Kamis, 10 Mei 2012

Indonesia di Ambang Krisis Pangan



Lahan-lahan pertanian terus menyusut akibat pengalihan fungsi menjadi perumahan dan industri. Padahal, tahun 2030, Indonesia butuh setidaknya 15 juta hektare lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan 280 juta penduduk. Krisis pangan menanti jika konversi lahan pertanian tak dicegah.
Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyebutkan, dalam kurun waktu 2004-2009, alih fungsi lahan pertanian di Indonesia mencapai 15.999,60 hektare atau rata-rata seluas 3.199,92 hektare per tahun. "Untuk industri dan perumahan mencapai sekitar 6.000 hektare," kata Deputi Kepala BPN Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan, Yuswanda, kepada GATRA.
Secara umum, dalam kurun waktu 30 tahun belakangan, Indonesia telah kehilangan sekitar dua juta hektare lahan pertanian. Pada 1981-1999 saja, sebanyak 1,6 juta hektare sawah beralih fungsi, dengan satu juta hektare di antaranya terjadi di Pulau Jawa. Sementara itu, pada 1999-2002, konversi sawah mencapai 563.000 hektare. Sebagian besar lahan sawah itu beralih fungsi menjadi perumahan (58,7%), non-sawah (21%), dan lainnya (19,5%).
Peneliti pada Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor (PSP3-IPB), Ivanovic Agusta, mengatakan bahwa semakin cepatnya laju konversi lahan pertanian itu terjadi akibat pertanian yang kian terabaikan. Sejak tahun 1991, pertanian tak lagi menjadi prioritas pembangunan. "Arah prioritas pembangunan pemerintah adalah industri," katanya.
Perubahan suatu negara dari agraris menjadi negara industri, menurut guru besar ekonomi pertanian IPB, Hermanto Siregar, sebenarnya merupakan hal yang lumrah. "Secara alamiah, negara maju pasti mengarah pada industri," ujarnya. Celakanya, Indonesia kurang cepat dalam mengantisipasi hal ini. "Indonesia kurang cepat dalam pengembangan mekanisme industri sektor pertanian," tambahnya.
Alhasil, upaya pemerintah menghambat laju alih fungsi lahan persawahan dengan cara menerbitkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang PLPB terasa percuma. Apalagi, secara teknis, aturan ini harus ditindaklanjuti daerah-daerah hingga tingkat kabupaten dalam bentuk perda. Hal itu jelas tak mudah direalisasikan dalam waktu cepat.

Tren Impor Bakal Terus Naik
Berdasarkan data Tim Koordinasi Pemantauan Luas Sawah tahun 2011, luas lahan sawah di Indonesia saat ini hanya 8,1 juta hektare.
Berpegang pada data ini, Indonesia masih membutuhkan setidaknya tujuh juta hektare lahan baru agar kebutuhan pangan tahun 2030 tercukupi. Jika tidak, diperkirakan skenario krisis pangan akan terjadi. Pasalnya, alih-alih menggenjot, Indonesia malah terus kehilangan lahan pertaniannya. "Laju alih fungsi lebih cepat dari pembukaan lahan baru," kata Sumarjo Gatot Irianto, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian.
Padahal, untuk mengejar target cadangan beras 10 juta ton pada 2014 saja, pemerintah mencanangkan pencetakan 200.000 hektare lahan sawah baru. "Tahun ini, targetnya 100.000 hektare lebih," kata Gatot. Dana yang dikucurkan untuk program ini mencapai Rp 1 trilyun. Sayangnya, realisasi program ini baru mencapai 25%-30% alias baru tercetak 25.000-30.000 hektare sawah baru.
Said Abdullah, pengamat masalah pangan dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, mengatakan bahwa dengan asumsi tingkat konversi lahan 110.000 hektare per tahun, diperkirakan pada 2014 Indonesia berpotensi kehilangan 2,5 juta ton gabah atau setara dengan 1,58 juta ton beras. "Itu dengan asumsi produktivitas sawah per hektare mencapai 5 ton," katanya.
Dengan demikian, tekad pemerintah memiliki cadangan beras 10 juta ton akan sulit tercapai, kecuali dengan meningkatkan impor. Karena itu, tren impor pangan juga diperkirakan akan naik. Tahun lalu saja, pada semester pertama, Indonesia mengimpor beras 1,9 juta ton, dengan nilai setara Rp 8,5 trilyun. Itu hanya untuk beras, padahal pertanian pangan lain, seperti jagung, kedelai, bawang putih, dan bawang merah, selama ini juga mengandalkan impor.
Saat ini, sekitar 65% kebutuhan pangan nasional dipenuhi lewat impor. Bahkan, menurut Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Pusat, Martin Hutabarat, angka impor pangan Indonesia pada 2011 secara total mencapai Rp 125 trilyun. (IRIB Indonesia/Gatra/Media Indonesia/Antara/Vivanews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar