Selasa, 15 Mei 2012

Dokumen Rahasia: Plan AS dan Arab Saudi di Suriah



Laporan juga menulis, AS membentuk beberapa komite untuk melaksanakan plot baru di Suriah yang meliputi komite politik, militer dan keamanan dengan tugasnya masing-masing.Aliansi Poros Setan, yang diotaki oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi menemukan cara baru untuk menghancurkan Suriah setelah mereka gagal menciptakan kerusuhan di negara itu lebih dari satu tahun.

Menurut laporan yang diterima oleh Islam Times, setelah semua upaya yang ditempuh menemui kegagalan untuk menggulingkan rezim Suriah, Washington dan Riyadh kini sedang merancang rencana baru yang lebih rapih, terorganisir yang melibatkan unit-unit penting negara-negara Aliansi Poros Setan.

Rencana tersebut setidaknya memiliki dua tujuan, pertama untuk menunjukkan bahwa tidak ada perdamaian di Suriah tanpa persetujuan AS dan Riyadh, dan kedua, tetap menolak dan melarang rakyat memberikan apapun bentuk dukungan kepada pemerintah dan terus berusaha menumpahkan darah di Suriah melalui perang saudara.

Laporan itu menunjukkan bahwa, AS dan Arab Saudi berkesimpulan, saat ini tentara Suriah  masih terlampau kuat dan dalam kontrol penuh Bashar Assad. Mereka juga mengetahui bahwa keamanan Suriah memiliki kontrol yang baik atas seluruh negara bahkan di daerah kantong-kantong yang menjadi pusat dan benteng teroris.

Laporan itu menambahkan, walaupun saat ini perekonomian Suriah melemah karena didera konflik berkepanjangan dan sanksi, namun perekonomian Suriah akan cepat pulih, karena di dukung penuh oleh beberapa negara, terutama Iran, Cina dan Rusia.

Laporan juga menulis, saat ini AS membentuk beberapa komite untuk melaksanakan plot baru di Suriah yang meliputi komite politik, militer dan keamanan dengan tugasnya masing-masing.

Komite politik dipimpin lansung oleh Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, sementara Clinton dibantu oleh Derek Chollet sebagai manajer eksekutif, mantan Duta Besar AS untuk Suriah Robert Ford dan Fredrick Hoff sebagai anggota, dan Jeffrey Feltman sebagai koordinator.

Masih menurut laporan tersebut, Feltman juga bertugas mengontrol kelompok politik lain yang anggotanya meliputi Menteri Luar Negeri Saudi Arabia, Pangeran Saud al-Faisal dan Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Hamad bin Jassim.

Selain itu, Feltman juga mengawasi beberapa kantor yang berbasis di Doha sebagai koordinasi keamanan khusus di Suriah. Anggotanya antara lain adalah badan-badan intelijen dari negara-negara seperti AS, Arab Saudi, Qatar, Turki, NATO, dan Libya.

Sementara mantan Duta Besar Saudi untuk AS, Bandar bin Sultan berbagi pengalamannya sebagai pengakses dan pengumpul data dengan teroris di Suriah dan Feltman meninjau keluar-masuknya informasi yang didapat.

Sementara untuk komite militer, dinahkodai langsung oleh Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Martin Dempsey, serta dibantu oleh Mayor Jenderal Charles Cleveland, dan Jenderal Frank Gibb.

Kelompok ini bekerja sama dengan kelompok-kelompok lain, namun tugas utama mereka adalah mensuplai bantuan logistik untuk teroris Suriah, termasuk volume bantuan logistik dan jenis intelijen yang ditransfer untuk kelompok-kelompok teroris.

Sedangkan komite keamanan meliputi perwakilan dari 7-10 badan intelijen Amerika serta Penasihat Keamanan Nasional AS Tom Donilon, Direktur Intelijen Nasional James Clapper, dan Direktur Badan Intelijen Pusat, Jenderal David Petraeus.

Ada beberapa cabang lain lagi di komite keamanan yang misinya adalah untuk menyusun plot keamanan dan melaporkan situasi di Suriah ke kepala komite selain mempersiapkan laporan tentang strategi keamanan AS terkait situasi di Suriah.

Tujuan utama dari strategi diatas adalah memaksa Suriah supaya tunduk pada kebijakan AS dan mencegah Rusia, Iran dan Cina untuk mengamankan pijakannya secara permanen di Suriah.

Tujuan lainnya adalah memutus aliansi Iran-Suriah dengan membuat pemerintah Suriah berpihak kepada AS, bukan Iran atau Rusia. AS juga mengintensifkan perang psikologis dan propaganda serta sekutunya di regional dan internasional, mentransfer demokrasi ke Suriah tanpa konfrontasi dengan negara atau membahayakan keamanan Israel dan yang terpenting adalah memotong koneksi Suriah dengan Tehran dan Hizbullah Libanon.

Rencananya, program ini akan dilaksanakan melalui operasi militer secara langsung dari batalyon sukarela yang beroperasi di perbatasan Suriah dengan negara tetangga termasuk Libanon, Turki, Yordania, Golan, Kurdistan Irak, serta daerah nomaden Irak.

Fase serangan yang digagas adalah melakukan operasi perang gerilya di kota-kota Suriah dan operasi khusus pada tempat-tempat di bawah kendali pemerintah Suriah (termasuk penggunaan serangan bom bunuh diri) yang menargetkan tentara dan penduduk Suriah. Melancarkan perang psikologis terhadap militer dan pasukan intelijen Suriah termasuk warga sipil.

Laporan ini juga mencatat bahwa intelijen Saudi mencapai kesepakatan dengan AS dan perusahaan keamanan Israel (Mossad) yang berbasis di Jenewa untuk meningkatkan konflik bersenjata di Suriah tanpa melibatkan negara lain. Konflik ini dipimpin langsung oleh pensiunan militer dan ahli intelijen yang secara teoritis berafiliasi dengan Al-Qaeda.

Sementara itu, Amerika Serikta sendiri akan menciptakan kawasan lindung kecil di Libanon dan menggunakannya sebagai kamp pelatihan militer. Kamp ini dibentuk oleh AS, Arab Saudi, Qatar dan Turki yang akan digunakan oleh jebolan al-Qaeda dan oposisi Suriah. Beberapa kawasan Irak, khususnya di Propinsi Anbar dan wilayah Kurdistan yang bawah kendali Massoud Barzani. Tempat tersebut dipilih karena Barzani bekerja sama dengan badan intelijen Israel, Mossad.

Sementara tugas Arab Saudi akan bekerja sama dengan suku besar nomaden di Suriah yang sebagian besar tinggal di sekitar kota Deir ez-Zor dan di Gurun Suriah yang membentang hingga Homs.

Karena itu, saat ini pemerintah Libanon di bawah tekanan intensif yang dilakukan oleh asisten Feltman, Elisabet Dale, supaya melepaskan 238 militan Wahabi yang ditahan agar bisa  digunakan untuk menjadi anggota kelompok pemberontak seperti Fathul Islam dan Jund al-Sham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar