Kamis, 26 April 2012

Masalah Laten di antara TNI dan Polri



Menarik mencermati komentar anggota Komisi Hukum DPR Ahmad Basarah menyatakan bahwa ada masalah laten di antara TNI dan Polri sejak pemisahan Polri dari ABRI. Terjadi kecemburuan sosial dan ekonomi TNI terhadap Polri yang terjadi di level bawah.
”Kewenangan masalah keamanan dalam negeri yang sepenuhnya berada di tangan Polri serta pelarangan berbagai bisnis TNI menimbulkan kecemburuan sosial dan ekonomi TNI terhadap Polri,” kata Basarah. “Penerimaan kenyataan politik seperti itu hanya ada pada level perwira-perwira tinggi TNI. Tetapi mulai dari level pangdam, danrem, dandim sampai ke level prajurit merasakan betul perbedaan status antara Polri dan TNI.” ---Sumber : Tempo.com
Dilain sisi selaku menteri Polhukam pak Joko Suyanto menjawab secara politis bahwa tidak ada itu yang namanya kecemburuan TNI terhadap Polri guna menanggapi komentar dari pihak luar negeri dan pejabat negeri lainnya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kasus Gorontalo itu merupakan embrio dari aksi pihak luar terhadap keutuhan NKRI dan salah satu yang paling mencuat justru bentrokan fisik secara langsung antara aparat baik secara langsung melalui anak buahnya ataupun melalui perang intelijennya yang justru melibatkan masyarakat secara luas.
Dari pepatah bijak mengatakan bahwa konflik intern/lokal merupakan bagian dari konflik global maka sangat menarik dan bijak kiranya kita bisa mengurai hingga ke akar-akarnya permasalahan di atas agar kedepannya tidak terulang kembali.
Gorontalo kalau dilihat dari SISHANKAMRATA dan IPOLEKSOSBUBHANKAM secara menyeluruh merupakan bagian dinamika dari berkecamuknya ambisi militer AS dan China dalam memperebutkan dominasi global dan disatu sisi ada dilematika dengan negara tetangga yang sampai saat ini belum terpecahkan oleh negara. Masih terngiang dibenak kita WOC - "World Ocean Conference" dan betapa strategisnya wilayah kita dimata mereka sebagai benteng terluar dengan keaneka-ragaman hayatinya serta SDA-nya yang melimpah ruah sangat menarik untuk dimasuki anasir-anasir asing guna memecah NKRI.
Kalau mengkaji politik luar negeri AS yang mengharuskan aparatnya untuk berbisnis dengan pihak swasta untuk mengawal proyek-proyeknya secara legal (ada undang-undang yang mensah-kannya via DPR) semisal di Freeport dan negeri-negeri lain dengan bagi hasil yang seimbang maka hal di atas tidak akan terjadi lagi.
Atau salah satu solusi lainnya dengan menaikkan anggaran kesejahteraan militer dan polri dengan menambah perbekalan keahlian tambahan diluar militer yang tidak menimbulkan gejolak/tanpa mengurangi unsur bela negara serta norma-norma lainnya. Semisal keterampilan komputer bussiness, ketrampilan otomotif, pertanian, semodel PNPM mandiri untuk dharma wanitanya, dll hal yang nantinya diterapkan sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing mana yang lebih cocok dan menunjang untuk menghasilkan nilai tambah.
Disini nilai juang dan cinta tanah air justru makin terpatri kuat demi kesatuan dan persatuan NKRI.
Atau kalau nggak ya semodel Amerika, nilai juang dan cinta tanah air-nya hilang dan nomer sekian, tergantikan oleh berapa pihak swasta sanggup membayar upeti untuk mengamankan proyek-proyeknya.
Atau...Tergadailah Ibu Pertiwiku, selamat jalan kawan dan terima kasih para pemilik modal.
Demikianlah adanya.

 Ghuzilla Humeid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar