Kamis, 23 Februari 2012

Mengepung Cina, Memecah-belah Islam! (Bag 1)



M Arief Pranoto - Pemerhati Masalah-Masalah Internasional dari Global Future Institute








Menyimak dinamika dan tata politik global akhir-akhir ini semakin menarik dicermati. Bahwa “benturan” yang terjadi, sepertinya sudah melenceng dari kelaziman, menjauh dari perkiraan pakar. Selain tak hanya melibatkan interaksi dua ideologi antara kapitalis versus komunis/sosialis di berbagai belahan dunia, benturan-benturan yang berlangsung juga menghadirkan unsur lain –meski sesungguhnya telah diperhitungkan-- namun banyak pihak tak menduga fenomenal kebangkitannya. Ibarat raksasa tidur kini bangun lalu mengaum, membuat sekeliling terkaget-kaget. Siapa “unsur lain” yang dimaksud? Mari melanjutkan tulisan sederhana ini.


Dalam dokumen Pentagon, Project for The New American Century and Its Implications 2002 (PNAC) diperkirakan, bahwa persaingan antara Amerika Serikat (AS) versus Cina bakal meruncing 2017. Dan konfrontasi terbuka mungkin tidak bisa dielakkan, kecuali apabila terjadi "pelemahan" masing-masing kubu menjelang momentum itu tiba.

Perlu ditegaskan di awal coretan ini, bahwa Cina merupakan pengusung tradisional paham komunis, sedang AS adalah pengawal setia kapitalisme. Kedua ideologi tersebut semenjak Perang Dunia II (1939-1945), Perang Dingin (1941-1991).dan bahkan hingga sekarang pun asyik berseteru secara masif di berbagai dimensi, saling menebar hegemoni.

Tak boleh dipungkiri, terbitnya PNAC oleh Pentagon, mungkin dilatar-belakangi bahwa Negeri Tirai Bambu itu dianggap satu-satunya pesaing berat dari segala aspek selain Rusia, maka disamping alasan ideologi pemerintahan -- pertimbangan lain adalah konsumsi minyak Cina hampir separuh lebih di pasar dunia. Dan dalam tata hegemoni, siapapun negara ketika berpotensi menjadi pesaing AS mutlak harus dibendung, dibuat lemah, atau bila perlu dilenyapkan seperti halnya Uni Sovyet doeloe.

Menurut anggota Kongres dari kubu Republik, Alan West, Cina dinilai sebagai "ancaman permanen" bagi AS. Ia menyatakan bahwa Angkatan Laut Amerika harus mempersiapkan diri berperang dengan Cina (01/06, 2011). Dalam pidato West di lembaga Heritage Amerika, budget angkatan bersenjata adalah tanggung jawab besar sebuah pemerintahan federal dan tanpa dukungan angkatan bersenjata, AS tidak akan dapat melanjutkan tugasnya!

Secara geostrategi, upaya membendung Cina oleh AS dari berbagai arah relatif efektif, karena tak sedikit negara Asia di sekeliling Cina telah masuk dalam koalisi dan sekutu, bahkan menjadi (boneka) satelitnya. Mungkin hanya sebelah utara saja (Rusia) yang belum, termasuk beberapa negara Timur Tengah terutama Iran. Sedangkan Negara Teluk khususnya enam negara (Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Emirat Arab, Oman  dan Qatar) tergabung dalam Dewan Kerjasama Teluk (PGCC) telah sejak doeloe patuh atas hegemoni AS dan sekutu.

Memahami watak PNAC, memang tak boleh lepas dari kharakter kapitalis yang ingin mengurai pasar seluas-luasnya dan mencari bahan baku murah, sehingga penjajahan ialah methode baku dimana saja. Tatkala berubah maka hanya cara dan prasarananya.

Dengan melihat sepak terjang selama ini, jika boleh meramal, bahwa cita-cita AS sesungguhnya adalah menguasai Jalur Sutra yang membentang di antara perbatasan Cina-Rusia hingga ke Maroko dengan berbagai route alternatif. Ya, ia merupakan route melegenda semenjak abad ketiga hingga sekarang, terkenal sebagai jalur ekonomi - perdagangan sekaligus jalur militer dunia.

Dari literatur lama sesungguhnya hanya ada dua route darat di Jalur Sutra, yaitu utara dan selatan. Titik singgung kedua route ada di Syria. Kemudian jalur utara ke arah Eropa melalui Turki, sedang jalur selatan menyisir di sepanjang pantai Afrika Utara hingga Maroko. Pertanyaan kenapa dahulu wilayah perairan tidak mampu dikuasai oleh adidaya, konon katanya dalam kendali raja-raja nusantara (kini Indonesia). Luar biasa. Namun benar atau tidak legenda itu, tidak ada catatan pasti. Boleh diabaikan.

Merujuk perilaku para adidaya kini, sejatinya Jalur Sutra telah berkembang pada jalur perairan dimana terbentang mulai Laut Cina Selatan, melintasi Selat Malaka, Laut Andaman, Teluk Benggala dan ujung muara di Lautan Hindia. Itulah asumsi terbaru tentang Jalur (perairan) Sutra.

Sebagaimana dikatakan Alfred Mahan, sesepuh kelautan AS, barang siapa menguasai Lautan Hindia maka menjadi kunci percaturan dunia. Agaknya  kalimat “Lautan Hindia” pada doktrin di atas, diduga merupakan sebutan (tersirat) lain bagi Jalur Sutra yang sengaja disembunyikan Mahan. Dan secara riil sekarang ini, bercokolnya dua pangkalan militer AS di Samudera Hindia, tepatnya di Diego Garcia, Kepuluan Chagos dan di Pulau Socotra, Yaman (mungkin) adalah indikasi kuat pengamalan doktrin keramat tersebut oleh angkatan bersenjatanya.

Kembali ke PNAC, pada abad XXI ini terlihat bahwa perseteruan antara Cina versus AS hampir mencapai titik klimaks. Diawali “pemanasan” di Semenanjung Korea sebagai proxy war (lapangan tempur) namun sedikit tertunda akibat “kuat”-nya kebangkitan di Timteng dan Afrika Utara, jajaran negara Jalur Sutra yang ditarget oleh AS dan sekutu.

Salah satu penyebab batalnya Perang Korea mungkin akibat smart power-nya Brezenky, Mentor Partai Demokrat out of control di Jalur Sutra dalam upaya ganti rezim karena segelintir elit terlihat melawan, terutama Libya. Harap dimaklumi. Terdapat beberapa faktor mengapa smart power lepas kendali di Jalur Sutra, yakni selain ketiadaan (menipis) dana; ada Tornado yang tak henti-henti menerjang negara bagian; dan kelelahan akibat perang 10-an tahun di dua negara (Afghanistan dan Iraq).

Dalam perspektif perang Barat, gaya kepemimpinan Gaddafi juga struktur sosial dan sistem tata-negara Libya membutuhkan terapi khusus, berbeda dengan Mubarak di Mesir, Saleh di Yaman atau Ben Ali di Tunisia mudah dilengserkan via gerakan massa dengan pola adu domba ala provincial reconstruction team (PRT). Jujur saja, smart power-nya Obama tak mampu mendongkel Gaddafi melalui gejolak massa seperti negara-negara lain, sehingga khusus di Libya harus dibuat oposisi model pemberontakan bersenjata yang hingga tulisan ini diturunkan, masih berlangsung sengit.

Sekilas soal PRT, ia adalah methode penjajahan lama Paman Sam yang dibangkitkan kembali mengganti pola invasi militer yang dianggap gagal di Iraq dan Afghanistan (baca tulisan saya terdahulu soal PRT di webb www.theglobal-review.com). Demikianlah latar selintas sebelum catatan tak ilmiah ini diteruskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar