Minggu, 04 Maret 2012

Perjanjian Rahasia Baghdad-Washington


Dina Y. Sulaeman 
Saddam Hussein                            

Harian Independent tanggal 5 Juni [1] menurunkan artikel tentang rencana perjanjian rahasia antara AS-pemerintah Irak. Perjanjian ini berjudul ‘kerjasama keamanan AS-Irak’, namun sebenarnya bertujuan untuk memberikan hak istimewa kepada AS untuk memperpanjang masa bercokolnya di Irak setelah era Mandat PBB berakhir Desember 2008. Selain itu, draft perjanjian kerjasama ini akan memberikan hak kepada AS untuk menduduki 50 pangkalan militer di Irak, menguasai zona udara, kekebalan hukum tentara dan para pekerja AS di Irak, menangkap orang-orang Irak yang dicurigai teroris, serta hak melakukan aktivitas militer tanpa berkonsultasi dulu dengan pemerintah Irak.

Koran Kayhan edisi Ahad (8/6) melansir berita dari Fox News bahwa untuk AS menyediakan imbalan 3 juta dollar untuk imbalan bagi anggota parlemen Irak yang menandatangani persetujuan atas perjanjian kerjasama ini. Bahkan, menurut Kayhan, AS mengancam akan membekukan uang simpanan Irak di bank AS sebesar 50 juta dollar bila pemerintah Irak menolak menandatangani perjanjian itu.
Isi persis perjanjian ini masih dirahasiakan. Namun yang jelas,
Bush sangat berambisi menggolkan perjanjian ini bulan depan. Menurut Independent, ada beberapa alasan dari kengototan Bush ini, yaitu :

1.Untuk mengakhiri masa jabatannya sebagai presiden dengan klaim ‘kemenangan’ karena telah berhasil mengontrol keamanan di Irak
2. Untuk memberi dukungan poin bagi John McCain, kandidat presiden dari Partai Republik, dalam pemilu 2009.
3. Dengan adanya perjanjian dipertahankannya keberadaan tentara AS di Irak dalam jangka panjang, niat Obama untuk menarik pasukan AS dari Irak bila dia terpilih sebagai presiden, akan bisa ditawar.

Tapi tentu saja, pertanyaan besarnya adalah, mengapa Bush dan Republikan sedemikian ngotot mempertahan pasukannya di Irak, padahal mendapat penentangan luas dari rakyatnya, dan juga mengorbankan nyawa ribuan pasukannya, serta menyebabkan defisit anggaran negara ratusan juta dollar setiap tahunnya?
William Clark dalam makalahnya, “The Real Reasons for the Upcoming War With Iraq” [3] menulis, ada dua alasan utama di balik perang Irak. Pertama, mengamankan suplai minyak AS dan kedua, untuk mengukuhkan kehadiran militer AS di kawasan Timur Tengah dengan membawa pesan agar produsen minyak di kawasan ini jangan berani-berani mengalihkan transaksi minyak dari US Dollar ke Euro. Sebagaimana sudah banyak diketahui, di tengah negara-negara Timur Tengah sudah muncul suara-suara untuk menggunakan uang Euro dalam transaksi minyak dunia. Tahun 2000, Saddam Husein sudah lebih dulu melakukan hal ini (mengkonversi devisa Irak dalam Euro dan meminta pembayaran minyak dalam Euro) dan keputusannya ternyata benar. Dollar terpuruk dan para pemimpin negara lain mulai menimbang-nimbang keputusan serupa. Misalnya, pemimpin Iran dan Malaysia menyuarakan konversi Dollar ke Euro.
Kata Clark, Perang Irak membawa pesan kepada negara-negara OPEC, “Anda bersama kami, atau melawan kami.”
Bagaimana pendapat rakyat Irak sendiri menyusul bocornya rencana perjanjian rahasia ini? Sudah bisa ditebak—dan karena itulah sengaja dirahasiakan—rakyat Irak menolaknya. Muqtada Sadr, dengan berani mengusulkan agar perjanjian ini direferendumkan, untuk meminta pendapat rakyat. Kalau Sadr yang anti-AS itu berani mengusulkan demikian, artinya, dia sudah yakin, rakyat Irak tak akan memberikan suara ‘ya’ pada referendum itu. Sadr juga menyerukan demonstrasi rakyat tiap usai sholat Jumat menentang perjanjian ini. Ayatullah Sistani, menyatakan, selama dia masih hidup, dia tak akan pernah membiarkan Irak menandatangani perjanjian seperti itu. Koran Kayhan menyebutkan, pemimpin Jemaah Islami Kurdistan, Majelis tinggi Islam, Hizbud-Da’wah. Wakil Aliansi Irak Bersatu, Komisi Masyarakat Madani Irak, Organisasi Amal Islami Irak, dan kalangan cendekiawan beramai-ramai memprotes rencana perjanjian ini.
Sementara itu, Perdana Menteri Irak, Nuri Al Maliki, tidak secara tegas menunjukkan sikapnya pada perjanjian ini. Dia hanya mengatakan, perjanjian ini tidak akan membahayakan kepentingan Irak dan juga kepentingan negara-negara tetangga. Namun, Independent yang mengutip pengamat politik, menilai bahwa pada akhirnya Nuri Al Maliki akan menandatanganinya dan kalaupun saat ini ada penolakan dari orang-orangnya, itu hanya untuk menjaga muka.
Bagaimana sikap Iran? Rafsanjani (4/6) dengan tegas menyebut perjanjian ini hanya akan memperbudak bangsa Irak dan akan menciptakan penjajahan yang permanen di Irak. Iran sangat berkepentingan dengan perjanjian ini, karena akan membuka jalan bagi AS untuk mendirikan pangkalan militer di Irak. Bila sudah ada pangkalan militer AS di Irak, maka siapa lagi target serangan selanjutnya, kalau bukan Iran?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar