Kamis, 08 Maret 2012

Mata Uang, Anggaran Belanja, dll



Omong lagi mengenai uang.. Hari ini kita bicara tentang mata uang, logika anggaran belanja, dan serba-serbi lainnya...
Coba Anda bayangkan perumpamaan ini:

Di sebuah desa terdapat 3 orang: A, B, dan C.

A menanam jagung, B membuat gerobak, dan C hidup sebagai nelayan yang menjual ikan. Selama bertahun-tahun, mereka berdagang dengan cara barter, di mana produk yang mereka produksi mereka tukarkan dengan produk orang lain dalam jumlah yang menurut mereka nilainya setara.

Pada suatu tahun, karena suatu masalah, tanaman jagung A gagal panen, dan dia tidak punya jagung untuk ditukarkan dengan B dan C. Karena B dan C memang kelebihan persediaan gerobak dan ikan, dan juga karena selama ini A adalah orang yang jujur, maka B & C memutuskan untuk memberikan hutang kepada A. A akan menulis selembar surat hutang, menyatakan bahwa dia akan mendapatkan gerobak dan ikan dari B & C dalam jumlah tertentu, dan akan mengembalikan nilai barang tersebut dengan jagung yang akan dia bayarkan pada musim panen berikut. Hasilnya, semua orang merasa puas. A mendapatkan gerobak dan ikan untuk bertahan hidup, dan B & C pun berhasil “menjual” produksi mereka.

Di musim panen berikut, lagi-lagi A mengalami musibah. Jagungnya kembali gagal panen, dan dia kembali menulis surat hutang kepada B & C untuk “membeli” gerobak dan ikan mereka. B & C sedikit merasa tidak senang, namun karena mereka sangat percaya kepada A, mereka menerima surat hutang dari A. Di hari-hari kemudian, surat hutang yang ditulis A bahkan bisa diperdagangkan antara B & C untuk saling bertukar gerobak dan ikan.

Suatu ketika, A merasa bahwa strategi surat hutang yang dia tulis ini bisa bertahan selamanya, dan dia mulai mengabaikan tanaman jagung dia sama sekali. Dia menghabiskan kebanyakan waktunya yang berharga untuk menikmati hidup dan bermain golf. Ketika musim panen tiba, dia tinggal menulis surat hutang baru kepada B & C.

B & C, yang merasa ada yang tidak beres dengan tindakan A, kemudian pergi ke ladang A untuk melakukan investigasi, dan terkejut karena ternyata A bahkan tidak menanam bibit jagung. A sudah tidak memiliki kapasitas produksi yang cukup untuk membayar hutangnya. B & C akhirnya menyadari bahwa “penjualan” mereka kepada A selama ini adalah imaginer. Mereka tidak akan mendapatkan kembali nilai barang (jagung) dari A sebesar nilai gerobak dan ikan yang selama ini sudah mereka berikan kepada A.
****

Uang adalah alat tukar (medium of exchange), jadi surat hutang si A pada contoh di atas adalah uang, karena itulah yang dipakai oleh A untuk mendapatkan barang dari B & C, dan juga bisa dipakai oleh B dan C untuk saling bertukar hasil produksi mereka.

Perhatikan bahwa si A bisa membeli sebanyak yang dia mau tanpa perlu memproduksi barang selama surat hutang dia diakui oleh B dan C. Pada dasarnya, selama B & C bersedia menerima surat hutang itu, tidak ada limit waktu seberapa lama A bisa duduk nongkrong sambil "membeli" barang dengan surat hutang dia.

Di dunia nyata hari ini, si A adalah Amerika Serikat. Negara ini secara konsisten telah mengambil kebijakan defisit spendingselama 2 dekade ini. Dan kalau Anda melihat kebijakan pemerintah mereka, tampaknya mereka tidak ada niat untuk berbalik arah. Industri dan manufaktur mereka terus dipindahkan ke negara murah seperti Cina, India, Vietnam, Indonesia, dll. Yang tersisa di sana hanya industri retail dan sejumlah perusahaan teknologi, yang inipun mulai meninggalkan Amerika tahun-tahun ini. Dan perhatikan apa topik favorit media sekarang di sana...

"Stimulus"

Dibiayai pakai apa? Negara itu tidak memiliki surplus anggaran (tabungan), demikian juga dengan rakyatnya, jadi jawabannya adalah surat hutang baru. Gali lubang tutup lubang kawan...

(& Jangan lupa, dalam sistem moneter yang kita anut, uang adalah kredit (hutang). Dan yang namanya hutang itu harus dibayar kembali + bunga. Paket stimulus versi mereka dalam bahasa yang paling sederhana adalah menyuruh pemerintah dan rakyat untuk menggali lubang lebih dalam lagi dari sekarang, tetapi dengan propaganda seolah-olah membela kepentingan rakyat supaya rakyat setuju dengan stimulus itu. Siapa yang nantinya mendapat untung? Hehe... The bankers again, stupid!)
Defisit perdagangan Amerika

Jadi, satu hal yang perlu Anda pelajari dari contoh di atas adalah, ada perbedaan antara kekayaan (wealth) dengan uang (money).

Sebuah negara mungkin saja tidak memiliki kekayaan, tetapi dia tidak mungkin kekurangan uang. Zaman sekarang uang hanyalah selembar kertas, bahkan hanya angka-angka digital di komputer. Kalau mau melihat contoh yang ekstrim, lihatlah Zimbabwe sekarang.

Kekayaan pada dasarnya datang dari PRODUKSI (barang & jasa). Uang hanyalah medium pertukaran. Menilai kekayaan berdasarkan jumlah uang bisa akurat selama uang yang dipakai adalah cerminan dari produksi rakyat yang memproduksi barang & jasa sebelumnya.

Dunia menjadikan US dolar sebagai reserve currency. Negara-negara lainnya di luar Amerika juga harus menggunakan US dolar dalam mayoritas transaksi mereka untuk saling bertukar barang. Selama praktek ini tidak dicabut, dan selama Amerika terus mengambil kebijakan defisit spending tanpa niat untuk membayar, seluruh dunia harus mensubsidi Amerika secara gratis.

Saat ini, tsunami finansial sedang melanda Amerika. Mata uang yang dipakai seluruh dunia, US dolar, pun bergoyang keras. Ada yang bilang akan naik tajam, ada yang bilang akan turun tajam. Siapa yang benar??

Silahkan meneliti berbagai faktor "fundamental" yang Anda suka, tetapi menurut saya saat ini faktor yang paling penting adalah tergantung seberapa Amerika bisa mempertahankan status US dolar sebagai reserve currency internasional. Kalau Amerika bisa mencegah negara lainnya menggunakan mata uang masing-masing untuk berdagang, US dolar akan terus menguat. Tetapi kalau Amerika tidak bisa mencegah negara-negara lainnya menggunakan mata uang mereka, US dolar akan bersaing ketat dengan Zimbabwe dolar nantinya.

Usaha pemerintah Amerika ini tidak akan dilakukan hanya dengan perundingan sopan di atas meja. Mereka tentunya bersedia menghalalkan segala cara untuk mempertahankannya. Tindakan biadab apapun mungkin mereka lakukan, saya tidak bisa membayangkan sejauh apa mereka bersedia berbuat... So quite hard to tell what will happened next. Perang? Wabah penyakit baru? Atau yang lain?

Next, kita bicara tentang omong kosong di media yang mengatakan "Kelesuan ekonomi di Amerika bisa ditanggulangi dengan cara meningkatkan konsumsi dalam negeri dan perdagangan antar negara di luar Amerika."

Renungkanlah baik-baik efek US dolar sebagai reserve currencykawan. Seluruh dunia membutuhkan US dolar sebagai uang (berdasarkan sistem sekarang). Kalau rakyat Amerika tidak bisa berhutang lebih jauh (karena resesi dan juga bank yang tidak bersedia + tidak sanggup meminjamkan karena mereka sudahinsolvent), darimana suplai US dolar nantinya akan berasal? Darimana negara-negara lainnya akan mendapatkan dolar untuk saling berdagang nantinya? Bulan demi bulan, selalu ada hutang yang perlu dibayar kembali ke bank. Kalau pertambahan hutang baru tidak bisa menandingi pembayaran hutang pokok, bunga, dandefault pembayaran pinjaman lama, suplai uang US dolar akan terus menurun.



Hanya konsumen dan pemerintah Amerika yang bisa memproduksi US dolar (lewat pengajuan kredit ke perbankan Amerika). Bank sentral negara manapun tidak boleh mencetak US dolar, ingat itu.

Kedua, nilai tukar mata uang. Ambil contoh saja, negara kita, Indonesia. Bagaimana caranya meningkatkan konsumsi di dalam negeri kalau rupiah terus jatuh terhadap dolar dan mata uang lainnya?

Jangankan kalau terjadi PHK masal, tanpa PHK pun daya beli rakyat negara ini terus dikurangi karena jatuhnya rupiah. Bagaimana meningkatkan konsumsi di dalam negeri kalau daya beli rakyatnya sedemikian rendah?

Kita ambil contoh sederhana saja.. Anggaplah pendapatan bulanan rata-rata rakyat negara ini sebesar 2 juta. Kalau dibagi dengan harga nasi goreng rata-rata 8 ribu, berarti sebulan bisa membeli 250 piring. Kalau rupiah terus jatuh dan nantinya harga rata-rata nasi goreng 12 ribu, berarti hanya bisa membeli 167 piring. Dan kalau ditambah faktor PHK (kehilangan 2 juta pendapatan bulanan itu), bagaimana caranya meningkatkan penjualan nasi goreng dalam negeri??

(Lebih jauh mengenai mata uang, apa & siapa sebenarnya yang mengatur nilai tukar? "Fundamental"?? Hehe.. Saya pun berharap dunia sesederhana itu, tapi saya khawatir tidak demikian. Aksi spekulasi segerombolan hedge fund di London atau New York pun bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah kita)

Dan renungan yang lebih basic lagi, bagaimana caranya meningkatkan KONSUMSI bisa menciptakan kemakmuran? Makmur versi Amerika dan Zimbabwe??

Saya bukan ekonom, tetapi saya bisa berspekulasi berdasarkan apa yang saya lihat di dunia nyata, berdasarkan perbuatan dan peraturan yang dibuat pemerintah.

Sebuah negara pada dasarnya sama dengan sebuah individu, harus berusaha hidup dalam kemampuannya. Kalau di SD dan SMP kita terus-terusan diajari JANGAN "lebih besar pasak daripada tiang," mengapa hanya kita saja yang mempraktekkannya? Mengapa tidak negara juga?

Bayangkan keluarga ini:

Alex adalah petani jeruk dengan tanah yang luas. Karena ketagihan berjudi dan tidak mahir mengatur anggaran kehidupannya, dia mengabaikan tanahnya dan menghabiskan waktunya untuk berjudi dan juga menyerahkan usahanya kepada orang-orang yang tidak qualified. Perlahan-lahan, dia kehilangan uang tunainya. Tahap berikut dia menjual harta lainnya, emas, mobil, jam tangan mahal, perhiasan istrinya, lalu mulai berhutang kepada semua orang yang mau memberikan pinjaman kepadanya, dan akhirnya mulai menjual tanah dan aset perusahannya.. Kemudian meminta uang terus-menerus kepada anak-anaknya. Tidak jarang pula dia berdebat dengan anak-anaknya sebelumnya tentang buah jeruk yang mereka makan...

Harga jeruk di pasaran 3000 per buah. Ongkos Alex sebenarnya adalah 500 per buah, maka Alex pun terus mengeluh kepada anak-anaknya tentang "subsidi" yang terpaksa dia berikan kepada anak-anaknya.

Bandingkan dengan pemerintahan Republik Indonesia... Perhatikan perbuatan mereka:
- Penjualan terus-menerus BUMN
- Penerbitan terus-menerus SUN, SBN, Sukuk
- Terus mengeluh tentang "Subsidi" BBM (dan sekarang mulai mencabut subsidi sama sekali)
- Intensifikasi penarikan pajak dan pungutan kepada rakyat

Negara ini, tanpa perlu Anda menjadi ekonom profesional pun, bisa ditebak sedang dalam arah yang salah!

** Link APBN 2009

Sayang, solusi tidak gampang dipraktekkan...

"Sebelum Anda bisa menerapkan peraturan baru, pertama-tama Anda harus menghadapi terlebih dahulu pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dari peraturan lama"

Banyak pihak yang mendapat manfaat dari status quo. Mengganti sistem moneter kredit sebagai uang dan praktek bunga (riba) bukan perkara gampang. Sekadar mengungkit masalah ini saja di media utama pun sudah sangat sulit, apalagi mengedukasi publik dalam jumlah masal. Dan tentu saja, saya tidak berpikir pemerintah berani melakukan itu. Presiden manapun yang berani menantang sistem ini dan kelompok kartel bank internasional (Rothschild cs) saya rasa tidak akan berumur panjang...

Hal menarik lainnya, tampaknya propaganda islam-fobia cukup sukses di mana-mana di dunia. Saya bukan muslim, dan dari lingkungan pergaulan saya sehari-hari, saya cukup tahu bahwa segala sesuatu yang bernada islamik cukup tidak populer bagi kalangan non muslim yang lain. Bila saya bicara soal anti riba (ini hanya kosakata sederhana), sejumlah teman-teman saya sudah mulai merasa otak saya sedang bermasalah. Mana mungkin di dunia yang "modern" ini, kita masih berpikir untuk kembali ke sistem "Islamik" yang sudah tidak dipraktekkan ribuan tahun itu?

Hei.. Anti riba bukan hanya diyakini oleh Islam, larangan riba juga adalah ajaran agama lainnya, bagaimana bisa orang-orang Katolik, Kristen, Budha, Hindu, dan lainnya berpikir sebaliknya?

Masih banyak masalah yang perlu diluruskan. Perjalanan kita masih sangat jauh untuk memulai perubahan.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar