Selasa, 21 Februari 2012

Freethought

Gelombang modernisasi telah membuat berbagai pemikiran tersebar dengan cepat dan simultan dengan memanfaatkan berbagai media supramodern. Salah satu dari pemikiran yang saat ini sedang berderap maju memasuki alam pikiran manusia di seluruh pelosok dunia adalah freethought (berpikir bebas) atau lebih tepatnya berpikir dengan melepaskan diri dari berbagai nilai atau dogma agama. Selama kerangka berpikir masih memakai stigma agama, maka itu belumlah termasuk atau dikategorikan sebagai seorang pemikir yang bebas (freethinker). Mereka berkata:

"Berpikir bebas adalah berpikir rasional. Berpikir bebas menyebabkan Anda bebas memakai jalan pikiran Anda sendiri. Sebuah cara berpikir yang dinamis, bebas dari segala kendala ortodoks dan bebas pula pikiran Anda untuk diuji."

(Freethought is reasonable. Freethought allows you to do your own thinking. A plurality of individuals thinking, free from restraints of ortodoxy, allows ideas to be tested, discarded, or adopted ).

Bagi mereka, cara berpikir bebas nilai seperti ini merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai kebenaran dan satu-satunya instrumen atau alat bagi para pencari kebenaran sejati (the truth seeker) guna mewujudkan gagasannya secara realistis; teruji dan nyata. Itulah sebabnya, para freethinkers menolak dogma-dogma agama. Karena bagi mereka, agama merupakan penjara berpikir, sebuah perbudakan yang nelangsa yang harus dimusnahkan di muka bumi ini. Agama merupakan sumber konflik dan eksploitasi yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Inilah propaganda baru yang mereka sebarkan untuk menggoda iman umat beragama. Ideologi Dajal yang sedang berhadapan muka dengan para mujahidin Islam untuk menyelamatkan martabat keunggulan agama terhadap kesombongan mereka.

Dengan sombongnya mereka mengakui bahwa cara berpikir agama adalah sebuah kepalsuan. Agama hanya melahirkan berbagai kesengsaraan, mendorong manusia untuk berperang; perbudakan, seks, rasial, dan anti dengan homoseksual.

Dengan penuh kesombongan, mereka mengatakan bahwa kebaikan bukanlah monopoli ajaran agama. Banyak orang-orang modern yang melahirkan nilai-nilai kemanusiaan, bahkan memberikan kontribusi terhadap peradaban manusia, justru bukan dari kaum agama melainkan para pemikir bebas, seperti: Albert Einstein, Charles Darwin, Thomas Edison, Bertrand Russell, Sigmund Freud, dan Friedrich W. Nietzche. Pokoknya, seseorang hanya pantas disebut sebagai pemikir bebas selama tidak terikat oleh dogma, keyakinan agama, dan mesianisme. Bagi pemikir bebas, wahyu dan iman adalah tidak sah (invalid) dari sistem berpikir modern, bahkan merupakan suatu penipuan dan ilusi belaka. Itulah sebabnya, mereka.mendefinisikan pemikir bebas sebagai orang yang melihat agama dengan dasar rasio, bebas dari pemikiran tradisional, kekuasaan, atau otoritas agama. Mereka mengakui bahwa yang termasuk dalam kelompok pemikir bebas adalah kaum ateis, agnostik, dan rasionalis (freethinker is a person who forms opinions about religion on the basis of reason, independently of tradition, authority. Freethinkers include atheists, agnostics, and rationalist)

Mereka mengakui bahwa dirinya merupakan pahlawan ilmiah yang memberikan sumbangan terhadap kemajuan peradaban manusia tanpa direpotkan oleh urusan dogma agama. Pemikir bebas adalah sosok manusia ilrniah yang melandaskan pemikirannya pada objektivitas, pembuktian dengan fakta yang diakui secara universal. Sebaliknya, agama tidak dapat dijadikan sebagai sandaran ilmiah. Karenanya tidak dapat memberikan kontribusi untuk mewujudkan dunia yang damai.

Bila umat Islam menyimak kembali ayat an-Naml ayat 82 tentang pemunculan dabbah dari bawah bumi, niscaya menjadi sangat waspada bahwa dabbah tersebut telah muncul dengan nyata di hadapan kita. Mereka yang selama ini menjadi bahaya laten, tersembunyi, dan mengorganisasikan dirinya dalam bentuk konspirasi rahasia, akan segera menampilkan sosok dirinya, yaitu "gerakan kafirisasi" yang akan memanfaatkan slogan-slogan aktual guna mengikuti arus perkembangan masyarakat. Mereka akan menjadi pendompleng nyata dalam arus tersebut. Dalam alam demokrasi, umat lslam terutama para cendekiawan dan ulamanya harus segera membentengi diri umatnya dari terpaan "buldozer kafirisasi" ini. Metode dan keteladaan dakwah merupakan salah satu benteng tersebut, di samping menanamkan satu metode berpikir yang mampu menyaingi derasnya arus globalisasi yang meniupkan berbagai ideologi yang dianggap "baru" oleh orang awam:

Freethought merupakan awal, bahkan "ibu kandung" dari berbagai ideologi kafirisasi yang berusaha untuk membongkar keimanan menuju kepada penolakan total terhadap agama. Dari mereka itu akan lahirlah sekularisme, ateisme, unitarian ateis, universalisme, dan humanisme sekuler. Dengan penuh "heroisme spartanistik" mereka menggembleng dan merekrut anggotanya, seraya melakukan cuci otak (brainwashing) sehingga para pengikut kafir itu menjadi sosok manusia militan yang siap menghantam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar