Jumat, 13 April 2012

Menelusuri Rekam Jejak Kofi Annan Hingga Konflik Suriah




Sekalipun dari sisi managerial, Kofi Annan boleh dikata termasuk sekjen PBB yang sukses, tapi ia banyak dikritik lewat kecenderungan politiknya selama menjabat sebagai sekjen PBB. Kofi Annan selama menjabat sebagai Sekjen PBB berusaha mengarahkan lembaga ini sesuai dengan kebijakan Sistem Bipolar dunia dan Globalisasi hegemoni Amerika. Ia juga menyoal prinsip-prinsip ideologi PBB dan melemahkan kemampuan lembaga internasional ini untuk mencegah munculnya konflik di dunia. Sekalipun demikian, kini Kofi Annan ditunjuk sebagai wakil khusus PBB untuk menyelesaikan krisis Suriah.
Kofi Annan, mantan Sekjen PBB menjadi wakil khusus bersama Ban Ki-moon, Sekjen PBB sekaligus pemenang hadiah Nobel Perdamaian dan Nabil al-Arabi, Sekjen Liga Arab yang ditugaskan untuk berunding mencari solusi damai krisis Suriah. Dengan mencermati latar belakang dan rapor cemerlang Kofi Annan, semua pihak menyambut terpilihnya ia untuk menengahi masalah krisis Suriah.
Tapi pertanyaan penting dalam hal ini, sebenarnya Kofi Annan, diplomat senior internasional ini mewakili siapa? Siapa saja yang mengantarkannya pada posisi saat ini? Apa kecenderungan politik Kofi Annan? Dan apa sebenarnya komitmen Kofi Annan dalam penugasan barunya ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak pernah disikapi terbuka. Semua tampak diam dan tidak ingin berbicara tentang masalah ini, demi menggambarkan sosok netral Kofi Annan dalam penugasannya ini.

Kofi Annan Dibesarkan oleh Ford Institute dan CIA
Kofi Annan dan saudari kembarnya Efua Atta lahir pada 8 April 1938 dari sebuah keluarga aristokrat di Gold Coast, daerah jajahan Inggris. Ayahnya, Henry Reginald adalah kepala suku Fante dan gubernur provinsi Asante ("Kofi Annan – The Man To Save The World?", Saga Magazine, November 2002). Sekalipun ia menentang pemerintahan Inggris, tapi tetap saja menjadi pelayan loyal kerajaan Inggris. Reginald bersama tokoh-tokoh lain ikut dalam gerakan anti kolonialisme Inggris, tapi ia menatap kebangkitan Qiwam Nakromeh dengan penuh keragu-raguan.
Tapi upaya yang dilakukan Qiwam Nekromeh berhasil memerdekakan negaranya dari Inggris pada 1957 dengan nama negara Ghana. Pada waktu itu Kofi Annan berusia 19 tahun. Sekalipun ia tidak punya peran dalam kemenangan revolusi Ghana, tapi ia terpilih sebagai wakil "Forum Nasional Mahasiswa". Sejak itulah ia telah diawasi dengan serius oleh pemburu bakat senior Ford Institute dan mereka mulai memperkenalkan Kofi Annan sebagai "Pemimpin Muda". Dari sini, Kofi Annan diundang untuk kuliah selama satu semester di Universitas Harvard. Ketika Ford Institute menyaksikan ketertarikan Kofi Annan kepada Amerika, mereka akhirnya memutuskan untuk membiayai kuliahnya hingga selesai. Pada awalnya Kofi Annan kuliah ekonomi di Macalester College di Minnesota, kemudian ia menyelesaikan S2 jurusan hubungan internasional di Graduat Institute Of International Studies di Jenewa. Pasca berakhirnya Perang Dunia II, Ford Institute telah berubah menjadi alat tidak resmi kebijakan luar negeri Amerika dan aktivitas terselubung CIA ("Ford Foundation, a philanthropic facade for the CIA," Voltaire Network, 5 April 2004, and "Pourquoi la Fondation Ford subventionne la contestation," by Paul Labarique, Réseau Voltaire, 19 April 2004).
Periode pendidikan Kofi Annan di luar negeri (1959-1961) bersamaan dengan tahun-tahun paling sulit gerakan hak-hak sipil warga kulit hitam Amerika, yakni dimulainya perjuangan Martin Luther King. Dalam pandangan Kofi Annan, gerakan ini sama dengan gerakan anti Kolonialisme Ghana, tapi kembali lagi Kofi Annan ternyata tidak ikut dalam gerakan ini. (Who is Kofi Annan? The United Nations "Peacekeeper" Handpicked by the CIA, Thierry Meyssan, March 31, 2012)
Para mentor Kofi Annan yang mengetahui perilaku keberhati-hatian politiknya mulai membuka pintu-pintu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuknya dan dengan demikian Kofi Annan memulai profesi resminya. Setelah tiga tahun bekerja di WHO ia diangkat menjadi Komisaris Ekonomi Afrika di Addis Ababa. Tapi ternyata Kofi Annan tidak mampu menunjukkan kapabilitasnya untuk bekerja di PBB, akhirnya ia kembali ke Amerika untuk melanjutkan studinya pada jurusan managemen di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dari tahun 1971 hingga 1972. Setelah berupaya keras, ia kembali ke negaranya dan diangkat menjadi Kepala Pengembangan Pariwisata, namun Kofi Annan kembali lagi ke PBB pada 1976 karena bermasalah dengan pemerintah militer Ghana.

Sebuah Keberhasilan dengan Tragedi Kegagalan
Kofi Annan memiliki banyak posisi di PBB, termasuk penugasan di UNEF II (pasukan perdamaian untuk mengawasi proses gencatan senjata antara Mesir dan Israel pasca Perang Oktober 1973). Setelah itu ia diangkat menjadi Komisaris Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR).
Pada masa ini, ia berkenalan dengan Nane Lagergren Master, isteri keduanya dan kemudian menikahinya. Nane adalah seorang pengacara Swedia dan berasal dari keluarga Raoul Wallenberg dan penah menjadi utusan khusus Swedia di Budapest pada Perang Dunia II. Wallenberg memiliki hubungan khusus dengan orang-orang Yahudi dan juga menjadi anggota OSS, dinas rahasia Amerika sebelum berganti menjadi CIA. Perkawinannya dengan Nane Lagergren Master boleh dikata berhasil dan membuka banyak pintu bagi Kofi Annan, padahal sebelumnya ia tidak mampu melewatinya, khususnya pintu-pintu organisasi Yahudi.
Javier Perez de Cuellar, Sekjen PBB waktu itu menunjuk Kofi Annan sebagai Asisten Sekjen PBB dan Manager Sumber Daya Manusia, Keselamatan dan Keamanan Karyawan PBB dari tahun 1987-1990. Dengan menggabungkan Kuwait ke Irak, sekitar 900 karyawan PBB tinggal di negara ini. Kofi Annan berhasil melakukan perundingan dengan rezim Saddam Husein agar membebaskan karyawan PBB. Keberhasilan ini meningkatkan popularitas Kofi Annan di PBB. Setelah itu Kofi Annan menjadi penanggung jawab anggaran PBB dari tahun 1990-1992. Kofi Annan juga ikut dalam operasi-operasi perdamaian di masa Boutros Boutros-Ghali (1993-1996) dan dalam waktu singkat ia menjadi utusan khusus PBB di Yugoslavia.
Menurut Jenderal Romeo Dallaire, Komandan Pasukan Perdamaian PBB di Rwanda yang berasal dari Kanada, Kofi Annan tidak menjawab permintaannya yang disampaikan berkali-kali dan menjadi orang paling bertanggung jawab terkait pembersihan etnis sekitar 800 ribu orang penduduk negara ini. (Shake Hands with the Devil : The Failure of Humanity in Rwanda, by Roméo Dallaire, Arrow Books Ltd, 2004)
Skenario yang sama juga dilakukan Kofi Annan ketika 400 pasukan penjaga perdamaian PBB ditawan oleh pasukan Serbia. Kofi Annan tidak peduli dengan permintaan berkali-kali Jenderal Bernard Janvier dan mengizinkan pembantian yang semestinya dapat dicegah itu terjadi.

Kofi Annan Mengaku Kesalahan dan Terpilih
Di akhir tahun 1996, Amerika memveto pemilihan kembali Boutros Boutros-Ghali sebagai Sekjen PBB dan berhasil mengantarkan kandidat yang diinginkannya menjadi sekjen PBB. Pribadi ini tidak lain adalah Kofi Annan. Kegagalannya di Rwanda dan Bosnia dicitrakan sedemikian rupa sehingga menjadi kelebihan Kofi Annan. Karena ia sendiri mengaku kesalahan itu dan berjanji akan melakukan perbaikan dalam sistem PBB agar dapat mencegah terjadinya peristiwa semacam itu. Dengan demikian ia terpilih sebagai Sekjen PBB pada Januari 1997.

Sekjen PBB
Pasca terpilihnya sebagai sekjen PBB, Kofi Annan langsung menggelar pertemuan tertutup selama dua hari yang diselenggarakan khusus hanya untuk 15 orang wakil negara-negara anggota PBB. Pertemuan yang diselenggarakan secara tertutup di Pocantico Conference Center ini ternyata disponsori oleh Rockefeller Brothers Fund. Bertentangan dengan tata tertib PBB, ternyata reformasi yang disampaikannya hanya dibicarakan dengan wakil-wakil negara yang diyakininya akan mendukungnya.

"Global Compact" Intervensi Atas Nama PBB
Inovasi paling penting Kofi Annan adalah sebuah program yang disebut "Global Compact" yang tujuannya adalah memobilisasi masyarakat sipil untuk dunia yang lebih baik. Berdasarkan program ini, para pemilik modal, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat berkumpul untuk membicarakan masalah hak asasi manusia, standar buruh dan lingkungan hidup. Lihat: (http://www.unglobalcompact.org/aboutthegc/thetenprinciples/index.html)
Program ini pada kenyataannya merupakan upaya untuk melemahkan kekuatan pemerintah sebuah negara dan meningkatkan kemampuan perusahaan-perusahaan multi nasional dan organisasi-organisasi yang secara lahiriah "non pemerintah", tapi dananya didukung secara sembunyi-sembunyi oleh kekuatan-kekuatan besar. Kofi Annan pada hakikatnya telah mengubur Piagam San Francisco (Piagam PBB) dengan memperkuat para pelobi sebagai partner PBB. Karena tujuan pembentukan PBB adalah mencegah perang tapi yang dilakukan Kofi Annan saat itu bukan lewat pengakuan kesamaan hak antara bangsa kecil dan besat, tapi mendukung kebersamaan demi kepentingan pribadi.
Pada dasarnya Global Compact merupakan penyelewengan dari logika tapi diterima oleh dunia berdasarkan manfaat umum dari aturan internasional menuju logika Anglo Saxon, dimana manfaat umum hanya khayalan. Sementara managemen yang baik adalah mengumpulkan paling banyak jumlah kepentingan khusus.
Selama periode kepemimpinan Kofi Annan di PBB (1997-2006) merupakan refleksi dari kenyataan sebuah era sejarah di mana telah terbentuk dunia dengan sistem Bipolar dan ketaatan terhadap globalisasi hegemoni Amerika menjadi alasan tumbangnya kekuatan pemerintah di negara-negara atau pribadi-pribadi yang menjadi wakil rakyatnya.
Strategi program Global Compact sama seperti lembaga National Endowment for Democracy (NED) yang bertentangan dengan slogan yang dimilikinya justru berusaha memanipulasi proses demokrasi demi kepentingan CIA. (http://www.voltairenet.org/a166549). Mereka yang berkepentingan dari penerapan globalisasi melihat akan mendapat keuntungan bila ikut dalam program  Global Compact. Karena dengan demikian mereka dengan mudah melemahkan posisi pemerintah dan rakyat. Kini perdamaian sudah bukan menjadi tujuan pertama PBB. Karena Dunia Bipolar memiliki polisi dan itu adalah Amerika. Dengan demikian, PBB dapat menarik segala bentuk protes ke dalam dirinya guna membuktikan instabilitas dunia dan kenyataan ini dengan sendirinya menjusfitikasi agresi Amerika dan hegemoninya.

Doktrin Kofi Annan
Kofi Annan dalam pidatonya pada 20 September 1999 di Majelis Umum PBB menyinggung pengalamannya selama bertugas di Rwanda dan Bosnia lalu menyatakan bahwa banyak negara yang tidak berhasil melaksanakan tugasnya membela rakyat. Annan kemudian mengambil kesimpulan bahwa kedaulatan sebuah negara merupakan prinsip mendasar Piagam PBB, tapi telah menjadi penghalang untuk melindungi HAM. Doktrin Kofi Annan ini pada hakikatnya merupakan justifikasi bagi intervensi negara-negara besar dan itu dengan mudah disaksikan pada operasi-operasi militer yang dilakukan tahun 2011 di Libya ("UN security council resolution 1973 in favour of a no-fly zone in Libya," Voltaire Network, 17 March 2011) dan juga telah membuka jalan untuk mencampuri urusan Suriah.

Program Oil For Food
Di masa kepemimpinan Kofi Annan di PBB dan di antara tahun 1996-2003 ia mengusulkan program Oil for Food (Minyak untuk Makanan) terkait Irak dan diterapkan oleh PBB. Tujuan dari program ini adalan memberikan jaminan bahwa hasil penjualan minyak hanya akan dipakai untuk kebutuhan rakyat Irak, dan bukan untuk membiayai kegilaan Saddam. Sekalipun Irak telah diembargo dunia dan diawasi langsung oleh Kofi Annan, tapi program ini akhirnya digunakan oleh Amerika dan Inggris untuk memeras Irak hingga waktu serangan ke negara ini tiba. ("Annan: Génocide en Iraq et Paix en Syrie?," by Hassan Hamade, As-Safir (Lebanon), Réseau Voltaire, 22 March 2012). Rakyat Irak selama bertahun-tahun mengalami gizi buruk dan menderita akibat tidak adanya obat-obatan. Beberapa pejabat dalam program ini menyebutnya sebagai "Kejahatan Perang" dan akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya. Di antara mereka ada Hans Von Sponeck, Asisten Denis Halliday menyebut program ini menjadi faktor pembersihan etnis 1,5 juta rakyat Irak termasuk sedikitnya 500 ribu anak. ("United Nations implications in war crimes," by Silvia Cattori, Voltaire Network, 23 March 2007)

Upaya Kofi Annan di Kenya
Setelah menjabat selama 10 tahun sebagai sekjen PBB, Kofi Annan masih melakukan aktivitasnya di lembaga-lembaga swasta.
Pada bulan Desember 2007, pemilu Kenya berubah menjadi konflik dalam negeri. Mwai Kibaki dalam pemilu presiden Amerika berhasil mengalahkan Raila Odinga, calon yang dijagokan Washington. Ada yang mengatakan bahwa Odinga masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan Barack Obama, Senator Amerika. Sementara Senator John McCain menyoal hasil pilpres Kenya dan mengajak warga dengan revolusi pesan pendek (SMS). Hanya dalam beberapa hari 1000 orang tewas dan 300 ribu warga Kenya menjadi pengungsi. Madeleine Albright mengusulkan agar Oslo Center Peace Human Rights menjadi mediator. Lembaga ini segera mengirim dua wakilnya;  Kjell Magne Bondevik, mantan Perdana Menteri Norwegia dan Kofi Annan, dimana keduanya adalah angggota komisaris Oslo Center.
Menyusul mediasi ini, presiden Kenya yang terpilih akhirnya menyerah pada keinginan Amerika. Ia mengamandemen UUD dan sebagian dari kekuasaannya harus diberikan kepada perdana menteri dan setelah itu Raila Odinga diangkat sebagai Perdana Menteri Kenya.
Kofi Annan saat ini memiliki dua jabatan penting. Pertama sebagai Presiden The Africa Progres Panel (APP). Lembaga ini dibentuk oleh Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris setelah dilaksanakannya pertemuan kelompok G-8 di Gleeneagles dengan tujuan menjamin akses media Kementerian Pembangunan Internasional Inggris. Lembaga ini menunjukkan aktivitas yang tidak seberapa untuk memperbaiki kondisi Afrika.
Kedua, Kofi Annan menjabat Presiden Alliance for a Green Revolution in Africa (AGRA). Tujuan dari lembaga ini adalah mencari solusi pangan lewat teknologi bagi benua Afrika. Pada dasarnya lembaga ini tidak lebih dari lembaga lobi yang didirikan oleh Bill Gates dan Rockefeller Institute guna mendistribusikan produk hasil rekayasa genetika yang diproduksi oleh Monsanto, DuPont, Dow, Syngenta dan perusahaan-perusahaan lain. Banyak pakar independen yang meyakini bahwa menggunakan produk hasil rekayasa genetika yang tidak dapat diproduksi ulang, selain merusak lingkungan hidup, juga membuat para petani untuk selamanya bergantung pada supplier dan perlahan-lahan yang terjadi adalah jenis lain dari kolonialisme manusia.

Kofi Annan di Suriah
Dengan mencermati latar belakang Kofi Annan, pertanyaannya adalah mengapa diplomat senior ini harus datang ke Suriah? Mengapa bukan Ban Ki-moon, Sekjen PBB saat ini sendiri yang harus pergi ke Suriah? Harus diketahui bahwa Ban Ki-moon saat ini semakin buruknya akibat sikapnya yang tunduk pada Amerika dan masih dihadapkan sejumlah skandal ("An Open Letter to the dishonorable Ban Ki-moon," by Hassan Hamade, As-Safir (Lebanon), Voltaire Network, 27 January 2012). Sementara sekalipun melihat latar belakang Kofi Annan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tapi sampai saat ini citranya masih positif.
Kofi Annan menerima tugasnya sebagai utusan khusus dari PBB dan Liga Arab dengan melihat ada harapan yang saling kontradiktif. Sebagian analis melihat Kofi Annan diutus bukan untuk menciptakan perdamaian, tapi rencananya ia akan menjadi penghias perdamaian yang telah disepakati oleh kekuatan-kekuatan besar dunia. Sementara sebagian lainnya berharap Kofi Annan akan mengulangi kembali pengalamannya di Kenya dan tanpa menimbulkan jatuhnya banyak korban, ia dapat melakukan perubahan di Suriah.
Selama beberapa pekan lalu, Kofi Annan terlihat fokus menyampaikan peran yang dibawanya. Peran ini pada intinya naskah revisi dari usulan Sergei Ivanov, Wakil Perdana Menteri Rusia. Usulan itu kemudian diperbaiki oleh Kofi Annan agar dapat diterima oleh Amerika dan sekutunya. Selain itu, Kofi Annan mengumumkan dirinya berhasil meyakinkan Bashar Assad agar mengirim Farouk al-Sharaa berunding dengan kelompok oposisi. Begitu juga ia menyebut sejumlah program lain yang telah berhasil direalisasikannya. Masalah ini berarti Suriah telah memberikan konsensi kepada Dewan Keamanan Teluk Persia (P-GCC).
Pada intinya, Bashar Assad selama setahun ini menjadi ketua perundingan, tapi Arab Saudi dan Qatar menolaknya. Menurut mereka, karena Bashar Assad adalah seorang Alawi maka ia harus mengundurkan diri dan kekuatan harus diberikan kepada wakilnya yang sunni. Dengan dasar ini, tampaknya utusan khusus PBB dan Liga Arab ini tengah berusaha menyusun jalan bagaimana negara-negara yang tidak menyetujui Bashar Assad agar dapat menyerang Suriah dan menerapkan legenda sebuah revolusi demokratik yang selalu banjir darah.
Bagaimanapun juga, dua wajah Kofi Annan dengan mudah dapat disaksikan. Ketika bertemu dengan Bashar Assad di Damaskus, ia menyatakan kepuasannya, tapi begitu menjejakkan kakinya di Jenewa, Annan ganti mengatakan putus asa akan sikap Bashar Assad. Dan seperti biasanya, tidak ada juga yang menanyakan niat sebenarnya Kofi Annan. IRIB Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar