Selasa, 06 Maret 2012

Perdebatan Tentang HAM; IMF dan Liberalisme


Perdebatan Tentang HAM
Setelah Perang Dingin, dunia menyaksikan berbagai perang domestik (perang yang terjadi di dalam suaru negara, bukan perang antar negara), seperti di Yugoslavia, Rwanda, Sudan. Selain itu, serangan 9/11 yang diikuti dengan invasi AS ke Irak dan Afganistan, serta berbagai aksi pengeboman seperti di Spanyol (2004) dan London (2005), telah membuat semakin kompleksnya agenda keamanan dunia. Ada pertanyaan besar dalam menyikapi berbagai konflik di dunia, yaitu, apakah seharusnya komunitas internasional berpegang teguh pada prinsip ‘kedaulatan negara’ dan ‘non-intervensi’, sehingga terpaksa berdiam diri bila melihat ada pelanggaran HAM di sebuah negara? Atau, sebaliknya, apakah komunitas internasional harus ikut bertanggung jawab membantu populasi yang mengalami pelanggaran HAM?
IMF dan Liberalisme
…sistem keuangan yang diatur oleh Bretton Woods ternyata akhirnya mengalami kegagalan karena sangat bergantung pada loyalitas satu negara tertentu, yaitu AS. Pada tahun 1970-an, menyusul dampak Perang Vietnam, AS mengalami resesi. AS tidak bisa lagi mendukung dollarnya dengan emas dan akhirnya pada tahun 1971, AS mengambil keputusan pragmatis yang menguntungkan dirinya sendiri (di sini, agaknya asumsi realis justru menjadi kenyataan). Secara sepihak AS keluar dari Bretton Woods dan menyatakan bebas mencetak uang dollar tanpa perlu mempertimbangkan cadangan emas yang dimilikinya. Pada saat itu, dunia sudah bergantung kepada dollar, sehingga keputusan AS ini tidak mengubah posisi dollar sebagai mata uang terkuat di dunia. Negara-negara dunia tetap mengkonversi mata uang mereka dengan dollar, meskipun harga dollar tidak lagi setara dengan emas; harga dollar sesungguhnya adalah harga pencetakan kertas dan angka di atas kertas itu ditentukan secara sepihak oleh Federal  Reserved.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar