Rabu, 16 Mei 2012

Hentikan Pembayaran Obligasi Rekap Rp 60 Triliun!



Kewajiban Pemerintah Bisa Membengkak Hingga Mencapai Rp 14.000 triliun.. Pemerintah didesak segera menghentikan pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi (OR) dari APBN yang mencapai Rp 60 triliun/tahun sampai 2040. Akibat beban pembayaran utang yang teramat besar,  APBN tidak mampu menjadi lokomotif pembangunan.  Pada saat yang sama, pemerintah justru mati-matian mengurangi, bahkan mencabut, subsidi bahan bakar minyak (BBM) karena dianggap mendistorsi pembangunan ekonomi.


“Ini suatu bentuk ketidakadilan yang sangat luar biasa. Untuk mensubsidi perbankan, pemerintah rela mengguyurkan uang pajak sebesar Rp60 triliun setiap tahun.  Sebaliknya kalau buat subsidi BBM pemerintah justru berniat menghapuskannya. Sebagai pembayar pajak, saya tidak rela uang rakyat dipakai mensubsidi para bankir yang sudah sangat kaya raya. Karenanya, pemerintah harus segera menghentikan pembayaran bunga OR sebesar Rp 60 trilliun setiap tahun,” desak Sasmito Hadinagoro, Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI).
Saat kriris moneter menerjang pada 1998, banyak perbankan Indonesia kolaps. Untuk menyelamatkan bank-bank tersebut, pada 1999 pemerintah menyuntikkan modal (merekapitalisasi) dalam bentuk Obligasi Rekap  dengan dana mencapai Rp 655 triliun.
Tiga staf sekretariat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yaitu Gatot Arya Putra, Ira Setiati, dan Damayanti di tahun 2002 mengembangkan enam skenario tentang pembengkakan kewajiban pemerintah untuk membayar cicilan utang pokok dan bunganya. Skenario terbaik ialah kalau setiap lembar OR dapat dibayar tepat pada waktunya. Dalam hal ini, kewajiban pemerintah akan mencapai Rp 1.030 triliun. Jumlah ini terdiri atas  Rp 430 triliun utang pokok dan Rp 600 triliun untuk bunga. Skenario terburuknya, jika terjadi penundaan pembayaran setiap lembar OR yang jatuh tempo, maka jumlah kewajiban pemerintah akan membengkak luar biasa besar, hingga jumlah mencapai Rp 14.000 triliun! Namun karena analisis mereka yang dimuat di majalah BPPN itulah, ketiganya jsutru dipecat.
Kantong kiri kantong kanan
OR adalah piutang bank-bank yang telah menjadi milik pemerintah kepada pemerintah. Atau pemerintah berutang kepada bank-bank yang dimilikinya sendiri. Jadi ibaratnya utang dari kantong kiri ke kantong kanan dari kemeja yang sama.
Menurut mantan Menko Perekonomian di era Megawati Kwik Kian Gie, solusinya adalah menarik obligasi rekap tersebut. Namun teknik atau cara penarikannya termasuk domain sub ilmu pengetahuan yang sama sekali tidak dipahami oleh para teknokrat Berkeley Mafia maupun teknokrat IMF. Atau mungkin mereka memahaminya, tetapi sengaja mau mengobral bank-bank dengan harga murah seraya membangkrutkan negara.
“Selaku Menko Perekonomian, saya dan Menkeu (ketika itu) Bambang Sudibyo secara diam-diam mengganti OR dengan apa yang kami namakan zero coupon bond (ZCB), atau Obligasi Rekap tanpa Bunga. Isinya hanya angka yang harus dianggap sebagai modal/ekuiti agar CAR-nya 8%,” papar Kwik.
Dia melanjutkan, semua bank diberi tenggang waktu lima tahun untuk menjadi sehat atas kekuatan sendiri dengan melakukan perbaikan kinerja. Kalau tidak, bank ditutup. Namun kalau sudah sehat atas kekuatan sendiri, ZCB ditarik.
“Sayangnya prinsip dan inti pikiran Zero Coupon Bond sebagai cara untuk menarik kembali Obligasi Rekap sama sekali tidak digubris. Akibatnya kita rasakan sendiri sampai sekarang, yaitu mengeluarkan uang sekitar 25% dari APBN sejak 2003 hingga 2040. Motifnya hanya satu, yaitu patuh pada IMF secara mutlak dan habis-habisan,” tukas Kwik.
Mantan Menko Keuangan era Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli menyatakan pemerintah sebaiknya menarik semua OR di perbankan untuk meringankan beban APBN. Penarikan obligasi rekap juga demi mempertimbangkan rasa keadilan bagi rakyat yang selama ini patuh membayar pajak.
"Saya setuju dengan pendapat pak Kwik, OR harus diubah menjadi ZCB. OR juga seharusnya untradeable atau tidak dapat diperjualbelikan. Sebab, kalau OR diperjualbelikan, bisa jadi pintu masuk perbankan asing untuk menguasai bank-bank nasional dengan lebih dominan.” ujar Rizal Ramli.
Menurut dia, seharusnya  semua pihak sama-sama berkorban untuk memperbaiki ekonomi nasional. Jangan cuma rakyat  yang dituntut berkorban dengan pengurangan subsidi BBM. Tapi pemilik bank dan para bankir harus bersedia berkorban, dengan cara berhenti menerima subsidi bunga obligasi rekap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar