pengakuan fotografer Belanda Jeroen Oerlemans, yang pernah ditahan para pemberontak yang menyebut mereka "tidak satupun yang merupakan orang Syria", serta keberadaan Brigade Ummah, satuan pemberontak Libya binaan NATO, di medan perang Syria.

Tentu saja hal ini tidak "mengenakkan" negara-negara yang terlibat dalam konspirasi anti-Syria. Klaim mereka bahwa pemerintah Syria memerangi rakyatnya sendiri terbantahkan dengan keberadaan orang-orang asing itu. Maka untuk mengatasi terbongkarnya identitas kewarganegaraan pemberontak, diduga kuat para pemberontak sengaja membakar mayat rekan-rekannya beserta seluruh identitas yang melekat padanya. Media yang melaporkan modus "mengerikan namun menarik" itu di antaranya adalah "Press TV" Iran.

Namun demikian media-media barat pura-pura tidak mengetahui praktik keji tersebut. Alih-alih media-media barat lebih suka memberitakan pembelotan seorang diplomat Syria di Inggris, Khaled al-Ayoubi. Dengan ancaman, sogokan sekoper uang, dan janji menjadikannya pejabat tinggi setelah presiden Syria berhasil disingkirkan, tentu saja banyak orang-orang lemah  yang bersedia melakukan pengkhianatan seperti Ayoubi dan banyak pejabat Syria lainnya yang terlalu lama hidup nyaman di luar negeri. Namun masih banyak pejabat dan perwira militer Syria yang loyal dan siap mempertahankan negaranya hingga titik darah penghabisan sebagaimana mereka bertempur di Damaskus, Homs dan kini di Aleppo.



Sumber:
thetruthseeker.co.uk; 30 Juli 2012

Press TV, 2 Agustus 2012

"Aleppo rebels under fire, Syrian fighter jet flies over"; Erika Solomon;  Reuters; 30 Jul 2012


Syria, Medan Kekalahan Besar Israel/Amerika Selanjutnya

Syria bakal menjadi ladang kekalahan besar Israel/Amerika dan sekutu-sekutunya di kawasan Timur Tengah menyusul kekalahan mereka di Gaza (2009) dan Lebanon (2006). Demikian pernyataan seorang pejabat tinggi militer Iran.

Dalam wawancaranya dengan televisi Iran "Al Alam", Senin (30/7), Wakil Panglima AU Iran Brigjen Massoud Jazayeri mengatakan bahwa peperangan yang tengah terjadi di Syria merupakan proyek lanjutan dari Perang 22 Hari Gaza tahun 2008-2009 dan Perang 33 Hari Lebanon tahun 2006 dimana Israel/Amerika berupaya mendapatkan pijakan strategis yang lebih kukuh di kawasan Timur Tengah. Namun dalam 2 peperangan tersebut Israel/Amerika mengalami kekalahan telak. Dan Israel/Amerika bakal mengalami kekalahan yang lebih besar di Syria.

"Sebuah front besar yang dipimpin Amerika dan zionisme global, sekali lagi berusaha menjerumuskan kawasan ini sebagai medan perang demi meraih tujuan jangka panjang mereka," kata Jazayeri.


Dalam Perang 22 Hari Gaza akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009 dunia menyaksikan HAMAS dan Jihad Islam yang didukung Iran, Hizbollah dan Syria berhasil memukul mundur pasukan Israel meski untuk itu harus ditebus dengan tewasnya 1.400 warga Palestina di Gaza, 300 di antaranya anak-anak.

Adapun dalam Perang 33 Hari di Lebanon tahun 2006, Hizbollah dan kelompok-kelompok perlawanan anti-Israel di Lebanon berhasil memukul mundur Israel dari Lebanon dengan menimbulkan korban besar di pihak militer Israel.

Dalam perspektif Syria saat ini, Jazayeri melihat sekutu-sekutu Israel yaitu Amerika bersama-sama Uni Eropa dan beberapa negara Arab menggalang kekuatan untuk menumbangkan pemerintahan Syria untuk digantikan dengan pemerintahan yang pro Israel/Amerika, namun pemerintah, rakyat dan tentara Syria sejauh ini "mampu mengendalikan keadaan".

"Ada kesungguhan pada pemerintah Syria untuk melancarkan serangan penuh terhadap musuh, karena tidak ada cara lain kecuali mengusir para teroris, musuh dan agresor dari bumi Syria," kata Jazayeri.

Ia menambahkan bahwa pemerintah Syria memiliki teman-teman tidak hanya di dalam kawasan, namun juga luar kawasan. Namun sejauh ini teman-teman Syria masih yakin bahwa pemerintah Syria bisa mengatasi keadaan sendiri.

"Sejauh ini belum ada urgensi bagi teman-teman dan sekutu Syria untuk masuk ke kancah pertempuran dengan kekuatan penuh, dan perkiraan kami hal itu belum akan terjadi dalam waktu dekat," tambahnya.

Ia juga membantah rumor tentang keberadaan tentara reguler Iran di Syria yang membantu pemerintah. Menurutnya dukungan Iran kepada pemerintah Syria sejauh ini masih dalam batas dukungan "spiritual" dan "ekonomi". Namun dukungan itu bisa berubah tergantung pada situasi di lapangan.

"Dukungan kami sangat tergantung pada kondisi di lapangan. Tanpa harus mengatakan, kami akan menjawab ancaman dengan ancaman pula," kata Jazayeri.

Mengenai paluang Iran terlibat langsung dalam konflik di Syria, Jazayeri mengatakan, "Kami sangat sensitif terhadap sekutu-sekutu kami dan gerakan perlawanan di kawasan ini, dan tidak akan membiarkan musuh untuk menang."



TENTARA SYRIA LAKUKAN PEMBERSIHAN DI ALEPPO

Setelah kekalahan telak di Damaskus dan Homs, kekuatan pemberontak kini terkonsentrasi di Aleppo, kota kuno sekaligus kota terpenting di Syria setelah Damaskus, yang menjadi penghubung urat nadi perdagangan Syria dengan Turki. Meski gagal merebut seluruh distrik di Aleppo setelah menarik diri dari Damaskus, pemberontak telah membangun kantong-kantong pertahanan di beberapa distrik di kota Aleppo. Kini pasukan Syria memusatkan perhatiannya pada kota ini.

Menurut pernyataan resmi pemerintah Syria Senin kemarin (30/7), tentara Syria telah berhasil membersihkan sebagian besar distrik di Aleppo dari pasukan pemberontak. Pada hari Minggu (29/7) pasukan Syria berhasil membersihkan kawasan Salahuddin dan Hamdaniya yang terletak di barat laut Aleppo. Saat ini pertempuran masih terjadi di selatan distrik Sokari dan pusat kawasan Bab al-Hadid.

Tentara Syria memulai operasi pembersihan pada hari Sabtu (28/7) di daerah pinggiran barat daya Aleppo. Pada hari Minggu tentara menggagalkan penyusupan besar-besaran pemberontak dari perbatasan Turki.

Menghadapi senjata-senjata berat tentara Syria serta tanpa dukungan rakyat Syria, para pemberontak hampir tidak mempunyai harapan untuk selamat dari pembersihan. Menlu Syria Walid al-Muallem dalam konperensi pers bersama dengan Menlu Iran Ali Akbar Salehi di Tehran, Minggu (29/7) mengatakan, "Kami yakin seluruh kekuatan pemberontak kini telah terkumpul di Aleppo dan mereka pasti akan dikalahkan."



MENHAN AMERIKA PANIK

Kekalahan demi kekalahan serta kondisi kritis yang kini dialami pemberontak di Syria membuat menhan Amerika Leon Panetta, panik. Pada hari Minggu (29/7) Panetta membuat pernyataan keras yang menggambarkan kepanikan.

"Jika mereka terus melakukan serangan brutal terhadap rakyatnya sendiri di Aleppo, menurut saya hanya akan membuat Assad berakhir di peti mati," kata Panetta kepada para wartawan.

"Apa yang telah dan sedang dilakukan Assad terhadap rakyatnya membuat jelas bahwa pemerintahannya akan segera berakhir. Ia telah kehilangan semua legitimasinya," tambahnya.



KAPAL-KAPAL PERANG CINA MENUJU SYRIA?

Sementara itu pada hari Minggu kemarin kalangan inteligen dan analis internasional dikejutkan dengan berita tentang kedatangan 4 kapal perang Cina melintasi Terusan Suez ke arah Laut Mediterania. Meski belum ada konfirmasi resmi, para analis yakin kapal-kapal tersebut bergerak menuju Syria untuk bergabung dengan angkatan laut Rusia yang sudah berada di sana, sebagai peringatan kepada barat untuk tidak melakukan intervensi terhadap Syria.

Laporan tersebut juga menambah kuat desas-desus yang sempat beredar bulan lalu mengenai latihan militer besar-besaran yang akan digelar bersama oleh Rusia, Cina, Syria dan Iran, meski tidak ada pernyataan resmi dari negara-negara tersebut.

Kedatangan kapal-kapal tersebut terjadi saat pertempuran di Syria memasuki tahap penentuan dimana para pemberontak kini terjepit di Aleppo setelah mengalami kehancuran dalam pertempuran di Damaskus, Homs dan kota-kota lainnya.

Cina dan Rusia yang keduanya adalah sekutu Syria telah 3 kali menveto Resolusi PBB yang bisa menjadi jalan bagi dilakukannya intervensi militer barat atas Syria. Cina, sebagaimana Rusia menolak dengan tegas setiap upaya penggulingan pemerintahan Syria secara inkonstitusional dan menyerukan dunia internasional untuk tidak melibatkan diri dalam urusan domestik Syria.



Ref:
"Syria, imminent site of third US heavy defeat in region: Iran Cmdr"; Press TV; 30 Juli 2012

"Syrian army clears two Aleppo districts of armed gangs"; almanar.com.lb; 30 Juli 2012

"US rages at Syria forces success against rebels in Aleppo"; Press TV; 30 Juli 2012

"Chinese Warship Crosses Suez, Possibly Bound for Syria"; antiwar.com; 29 Juli 2012